Mantu Poci adalah salah satu kebudayaan di wilayah Tegal (Jawa Tengah), dengan cara menyelenggarakan upacara perkawinan yang mempelainya merupakan sepasang poci tanah berukuran raksasa. Mantu poci pada umumnya diselenggarakan oleh pasangan suami istri yang telah lama berumah tangga namun belum juga dikarunai keturunan. Seperti layaknya pesta perkawinan, mantu poci juga dihadiri oleh ratusan bahkan ribuan undangan. Lengkap dengan dekorasi, sajian makanan, dan beraneka pementasan untuk menghibur para undangan yang hadir. Tak lupa pula, di pintu masuk ruang resepsi disediakan kotak sumbangan berbentuk rumah.[1][2][3]
Selain sebagai harapan agar pasangan suami istri segera mendapatkan keturunan, mantu poci juga bertujuan agar penyelenggara merasa seperti menjadi layaknya orang tua yang telah berhasil membesarkan putra putri mereka, kemudian dilepas dengan pesta besar dengan mengundang sanak saudara, dan relasi.
Latar belakang
Mantu Poci diperkirakan mulai ada pada tahun 1930-an dan digelar di daerah pesisir seperti Tegalsari, Muarareja, Tunon, Cabawan, dan Margadana. Sebelum poci digunakan sebagai kotak sumbangan, poci diberi rangkaian hiasan dari bunga melati dan diarak keliling kampong. Baru kemudian diletakan di atas kursi yang telah dihias dan diapit oleh kedua orang tua atau yang punya hajat. Acara ini biasanya digelar selama tiga hari berturut-turut. Sebelum acara ini dilegar, tuan rumah jauh-jauh hari sudah mendata jumlah titipan sumbangan yang pernah diberikan kepada orang yang punya hajatan. Jadi dalam kepercayaan masyarakat, apabila diundang tidak hadir dan tidak mengembalikan sumbangan, maka akan mendapatkan sangsi moral. Selain Mantu Poci juga ada Sunatan Poci. Prinsipnya sama, namun yang membedakan adalah ujung poci diberi balutan kain putih atau kapas.
Mantu Poci sudah jarang digelar di Tegal. Salah satu repertoar yang diusung oleh Dewan Kesenian Kota Tegal di Anjugan Jawa Tengah, Taman Mini Indonesia Indah tahun 2003 adalah mementaskan drama berjudul "Kang Daroji Mantu Poci", dikemas secara komedi. Tanggal 22 Juni 2019, lakon ini dimainkan kembali di bawah arahan Yono Daryono oleh Teater RSPD Tegal dalam Festival Teater Daerah, berhasil menang di kategori Sutradara Terbaik dan Pemeran Utama Terbaik (Mamerh Suwargo). Setelah itu, 30 Agustus 2019, digelar di Taman Budaya Tegal.[4][5]
Lihat pula
Referensi