Ma ErohMa Eroh atau Nyi Eroh (aksara Sunda: ᮙ ᮈᮛᮧᮂ atau ᮑᮤ ᮈᮛᮧᮂ; lahir sekitar tahun 1934, meninggal 18 Oktober 2004) adalah seorang perempuan petani dari kampung Pasirkadu, Desa Santanamekar, Cisayong, Tasikmalaya, yang terkenal karena keberhasilannya memapras bukit cadas di lereng gunung Galunggung selama 40-an hari hanya dengan bermodal alat belencong dan cangkul demi mengalirkan air menuju desanya yang kekeringan.[1] JasaAwal pembuatan saluran air dimulai selepas Gunung Galunggung meletus pada 1982. Material letusan menutupi persawahan dan pengairan sehingga Ma Eroh harus mencari alternatif mata pencaharian selain bertani. Ma Eroh kala itu menjadi tulang punggung keluarga, karena suaminya sedang sakit sehingga tidak bisa berjalan. Ma Eroh menyambung hidup dengan berjualan singkong dan janur. Selain itu, Ma Eroh juga mencari jamur di hutan untuk kemudian dibarter dengan beras. Karena saking seringnya masuk hutan, suatu hari Ma Eroh menemukan sumber air yang berasal dari air terjun Pasirlutung. Saat itu, Ma Eroh terpikirkan bagaimana membawa air itu ke kampungnya sehingga pertanian bisa kembali berjalan.[2][3] Di usia 51 tahun (sumber lain mengatakan 45), Ma Eroh seorang diri memutuskan untuk memapras bukit cadas liat sepanjang 45 meter untuk mengalirkan air dari sungai Cilutung ke sawah seluas 400 meter persegi miliknya. Perempuan yang hanya tamatan kelas 3 SD ini, memapras bukit cadas dengan kemiringan 60-90 derajat hanya bermodalkan belencong dan tali areuy (sejenis tali rotan).[3] Walaupun pada mulanya warga setempat mencibir upaya Ma Eroh, tetapi setelah melihat hasil nyata paprasan yang dikerjakan selama 47 hari tanpa putus olehnya, sebanyak 19 warga desa turut membantu untuk memperpanjang saluran tersebut. Dalam waktu 2,5 tahun (1985-1988) saluran sepanjang 4,5 kilometer yang mengitari 8 bukit itu berhasil diselesaikan. Hasil dari saluran irigasi ini tidak hanya mengairi desa Sentanamekar, melainkan juga dua desa tetangga, yakni desa Indrajaya dan Sukaratu.[3] PenghargaanSetelah usahanya terdengar oleh Presiden Soeharto, Ma Eroh dianugerahi penghargaan Kalpataru pada tahun 1988 dan kemudian juga mendapatkan Penghargaan Lingkungan Hidup dari PBB pada tahun 1989.[3] Walaupun demikian, piala Kalpataru tidak pernah dimiliki Ma Eroh dan keluarganya karena disimpan oleh Pemkab Tasikmalaya. Semenjak mendapatkan penghargaan tersebut, Ma Eroh sering diundang pada acara peringatan Hari Lingkungan Hidup dan Hari Kartini yang diselenggarakan oleh pemerintah.[2] Tugu untuk memperingati jasa Ma Eroh pun dibangun di alun-alun Tasikmalaya, bersama dengan Abdul Rozak yang juga berjasa melakukan hal serupa. Catatan kaki
|