Kuta Pernangenen

Sejarah Kuta (dalam bahasa Karo), artinya Perkampungan Pernangenen

Bersumber dari Catatan Sejarah dalam Buku H. Wan Umaruddin Barus, "Siembelangpinggel dan Senembah", Monora, Medan, 1966 pada masa Wan Guntar Alam Barus yang di mana pernah memanggil dan mengumpulkan para Pengulu Kuta/Kampung, Perbapaan serta Sibayak-Sibayak yang ada di Wilayah Senembah sekitar Tahun 1918, maka dapat dibaca dan diperoleh informasi tentang pemimpin-pimimpin Kuta/kampung yang ada di Wilayah Senembah.[1] Salah satu Kuta/Kampung yang dimaksudkan adalah Kuta Pernangenen yang saat ini masuk kedalam wilayah Administrasi Desa Penungkiran Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.

Asal muasal kata Kuta Pernangenen menurut orang-orang tua di Pernangenen dan keturunan Pengulu Merga Ginting dari Pangkasilo (Lembab Ginting), bahwa Pernangenen berasal dari Kata "Pernehenen", dalam bahasa Karo yang artinya "Waspada terhadap Musuh". Ini mengingatkan kita terhadap gejolak dimasa lalu di mana sering sekali terjadi pertikaian dan peperangan antar Suku dan Kampung-Kampung di masa lalu, sehingga masing-masing suku dan Komunitas mencari tempat perlindungan sebuah wilayah yang aman dari serangan dan gejolak perang dimasa itu.

Letak Geografis Kuta Pernangenen

Kuta Pernangenen terletak di tengah-tengah Bukit yang di mana sebelah kanan dan kirinya adalah jurang yang dalam, sehingga untuk menuju Kuta Pernangenen dibutuhkan upaya yang ekstra pada masa lalu melewati tebing dan jurang yang terjal dan terkenal dengan akses masuk yaitu "Kandang Kersik", sebuah perlintasan jalan dengan diapit oleh jurang yang terjal yang harus dilewati.

Simantek Kuta/Pendiri Kampung Pernangenen

Pernangenen merupakan kampung Anak Beru dari Marga Ginting dari Sememei yang menjadi Perbapaan di Pernehenen adalah Bulat Sinukaban kemudian diteruskan anaknya Nasa Kaban. Antara Hoofd Perbaan Ujung Senembah yang pada saat itu adalah Raja Kem Barus yang merupakan Gamet dari Sinukaban yang ada dari Pernehenen. Untuk Sememe dibuka oleh Marga Ginting yang kemudian menjadi Sibayak Sememei. Kampung Pamah juga dibuka oleh marga Sinukaban yang merupakan generasi sebelumnya dari Sinukaban Pernenehen.[1]

Tahun 1875 Sejarawan Belanda (Mr. W. Stortenbeker Jr. & W. P. Groeneveldt) mencatat terdapat 40 Kepala Keluarga yang ada di Kampung Pernangenen 8 Kepala Keluarga di Sememei dan 15 Kepala Keluarga di Kampung Pamah. Keturunan Sinukaban Pernangenen dimulai dari Bulat Sinukaban, anaknya Nasa Sinukaban kemudian anaknya Sabah Sinukaban yang akhirnya menetap di Kuta Pangkasilo dan Syarikat Sinukaban yang menetap di Patumbak.

referensi : Buku H. Wan Umaruddin Barus, "Siembelangpinggel dan Senembah", Monora, Medan, 1966

  1. ^ a b referensi : Buku H. Wan Umaruddin Barus, "Siembelangpinggel dan Senembah", Monora, Medan, 1966