Kerusuhan Papua Nugini 2024
Kerusuhan Papua Nugini di awal tahun 2024 berawal pada hari Rabu tanggal 10 Januari 2024 di Ibukota dari Papua Nugini yaitu Port Moresby yang kemudian menyebar ke Kota Lae, kerusuhan ini disebabkan oleh kebijakan dari Perdana Menteri Papua Nugini James Marape yang mengumumkan pengurangan pajak yang kemudian dibatalkan. Hal ini menyulut kerusuhan dengan pembakaran, penjarahan dan berbagai aksi massa. Diperkirakan lebih dari 16 orang dilaporkan tewas. Hal ini kemudian membuat James Marape menyatakan keadaan darurat nasional selama 14 hari, dia juga memberhentikan pimpinan kepolisian nasional dan juga pimpinan dari Kementerian Keuangan Papua Nugini. Latar BelakangPemerintahan Perdana Menteri James Marape mengumumkan akan melakukan pengurangan pajak dengan cara melakukan pemotongan gaji dan upah dari pegawai negeri sipil termasuk didalamnya jajaran tentara dan kepolisian. Pada hari Rabu pagi tanggal 10 Januari 2024, para pegawai negeri, tentara dan aparat kepolisian melakukan unjuk rasa didepan Kantor Parlemen Papua Nugini di Papua Nugini karena upah yang biasa mereka terima tiba-tiba dipotong tanpa penjelasan. Pada sore hingga menjelang malam hari, unjuk rasa yang awalnya dimulai kemudian memanas dan berubah menjadi kerusuhan massal yang menyebar ke seluruh penjuru Kota Port Moresby[3]. Peristiwa
Akibat kerusuhan ini, setidaknya 16 orang dilaporkan meninggal dunia, 9 orang di Port Moresby dan 7 orang di Lae.[2] Setidaknya 31 orang terluka, dengan 25 diantaranya mengalami luka tembak dan 6 lainnya mengalami tikaman. Setidaknya 2 Warga Negara Tiongkok menjadi korban luka. AkibatPerdana Menteri James Menteri menerapkan Keadaan Darurat Nasional selama 14 hari dan mengumumkan bahwa pihaknya menerjunkan 1000 tentara untuk berjaga dan melakukan penangkapan apabila diperlukan. Dia juga memecat Kepala Kepolisian Papua Nugini dan beberapa pimpinan tinggi dari Kementerian Keuangan Papua Nugini[4]. Pada tanggal 11 Januari 2024, enam orang anggota parlemen mengundurkan diri dari jabatan mereka pada Pemerintahan James Marape, mereka mengatakan sudah tidak percaya lagi pada kepemimpinan James Marape terkait kerusuhan tersebut. James Nomane juga meminta James Marape untuk mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri dan menyalahkannya dan juga Kementerian Keuangan dan pihak kepolisian terkait krisis yang menjadi kerusuhan tersebut. ReaksiDomestikGubernur Distrik Ibukota Nasional Powes Parkop menyatakan bahwa kerusuhan massa di Port Moresby described the unrest in Port Moresby belum pernah terjadi sebelumnya[5], sementara itu Papua New Guinea Post-Courier menyatakan hari ini merupakan hari terkelam dalam sejarah Port Moresby.[1] Pemimpin Oposisi Joseph Lelang menyatakan bahwa kerusuhan merupakan satu-satunya cara bagi banyak warga yang frustasi untuk menyatakan kekesalan mereka dan meminta Pemerintahan James Marape untuk meredakan situasi[6]. Internasional
Referensi
|