Megengan adalah tradisi masyarakat Jawa yang pada umumnya terdapat di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur dalam menyambut bulan Pasa. Megengan diambil dari bahasa Jawa yang artinya menahan/ngempet.[1][2]Megengan merupakan suatu peringatan bahwa dalam waktu dekat akan memasuki bulan Pasa (Ramadhan), bulan di mana umat Islam diwajibkan berpuasa, yaitu menahan untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat menggugurkan ibadah puasa tersebut. Masyarakat biasanya berbondong-bondong untuk berziarah kubur terlebih dahulu, membersihkannya serta menaburi bunga di atasnya dan tidak lupa mendoakannya.[3] Setelah itu, megengan dimulai pada waktu petang hari dengan dihadiri oleh para tamu undangan. Para tamu undangan yang bersila di atas tikar dihadapkan dengan ambengan sebagai sajian untuk acara megengan. Tuan rumah mengungkapkan kajat-nya (keinginan) kepada sesepuh lingkungan yang kemudian akan dibacakan doa mengenai kajat-nya. Setelah selesai dibacakannya doa, ambengan akan dibagikan kepada para tamu undangan. Pelaksanaan acara megengan tersebut biasanya dilakukan dari rumah ke rumah.[3] Selain dilaksanakan di rumah, megengan versi massal juga dapat dilaksanakan di langgar ataupun masjid. Para warga membawa ambengan-nya masing-masing ke langgar atau masjid, dan mereka akan melakukan doa bersama yang dipimpin oleh seorang sesepuh lingkungan.[2][3]
Referensi
^Poerwadarminta, W.J.S (1939). Bausastra Jawa [Kamus bahasa Jawa] (dalam bahasa Jawa). Batavia: J.B. Wolters. mêgêng: kn. 1 ak. ngampêt(-napas lsp); 2 ki. nyapih (-bayi); 3 (ut. mêgêngan) wiwitaning sasi Pasa.