Kemidi Rudat

Kemidi Rudat adalah sebuah teater tradisional Islam yang dipentaskan oleh muslim Suku Sasak di Pulau Lombok. Penyajiannya mengikuti kebudayaan Turki. Teater ini diciptakan oleh seorang pribumi haji yang kembali dari ibadah haji. Kisahnya mengenai prajurit Turki Islam. Para pemainnya menggunakan pakaian khas Timur Tengah. Lagu-lagu pengiringnya adalah musik Arab dengan lantunan Bahasa Arab atau Bahasa Melayu.[1]

Fungsi

Pada awalnya, Kemidi Rudat digunakan sebagai media dakwah Islam kepada Suku Sasak di Pulau Lombok. Tujuannya adalah untuk memberitahukan perbedaan antara kebenaran dan kebatilan. Selain itu, ini juga menjelaskan bahwa kebenaran akan selalu menang dari kebatilan. Setelah sebagian besar masyarakat Suku Sasak beragama Islam, Kemidi Rudat tetap dipentaskan sebagai hiburan masyarakat dalam berbagai kegiatan adat dan kegiatan keagamaan.[2]

Perintis

Kemidi Rudat diciptakan oleh seorang haji yang berasal dari Suku Sasak setelah ia kembali dari perjalanan haji di Mekkah. Teater yang diciptakannya bernuansa Islam dengan gaya khas Timur Tengah. Penamaannya berasal dari kata dalam bahasa Arab yaitu "raudatun", yang berarti taman bunga. Persimbolan yang digunakan dalam pertunjukan menampikan ciri khas masyarakat Suku Sasak di Pulau Lombok.[3]

Ciri khas

Pada awalnya, Kemidi Rudat berkembang di lingkungan pesantren, sehingga seni gerak dan seni vokal selalu diiringi oleh tabuhan rebana. Selain itu, syair-syair yang dilantunkan membahas tentang keagungan Allah dan salawat kepada Rasulullah.[4] Kemidi Rudat juga menampilkan dialog dan lirik lagu yang mewakili nilai kearifan lokal dalam kehidupan masyarakat Suku Sasak, yaitu Tindih. Masyarakat digambarkan memiliki komitmen akan kebenaran dan kebaikan yang berlandaskan keimanan.[5]

Kisah

Kemidi Rudat merupakan hasil pengembangan teater tradisional Melayu-Islam. Konsepnya dipengaruhi oleh teater Eropa dan kebudayaan Melayu dengan sumber cerita yaitu kisah Seribu Satu Malam.[6] Kemidi Rudat diawali dengan kisah mengenai raja Indra Bumaya. Ia adalah raja dari negeri Ginter Baya.[4] Ia memiliki pesaing yaitu sultan Ahmad Mansyur yang berkuasa di negeri Puspasari. Raja Indra Bumaya memiliki ambisi untuk merebut negeri Puspasari menjadi wilayah kekuasaannya. Ia kemudian mengirim utusan ke sultan Ahmad Mansyur dengan pesan bahwa wilayah negeri Puspasari harus menjadi miliknya. Pesan ini membuat sultan Ahmad Mansyur marah.[7] Kedua penguasa ini kemudian mengadakan perang tanding. Awalnya, raja Indra Bumaya berhasil mengalahkan sultan Ahmad Masnyur. Setelah itu ia dikalahkan oleh putra sultan Ahmad Mansyur yang bernama Ibrahim Basari. Kekalahan ini membuat perang dimenangkan oleh negeri Puspasari.[8]

Referensi

  1. ^ Murahim 2011, hlm. 60.
  2. ^ Murahim 2011, hlm. 60–61.
  3. ^ Sastra dan Marijo 2019, hlm. 34.
  4. ^ a b Murahim 2019, hlm. 78.
  5. ^ Sastra dan Marijo 2019, hlm. 34–35.
  6. ^ Murahim 2019, hlm. 76.
  7. ^ Murahim 2019, hlm. 79.
  8. ^ Murahim 2019, hlm. 80.

Daftar pustaka