Pada 28 Maret 2024, sebuah bus umum mengalami kecelakaan di dekat Mamatlakala, Limpopo, provinsi paling utara di Afrika Selatan, menewaskan 45 orang dan terdapat satu anak perempuan berusia delapan tahun yang menderita luka serius, sebagai satu-satunya orang selamat.[1][2] Menurut Departemen Transportasi Afrika Selatan, kecelakaan terjadi saat sopir kehilangan kendali. Bus keluar dari jembatan dan kemudian terbakar. Bus tersebut berisi rombongan peziarah Paskah dengan tujuan dari Gaborone, Botswana, ke Moria, Afrika Selatan.[1][2][3]
Latar belakang
Afrika Selatan memiliki salah satu jaringan jalan paling maju di Afrika namun salah satu dengan catatan keamanan yang buruk.[4] Selama empat hari akhir pekan Paskah pada tahun 2023, Afrika Selatan mencatat 185 insiden fatal kendaraan roda empat yang menyebabkan 225 korban jiwa.[5] Dalam pernyataan yang dibuat empat jam sebelum kecelakaan, Presiden Cyril Ramaphosa mengingatkan warga Afrika Selatan untuk berhati-hati di jalan saat akhir pekan Paskah: "Mari lakukan yang terbaik untuk menciptakan Paskah yang aman. Paskah bukan waktu kita duduk santai dan menunggu statistik terbaru terkait tragedi atau kecelakaan di jalan raya kita."[5]
Zion Christian Church, denominasi Kristen terbesar di Afrika bagian selatan, berkantor pusat di Moria dan menarik minat jutaan umat Kristen dari Afrika Selatan dan negara tetangganya untuk melakukan ziarah tahunan saat Paskah.[6] Ziarah tahun 2024 adalah yang pertama di kota tersebut sejak pandemi COVID-19.[7][8]
Kecelakan
Bus tersebut memiliki plat nomor Botswana dan digunakan membawa peziarah dari St. Engenas Zion Christian Church di Molepolole, sekitar satu jam dari Gaborone, yang sedang menuju kebaktian gereja Paskah di Moria.[6] Terdapat total 46 penumpang dan sedang melakukan perjalanan di rute regional 518 melalui Kloof Pass, sebuah rute pegunungan yang memiliki tikungan tajam.[9] Informasi awal menunjukan pengemudi melewatkan belokan ke rute nasional N11 yang lebih lancar.[10]
Bus jatuh ke sisi Jembatan Mma Matlakala,[11] di Mmamatlakala antara Mokopane dan Marken,[1][12] dan masuk ke jurang, terbakar setelah menabrak permukaan berbatu sekitar 50 meter (160 ft) di bawah jembatan.[7] Kementerian Transportasi Afrika Selatan mengatakan pengemudi kehilangan kendali bus, yang menyebabkan bertabrakan dengan penghalang dan keluar ke sisi jembatan.[1][13][14] Menurut petugas penyelamat, bus tersebut juga menarik sebuah trailer, menambah beban.[8] Kebakaran tersebut salah satunya disebabkan tabung gas yang dibawa oleh banyak penumpang untuk keperluan memasak. Penumpang yang selamat terjebak di reruntuhan namun tidak dapat segera diselamatkan oleh tim penyelamat hingga terbakar hidup-hidup.[15]
Operasi penyelamatan dimulai setelah kecelakaan dan berlangsung hingga larut malam.[16]
Korban jiwa
Empat puluh lima orang meninggal dalam kecelakaan ini.[3] Satu-satunya yang selamat, anak perempuan berusia delapan tahun, dilarikan ke rumah sakit dengan luka yang serius. Ia kemudian dilaporkan dalam kondisi stabil, dengan luka kecil di lengan, kaki, kepala dan punggung. Sopir dan penumpang semuanya warga negara Botswana.[6] Anak perempuan itu diperkirakan keluar dari rumah sakit pada 3 April dan dipulangkan ke Botswana.[17]
Beberapa jenazah terbakar sehingga tidak bisa dikenali lagi, sementara yang lain sulit dijangkau karena puing-puing yang berserakan di lokasi kecelakaan.[1][13][14] Seorang wanita meninggal sesudah diterbangkan dari tempat kejadian.[18] Per 29Maret, 34 ditemukan di tempat kejadian, hanya sembilan yang bisa diidentifikasi.[6]
Tanggapan
Presiden Ramaphosa menyampaikan belasungkawa kepada Presiden Botswana Mokgweetsi Masisi,[19] dan menjanjikan bantuan kepada negara tersebut.[3] Menteri Transportasi Afrika Selatan Sindisiwe Chikunga melakukan perjalanan ke lokasi kecelakaan, ia menyatakan pentingnya mengemudi dengan penuh kesadaran selama akhir pekan Paskah dan menyampaikan pemikiran dan doa kepada keluarga korban. Ia menambahkan bahwa pemerintah Afrika Selatan akan membantu memulangkan jenazah ke Botswana dan mengadakan penyelidikan penuh.[2][8] Menteri Luar Negeri Bostwana Lemogang Kwape menyebut insiden tersebut sebagai bencana, dan mengatakan ia menerima telepon dari mitranya di Afrika Selatan, Naledi Pandor yang memberitahu ia tentang situasi.[6]