Masjid Pathok Negara (bahasa Jawa: ꦥꦛꦺꦴꦏ꧀ꦤꦒꦫ, translit. pathok nagara, har.'penanda negara') adalah status untuk lima masjid selain Masjid Agung Karaton yang dikelola dan dibina oleh pihak Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai pembina keimanan warga Yogyakarta, sekaligus membantu pelaksanaan upacara-upacara keagamaan karaton. Empat masjid pathok negara bertempat di empat penjuru mata angin, sekaligus menjadi penanda batas wilayah kuthanegara, dibangun pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana I.[1] Satu masjid lain terletak di Wonokromo, Bantul, di dekat bekas keraton Pleret dan Kerto. Konsep "empat plus satu" ini menjadi perlambang konsep sedulur papat lima pancer yang merupakan simbol perlindungan bagi eksistensi karaton.
Secara harfiah kata, pathok berarti sesuatu yang ditancapkan sebagai batas atau penanda, dapat juga berarti aturan, pedoman ,atau dasar hukum. Sementara negara berarti kerajaan, negara atau pemerintahan sehingga masjid pathok negara bisa diartikan masjid sebagai batas wilayah negara atau pedoman bagi pemerintahan negara.[1][2]
Lokasi masjid-masjid pathok negara di sekitar Kota Yogyakarta
Posisi empat masjid pathok negara terletak di empat penjuru mata angin yang mengelilingi wilayah pinggiran kuthanegara[a] dan berlokasi tepat di perbatasan wilayah negaragung[b] Kasultanan Yogyakarta.[1]Kuthanegara dan negaragung adalah sistem pembagian hierarki tata ruang dalam wilayah Kerajaan Mataram Islam. Keempat masjid pathok negara penjuru mata angin tersebut adalah Masjid AnNuur di Mlangi (barat), Masjid Sulthoni Plosokuning di Ngaglik (utara), Masjid AdDarojat di Banguntapan (timur), dan Masjid NurulHuda di Dongkelan (selatan. Empat masjid penjuru mata angin ini bertugas membantuk aktivitas pihak karaton dalam kaitan dengan ibadah dan upacara adat keagamaan.
Satu masjid pathok negara terletak agak jauh di selatan, yaitu Masjid Taqwa di Wonokromo, Pleret, Bantul; bertugas untuk membantu aktivitas yang terkait kegiatan di bekas keraton Kerto dan Pleret (keraton dari masa Kerajaan Mataram Islam.
Fungsi
Selain sebagai penanda batas wilayah antara Kuthanegara dan Negaragung, keempat masjid pathok negara juga berfungsi sebagai pusat pendidikan, tempat upacara atau kegiatan keagamaan, bagian dari sistem pertahanan sekaligus sebagai tempat peradilan surambi atau peradilan syariah pada masa pemerintahan kesultanan Yogyakarta.[1]
Selain sebagai istilah nama masjid, pathok negara juga digunakan sebagai nama jabatan abdi dalem di kesultanan Yogyakarta. Tugas abdi dalem pathok negara adalah berkaitan dengan hukum adat dan hukum syariat di lingkungan keraton Yogyakarta.[1]
Daftar masjid
Masjid An-Nuur Mlangi
Masjid ini didirikan seiring dengan berdirinya daerah atau dusun Mlangi yang sekarang terletak di Nogotirto, Gamping, Sleman sekira tahun 1758 oleh Kyai Nur Iman setelah mendapat tanah perdikan[c] dari Sultan Hamengkubuwana I. Saat ini pengelolaan masjid An-Nur dilakukan oleh masyarakat sekitar tetapi pihak keraton Yogyakarta tetap menempatkan abdi dalem pathok negara di masjid ini sebagai salah satu penanda bahwa masjid tersebut adalah Kagungan Dalem.[d][3]
Masjid Plasakuning atau Plosokuning yang terletak di Minomartani, Ngaglik, Sleman, ini dibangun sebelum keraton Yogyakarta berdiri.[1] Masjid ini didirikan oleh Kyai Mursodo, yang merupakan anak dari Kyai Nur Iman Mlangi. Ciri khas masjid plosokuning ini adalah adanya kolam yang mengelilingi masjid untuk membasuh kaki karena untuk menyesuaikan kebiasaan masyarakat waktu dahulu yang beraktivitas sehari-hari tanpa alas kaki.[4]
Masjid Jami' Ad-Darajat terletak di Banguntapan, Banguntapan, Bantul. Masjid yang dibangun pada tahun 1774 ini pernah mengalami penggusuran pada tahun 1943 karena lokasi masjid pada saat itu akan digunakan untuk perluasan pangkalan udara tentara Jepang. Setelah Indonesia merdeka masjid ini dibangun kembali di lokasi yang sama pada tahun 1960.[5]
Masjid ini terletak di wilayah Kauman, Dongkelan. Secara administratif, terletak di Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul. Masjid yang dibangun oleh Kyai Sihabudin pada tahun 1775 ini pernah dibakar oleh Belanda pada masa Perang Diponegoro karena dianggap sebagai tempat berkumpulnya para pejuang pengikut Diponegoro.[6]
Masjid Taqwa merupakan yang terbesar di antara masjid-masjid pathok negara yang lainnya. Ini adalah masjid satu-satunnya yang bukan merupakan penjaga mata angin.[butuh rujukan]
Catatan
^Kuthanegara adalah tempat dimana pusat pemerintahan kesultanan Yogyakarta berada.
^Negaragung adalah wilayah inti kerajaan yang berfungsi sebagai pelingkup atau penyangga pusat pemerintahan.
^Perdikan artinya suatu daerah dalam wilayah kerajaan. Daerah ini dibebaskan dari segala kewajiban pajak atau upeti karena daerah tersebut memiliki kekhususan tertentu, daerah tersebut harus digunakan sesuai dengan kekhususan yang dimiliki.
^Kagungan Dalem. Secara harfiah berarti milik atau kepunyaan Sultan.
^"Masjid Pathok Negoro Mlangi". wisatabudayaku.sv.ugm.ac.id. 23-01-2020. Diakses tanggal 12-01-2021.Periksa nilai tanggal di: |access-date=, |date= (bantuan)