Lex situs

Lex situs adalah asas hukum yang menyatakan bahwa perkara-perkara yang menyangkut benda-benda tidak bergerak tunduk pada hukum dari tempat dimana benda itu terletak, hukum yg berlaku.^[1]

Asas ini memiliki pengaturan tersendiri dalam hukum Indonesia secara terbatas, yang dibuat pada masa Penjajahan Kolonial Belanda melalui pasal 17 Algemene Bepalingen van wetgeving voor Indonesie (AB), yang isinya adalah: terhadap barang-barang yang tidak bergerak berlakulah undang-undang dari negeri atau tempat di mana barang-barang itu berada.^[2] Peraturan ini sekaligus menjadi peraturan kolonial Belanda yang masih berlaku selain KUH Perdata, KUHP, dan lain sebagainya.

Sesuai dengan redaksi yang tertulis di pasal 17 AB, pengaturan terhadap benda tetap, yang isinya adalah hukum dari tempat benda tersebut berada. Asas ini dirasa cukup tepat mengingat akan membuat eksekusi atau penegakan atas hak atas benda itu menjadi lebih mudah untuk dilakukan karena sesuai dengan kaidah hukum yang ada.^[3]

Kemudian dalam hal pewarisan yang mana merupakan benda tetap, maka proses tersebut ada bedasarkan hukum dari tempat dimana benda tersebut berada, sebagaimana berlaku prinsip lex situs ini.^[4]

Perlu ditegaskan kembali bahwa pasal ini mengatur mengenai benda tetap (onroerendgoederen). Akibat dari pengaturan dari AB tersebut, Indonesia memiliki kaidah hukum mengenai HPI terhadap benda tetap. Namun, mengenai kaidah HPI mengenai hal ini penting sekali untuk membuat aturannya dalam hierarki perundang-undangan, dan mengaturnya secara komprehensif. Di sisi lain pula, hal yang mengatur mengenai status benda bergerak dalam HPI belum dimiliki oleh Republik ini.

Apabila seseorang menghadapi suatu perkara/ statuta mengenai perbuatan melawan hukum yang sasarannya adalah benda tetap, maka aturan ditegakkan bedasarkan yurisdiksi benda tersebut berada. Seperti sengketa tanah yang berada di Kota A, meski para pihak bukan dari Kota A, penyelesaian sengketa harus diselesaikan di tempat tersebut.

1. ^ Saragih, Djasadin (1974). Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional (Jilid I). Kota Bandung: Alumni. hlm. 31.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
2. ^ Pasal 17 Algemene Bepalingen van wetgeving voor Indonesie (AB).  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
3. ^ Seto, Bayu (2013). Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional. Bandung. hlm. 77.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
4. ^ Seto, Bayu. Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional. Bandung. hlm. 189–191.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)