Loro Blonyo
Loro Blonyo (bahasa Jawa: ꦭꦺꦴꦫꦺꦴꦧ꧀ꦭꦺꦴꦚꦺꦴ, translit. loro blonyo) adalah patung berbentuk sepasang figur pengantin Jawa.[1] Sepasang patung tersebut kemudian disimbolkan menjadi dua patung mempelai laki-laki dan perempuan, karena keduanya nanti akan mendatangkan kesuburan atau keturunan.[2][3] Patung mempelai laki-laki disebut Blonyo Jaler, duduk bersila dan mengenakan ageman basahan ala pengantin keraton dan memakai kain batik panjang yang disebut dhodhotan serta mahkota berupa kuluk kanigara.[4][5] Patung mempelai perempuan disebut Blonyo Estri, mengenakan kemben berupa kain batik dan bagian rambut diikat ke belakang atau disanggul serta dirias mengenakan perhiasan.[4][5] Loro Blonyo dipercaya membawa kesuburan kepada pemiliknya dan biasanya dipajang di halaman rumah, pendopo, pesta pernikahan dan tempat kebudayaan.[2] Loro Blonyo kini menjadi sebuah simbol harapan. Patung tersebut tidak hanya menjadi penanda wilayah pribadi suami istri, namun juga menjadi simbol bahwa sang pemilik sudah memiliki keluarga.[4] Loro Blonyo juga dipercaya dapat menimbulkan aura positif di dalam rumah sehingga keharmonisan kehidupan rumah tangga tetap terjaga.[4][5] EtimologiLoro Blonyo berasal dari kata bahasa Jawa: loro berarti "dua" dan blonyo berarti "luluran". Adapun bentuk kata kerja dalam bahasa Jawa: amblonyoi werna jenar yang berarti "melumuri warna kuning".[6] Loro Blonyo oleh masyarakat Jawa dipandang sebagai wadah tumuruning wiji yang berarti "tempat bibit yang akan tumbuh"[6], sehingga ditempatkan di dekat sepasang pengantin baru yang duduk bersandingan.[5] Sebagai penolak bala, kedua wajah patung diblonyo warna putih, sementara badannya diblonyo warna kuning.[7] Loro Blonyo kini dalam tradisi keluarga Jawa difungsikan sebagai hiasan yang ditempatkan di dalam rumah.[5] Loro Blonyo juga diinterpretasikan sebagai simbol seorang kekasih atau pengantin yang hendak dirias atau didandani, agar keduanya saling meluluhkan hati. Dalam filsafat Jawa dikenal dengan istilah loroning atunggal lan nyawiji yang berarti "keduanya menyatu dan bersatu" dalam satu keluarga.[6] Loro Blonyo dapat pula berfungsi sebagai simbol keharmonisan berumah tangga.[6] SejarahMasyarakat Jawa adalah masyarakat agraris yang menggantungkan hidup pada aktivitas bercocok tanam, terutama tanaman padi. Tradisi bertani ini telah berkembang sejak lama, termasuk pada era kebudayaan Hindu dan Buddha di pulau Jawa.[3][1] Konsep kesuburan pada masa pra-sejarah diwujudkan dengan perlambangan simbol-simbol alam. Air merupakan lambang kesuburan yang utama. Konsep kesuburan ini kemudian berkembang menjadi konsep Ibu Bumi.[4] Ibu Bumi oleh orang Jawa kuno dianggap sebagai tokoh yang memberikan kehidupan, asal mula dari segala kesuburan bagi seluruh makhluk hidup di bumi. Masyarakat Jawa pada era kebudayaan Hindu dan Buddha mengenal tokoh Dewi Sri yang disebut sebagai dewi kesuburan.[4] Pemahaman konsep Ibu Bumi dalam masyarakat Jawa mengalami perubahan yang signifikan ketika agama Islam berkembang di pulau Jawa.[4] Hal ini kemudian juga mempengaruhi pemahaman akan konsep kesuburan pada alam pikir orang Jawa yang menghadirkan dalam bentuk lain. Konsep tersebut kemudian digubah pada zaman Kesultanan Mataram dan dihadirkan dalam bentuk figur sepasang pengantin yang disebut Loro Blonyo.[3][1] Loro Blonyo merupakan hasil karya seni rupa Jawa yang dipengaruhi oleh perkembangan agama Islam, sebagai wujud kesuburan.[8][7] Konsep kesuburan menempatkan peristiwa bertemunya sperma dan ovum sebagai kesuburan tertinggi, karena dapat melahirkan keturunan baru.[3] Hal ini diibaratkan sebagai tanah yang bertemu dengan air. Konsep tersebut digubah dalam ajaran agama Islam, bahwa seorang laki-laki dan perempuan diperbolehkan berhubungan suami-istri setelah menjalin hubungan pernikahan atau sah secara hukum agama.[3][1] Pada perkembangannya Loro Blonyo digunakan sebagai hiasan dalam rumah. Meskipun tidak dipuja seperti Dewi Sri, tetapi oleh masyarakat Jawa figur Loro Blonyo mendapat kehormatan dan apreseasi sebagai bentuk karya seni.[8] StrukturWujud patung Loro Blonyo memiliki struktur yang disebut Telung Perangan, kemudian dibagi menjadi tiga bagian. Terdiri dari Perangan Inggil, Perangan Madya dan Perangan Andhap. Perangan Inggil ada pada bagian atas patung yaitu kepala, Perangan Madya yaitu bagian tengah patung meliputi badan dan tangan, kemudian Perangan Andhap ada pada bagian bawah meliputi kaki yang sedang duduk.[7][8] Blonyo JalerBlonyo Jaler adalah patung mempelai laki-laki, memiliki struktur Telung Perangan yang terdiri dari:
Blonyo EstriBlonyo Estri adalah patung mempelai perempuan, memiliki struktur Telung Perangan yang terdiri dari:
TradisiLoro Blonyo oleh orang Jawa difungsikan sebagai perlambang kesuburan. Kesuburan yang dimaksud adalah kesuburan dalam berumah tangga maupun penghasilan.[3][1] Masyarakat Jawa percaya personifikasi Loro Blonyo membawa keberuntungan (hoki), kesuburan dan keharmonisan berumah tangga bagi pemiliknya.[3] Makna yang terkandung dari filosofi Loro Blonyo sangat berpengaruh bagi orang Jawa.[1] Loro Blonyo biasanya ditempatkan di sentong tengah rumah joglo.[5] Blonyo Estri diposisikan di sisi kiri dan Blonyo Jaler di sisi kanan.[5] Namun, di lingkungan keraton Blonyo Estri memiliki kedudukan yang lebih tinggi, pada zaman dahulu anak seorang raja dianjurkan untuk menempatkan posisi Blonyo Estri (ibu) di sisi kanan sedangkan Blonyo Jaler (bapak) di sisi kiri.[4][5] ReferensiDaftar pustaka
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Loro Blonyo. |