Meurah adalah gelar raja-raja di Aceh sebelum datangnya agama Islam. Dalam bahasa Gayo disebut Merah, seperti Merah Silu yang merupakan pendiri kerajaan Samudera Pasai . Contoh lainnya adalah putra Sultan Iskandar Muda digelari dengan Meurah Pupok. Setelah datangnya agama Islam, setiap raja Aceh berganti gelar menjadi Sultan.[1]
Gelar-gelar bangsawan di Minangkabau juga ada yang memakai Marah, seperti Marah Rusli, penulis novel Siti Nurbaya yang terkenal tersebut. Selain Gelar Marah, yang berlaku di kota Padang, di pesisir barat minangkabau, yaitu Pariaman juga memakai gelar yang berasal dari Aceh. Gelar itu ialah Syaid bagi keturunan Ulama sebagaimana yang dikenal dengan Siddi. Baginda bagi keturunan pembesar Aceh yang dikenal Bagindo. Sultan yang dikenal dengan Sutan. Ketika Aceh menguasai pesisir barat Minangkabau, Aceh melarang menggunakan arsitek rumah gadang sebagaimana yang terlihat di pedalaman Minangkabau. Corak Rumah Gadang di wilayah Pesisir Pantai itu, disesuaikan nodel rumah adat di Aceh, sehingga Rumah Gadang dipesisir barat disebut Rumah Surambi Aceh (Rumah Gadang Serambi Aceh)
Lihat pula
Referensi
- ^ Said, Muhammad. 1961. Atjeh Sepandjang Abad. Medan: Diterbitkan oleh penulis sendiri.