Masjid Agung Al-Jami' Pekalongan
Masjid Agung Al-Jami' Pekalongan adalah sebuah masjid di Pekalongan Jawa Tengah. Lokasi masjid ini berada di alun alun kota Pekalongan. Masjid peninggalan sejarah ini menjadi salah satu ciri khas Kota Pekalongan. Meskipun telah dibangun beberapa Masjid baru yang tak kalah megahnya, namun Masjid Agung Al-Jami' ini tetap tak tergantikan sebagai simbol islami warga Pekalongan. ArsitekturMasjid ini sudah berusia 158 tahun. Pembangunan masjid ini diprakarsai Raden Ario Wirio Tumengung Adi Negoro. Ruangan-ruangan di masjid ini, terutama tempat salat utama, banyak dihiasi ornamen asli. Kayu-kayunya masih dari bahan-bahan yang pertama kali digunakan untuk pembangunan masjid. Di bangunan utama ada delapan tiang kayu yang dikombinasikan dengan 22 tiang beton. Atap kayunya juga masih asli menggunakan batang kayu dan tak ada sambungannya.[1] Masjid Agung Al Jami berarsitektur Jawa-Arab. Ini bisa dilihat dari kubahnya yang berbentuk joglo. Sementara arsitek Arab tampak dari serambi masjid. Di depan ruangan masjid ada tiga ruangan. Di tengah tempat iman. Sebelah kanan mimbar tempat khatib memberikan ceramah, dan bagian kiri tadinya khusus tempat bupati saat itu beribadah. Namun kini ruangan tersebut sudah tak diistimewakan lagi. Di sebelah kanan bangunan masjid terdapat menara masjid. KegiatanSaat Ramadhan masjid ini selalu ramai dengan orang yang akan berbuka puasa, panitia masjid agung selalu menyediakan ta’jil untuk berbuka mulai dari makanan ataupun minuman dengan total ta’jil lebih dari 200 buah. Sembari menunggu berbuka kami selalu ada kajian islami selain diadakannya tarawih berjamaah yang terkadang dihadiri oleh wali kota atau wakil wali kota Pekalongan. Kegiatan keagamaan saat malam ahad ada pengajian sehabis taraweh, ada pula khataman al-qu’ran, dan pembagian zakat fitrah saat Idul fitri tiba. Tradisi unik saat bulan Ramadan terdapat dua jamaah salat tarawih dengan jumlah rakaat berbeda. Satu sisi, ada satu jamaah salat tarawih dengan 23 rakaat. Satunya jamaah salat tarawih 11 rakaat. Kebiasaan unik itu bisa jadi hanya ada di Masjid Jami Kota Pekalongan di wilayah pantura, bahkan Indonesia. Kendati beda rakaat, bukan alasan untuk tidak menjaga ukhuwah islamiyah. Mereka tetap rukun, saling menghormati, dan menghargai. Sebelum salat tarawih, kedua golongan itu salat isya berjamaah dengan satu imam. Salat tarawih dimulai bersama-sama. Usai rakaat kedelapan, sebagian keluar dari shaf, kemudian mundur membentuk shaf sendiri di belakang. Selanjutnya mereka melaksanakan salat witir tiga rakaat.Usai salat witir, jamaah itu turun dari masjid. Sementara, jamaah sebelumnya tetap melanjutkan salat tarawih hingga 23 rakaat, termasuk salat witir. Tradisi itu sudah berjalan sejak dulu.[2] Catatan Kaki
Pranala luar |