Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (Afrika Selatan)

Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) adalah sebuah badan yang mirip dengan pengadilan yang dibentuk di Afrika Selatan setelah berakhirnya Apartheid. Setiap orang yang merasa bahwa mereka telah menjadi korban kekerasan dipersilakan menghadap dan didengar oleh Komisi ini. Para pelanggar kekerasan pun dapat memberikan kesaksian dan memohon amnesti dari tuntutan. Pendengaran (hearing) dimuat dalam berita-berita nasional dan internasional dan banyak sesinya disiarkan lewat stasiun televisi nasional. Komisi ini merupakan komponen penting dari transisi menuju demokrasi yang penuh dan bebas di Afrika Selatan dan, meskipun terdapat sejumlah kekurangan, pada umumnya dianggap sangat berhasil.

Pembentukan dan mandat

KKR dibentuk berdasarkan Undang-undang Peningkatan Kesatuan Nasional dan Rekonsiliasi, No. 34 tahun 1995, dan basisnya di Cape Town. Mandat Komisi ini adalah memberikan kesaksian, mencatat, dan dalam kasus-kasus tertentu, memberikan amnesti kepada para pelaku kejahatan pelanggaran hak-hak asasi manusia, pemberian ganti rugi dan rehabilitasi. Beberapa anggotanya yang terkemuka adalah Uskup Agung Desmond Tutu (ketua), Dr Alex Boraine (wakil ketua), Mary Burton, pengacara Chris de Jager, Bongani Finca, Sisi Khampepe, Richard Lyster, Wynand Malan, Pendeta Khoza Mgojo, Hlengiwe Mkhize, Dumisa Ntsebeza (kepala Unit Investigasi), Wendy Orr, pengacara Denzil Potgieter, Mapule Ramashala, Dr Faizel Randera, Yasmin Sooka dan Glenda Wildschut

Komite

Pekerjaan KKR dilakukan melalui tiga komite:

  • Komite Pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia yang meneliti pelanggaran HAM yang terjadi antara 1960 dan 1994.
  • Komite Ganti Rugi dan Rehabilitasi yang bertugas memulihkan harga diri si korban dan merumuskan proposal untuk membantu dengan rehabilitasi.
  • Komite Amnesti mempertimbangkan permohonan amnesti yang diajukan sesuai dengan isi Undang-undang No. 35/1995.

Menurut teori, komisi ini diberikan kuasa untuk memberikan amnesti kepada mereka yang dituduh melakukan kejahatan pada masa Apartheid sejauh dua syarat terpenuhi: Kejahatan itu mempunyai motivasi politik dan keseluruhan kebenaran disampaikan oleh orang yang meminta amnesti.

Tak seorangpun yang dikecualikan dari tuduhan. Baik warga negara biasa maupun anggota kepolisian dapat dikenai tuduhan dan, terutama sekali, anggota-anggota African National Congress, partai yang berkuasa pada saat pengadilan berlangsung, pun dapat dikenai tuduhan.

5392 orang ditolak permohonan amnestinya, sementara 849 mendapatkannya, dari total 7112 pemohon (ada beberapa kategori tambahan, seperti tuduhan ditarik).

Temuan

Komisi mengajukan banyak saksi yang memberikan kesaksian mengenai tindakan-tindakan rahasia dan amoral yang dilakukan pemerintah Apartheid, pasukan-pasukan pembebasan termasuk ANC, serta kekuatan-kekuatan lain yang melakukan kekerasan yang oleh banyak orang dikatakan tidak akan muncul ke permukaan apabila Komisi ini tidak dibentuk.

Pada 29 Oktober 1998 Komisi mengajukan laporannya, yang mengutuk kedua pihak atas kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan.

Dampak

Karena pendekatan ini dianggap berhasil dalam menangani pelanggaran-pelanggaran HAM setelah perubahan politik yang luas, negara-negara lain telah membentuk komisi serupa, meskipun tidak selalu dengan cakupan yang sama ataupun memungkinkan tuduhan terhadap pihak yang berkuasa sekarang.

Berbagai film telah dibuat mengenai Komisi ini:

Lihat pula

  • Kebijakan Soviet tentang glasnost yang dibentuk dalam cara serupa untuk menangani kejahatan-kejahatan pada masa lampau.
  • Kebijakan Jerman Vergangenheitsbewältigung sering kali dibandingkan dengan kebenaran dan rekonsiliasi
  • Komisi Kebenaran tentang komisi kebenaran pada umumnya

Pranala luar