Masjid Nurut Taqwa Pegandon
Masjid Nurut Taqwa adalah masjid yang berdiri tepatnya di desa Penanggulan, Kecamatan Pegandon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Letaknya 7 km sebelah barat daya kota Kendal. Walaupun berada di pelosok desa, kemegahan masjid ini tidak kalah jika dibandingkan dengan masjid-masjid di kota, khususnya di kabupaten Kendal. Dan merupakan salah satu masjid tertua yang berada di wilayah kabupaten Kendal. Terdiri dari dua lantai, empat menara dan satu kubah. Berdiri tepat di sebelah timur sungai Bodri yang merupakan perbatasan antara dua kecamatan, yaitu kecamatan Pegandon dan kecamatan Gemuh. Selayang-pandangMasjid Nurut Taqwa Penanggulan adalah masjid yang telah berusia cukup tua. Masjid ini, tak lepas dari salah satu tokoh dari Kesultanan Mataram, Tumenggung Bahurekso. Tokoh ini pernah menyerbu Batavia, walau akhirnya gagal. Tumenggung Bahurekso kemudian mundur ke Mataram; tapi, sebelum itu, dia sempat tinggal lama di Pegandon ini dan berdakwah di sana. Di situ, ada beberapa pengikutnya yang turut pula menyebarkan agama Islam, yaitu Kiai Jumerto yang pergi berdakwah ke kampung Jumerto, Kiai Srogo ke Srogo, Kiai Puguh di Puguh, dan Kiai Ploso ke Ploso. Daerah-daerah ini berdekatan dengan Pegandon.[1] Tumenggung Bahurekso ini dikenal pula sebutannya dengan nama Mbah Sulaiman Singonegoro, yang punya trah/keturunan Batara Katong, yang punya garis keturunan ke Raja Brawijaya yang bermakam di Kaliwungu. Sebuah sumber menyebut bahwa dia memang diutus untuk berdakwah ke Pegandon, dari Kesultanan Demak. Masjid ini berumur lebih tua dari Masjid Kramat Pekuncen yang dibangun Sunan Benowo, yang juga murid dari Tumenggung Bahurekso. Sejak berdiri, masjid ini tidak dinamakan kecuali "Masjid Jami' Penanggulan" saja. Nama Nurut Taqwa itu baru, menurut penuturan takmir Masjid ini, Muhammad Abdul Ghofur Yasak. Masjid ini pada masa Mbah Guru Sulaiman menjadi pusat penyebaran Islam di daerah Pegandon tersbeut.[1][2] Masjid ini aslinya tidak seperti sekarang yang berukuran besar. Semua bagian masjid ini dari kayu jati, mulai dari tiang hingga atap. Pemugaran besar dimulai dari tahun 1954. Adapun kini, yang tinggal hanyalah bedug saja di situ. Arit dan gentong sudah tidak ada; adapun gentong, sudah dipindahkan ke Masjid Pekuncen.[1] Ada benda lain yang ditemui di sini, yaitu Qur'an tulis tangan, kubah dari tanah liat, dan kayu-kayu bekas masjid yang asli. Benda-benda ini rencananya akan dibuatkan museum. Pembangunan dilanjutkan pada tahun 2006, yang mana, dana pemugaran sudah mencapai 3,4 miliar. Semua dananya berasal dari Banten hingga Banyuwangi.[2] Konon di belakang Masjid ini dibangun sebuah penjara/bui. Namun, bui itu tak pernah ditemukan lagi karena terjangan banjir.[3] ArsitekturTidak berbeda dengan masjid-masjid lain seperti zaman ini, masjid Nurut Taqwwa ini dari mulai tiang hingga kubah terlihat kekinian. Tiang dalam terdiri dari 8 buah, dan tiang luarnya ada 6, seperti rukun iman. Pintunya ada 9, seperti jumlah Wali Songo, dan kubah atas berjendela 25 seperti jumlah Nabi dan Rasul.[4] AktivitasMasjid ini digunakan untuk salat berjemaah 5 waktu. Menjadi ramai manakala Salat Magrib. Pada saat Ramadhan, masjid ini turut mengaji kitab kuning dan sering diramaikan di bulan Puasa dengan kegiatan keagamaan.[4] Untuk mengenang jasa-jasa Tumenggung Bahurekso dalam penyebaran Islam di daerah ini, tiap-tiap 27 Syawal, diadakan haulan yang dihadiri banyak orang masyarakat sekitar masjid.[1] Referensi
|