Mitsuo Aida
Mitsuo Aida (相田みつを Aida Mitsuo, 20 Mei 1924 - 17 Desember 1991) adalah seorang penyair dan kaligrafer Jepang yang terkenal sebagai Penyair Zen.[1] Karyanya dipengaruho oleh Buddhisme Zen dan dia terkenal untuk karya-karyanya seperti, Ningen damono (Karena saya Manusia), Okagesan (Utang kita kepada yang lainnya), dan Inochi Ippai (Hidup dalam kehidupan yang sepenuhnya).[2] Kehidupan awalAida lahir di Ashikaga, Tochigi, Jepang, pada tahun 1924. Pada usia dini dia menunjukkan minat dalam kaligrafi dan puisi tanka dan dikenal karakteristiknya untuk gaya yang orisinal.[1][3] Dia mengikuti pendidikan di Sekolah Menengah Atas Ashikaga Prefekur Tochigi. Setelah lulus, dia melanjutkan untuk mempelajari puisi dengan Yamashita Mutsu dan kaligrafi dengan Iwasawa Kei-seki. Karyanya juga diketahui telah dipengaruhi oleh Michiaki Zheng, Takei Akira, dan Kinono Kazuyoshi. Pada tahun 1953, Aida lulus dari Perguruan Tinggi Yunior Kanto, sebuah perguruan tinggi swasta di Tatebayashi, Gunma.[4] Pada tahun 1954, Aida menikahi Hiraga Chie. Putra sulung mereka, Kazuto Aida, adalah direktur Museum Mitsuo Aida di Tokyo.[4] Karier dan warisanKarya Aida menjadi terkenal setelah penerbitan bukunya, Ningen Damono (Karena saya adalah Manusia), pada tahun 1984.[3] Setelah mengalami pendarahan otak, Aida meninggal dunia di Ashikaga, Tochigi, pada tahun 1991.[2] Tak lama setelah kematiannya, pada tahun 1996, Museum Mituso Aida dibuka di Ginza, sebuah lingkungan di Tokyo. Pada tahun 2003, museum tersebut dipindahkan ke Forum Internasional Tokyo, sebuah pusat pameran multiguna.[5] Pameran seninya termasuk sekitar 450 karya kaligrafi Aida seperti "Au (pertemuan)" dan "Inochi Ippai (Hidup dalam kehidupan yang sepenuhnya)," mahakaryanya,[6] dan yayasan museum menyelenggarakan beberapa seminar apresiasi seni di seluruh negeri setiap tahun.[7] Mantan Perdana Menteri Jepang, Yoshihiko Noda dikenal sebagai seorang pelanggan tetap Aida. Dalam pidato sebelum pemilihan umum tahun 2011, politisi ini mengkutip puisi karya Aida, mengatakan, "Ikan belut, tidak harus meniru ikan mas." Pernyataan ini menyebabkan beberapa kebingungan tentang maksud Noda di antara pengikutnya, namun terjadi juga peningkatan tajam dalam jumlah pengunjung ke Museum Mituso Aida dan minat baru dalam karya Aida.[1] Mitsuo Aida dengan jujur mengekspresikan dirinya secara tulus ikhlas sebagai manusia, tidak menyembunyikan kelemahan sendiri dan ketergantungan pada orang lain. Dari waktu ke waktu, efek dari tulisan-tulisannya menyerap lembut ke dalam hati orang-orang yang hidup di masa "sekarang." Dan di waktu lainnya, tulisan-tulisannya menjangkau dan menggenggam Anda dengan kekuatan cengkeraman.[8] Referensi
|