Kesalahan manusia (Truk Bermuatan Tangki menerobos) Kesalahan teknis (Palang Pintu kereta api yang tidak berfungsi)
Statistik
Kereta api
1
Kru
3
Meninggal dunia
7 (4 penumpang, 3 petugas KRL)
Luka-luka
73
Kerusakan
gerbong pertama yang khusus untuk kereta wanita hingga gerbong ketiga anjlok dan terguling ke kanan sehingga kabin masinis rusak berat serta truk muatan tangki terbakar parah
Kecelakaan KRL Commuter Line Bintaro 2013 (juga disebut Tragedi Bintaro II) adalah kecelakaan kereta api yang terjadi pada tanggal 9 Desember 2013, ketika sebuah kereta api rel listrik (KRL) Commuter Line menabrak sebuah truk tangki Pertamina yang membawa bahan bakar jenis premium sebanyak 24.000 liter di perlintasan kereta api Pondok Betung, Bintaro pada Senin pagi.[1] Kecelakaan ini terjadi diduga karena truk bermuatan tangki menerobos saat palang pintu yang tidak berfungsi.[2]
Kronologi
KRL Commuter Line jurusan Serpong–Tanah Abang bernomor 1131 berangkat dari Serpong sekitar pukul 11.01, tetapi sedikit terlambat karena ada perbaikan AC. Setelah itu berangkat menuju Pondok Ranji. Disitulah kesalahan mulai terjadi. Truk tangki melewati perlintasan, tak jauh KRL datang. Petugas langsung mengibarkan bendera merah. KRL tak bisa rem mendadak dan akhirnya pukul 11.25 terjadilah tabrakan. Sekitar pukul 11.30 barulah tiga kali terjadi ledakan.
Lokasi
Tabrakan terjadi di perlintasan sebidang Jalan Bintaro Permai bernomor JPL 57A dekat dengan Pondok Betung, sekitar 200 meter dari lokasi Tragedi Bintaro 1 pada tahun 1987.
Sebelum kejadian
Asisten masinis sempat memberitahukan bahwa akan siap-siap menghadapi tabrakan, tetapi penumpang tidak menghiraukan. Penumpang langsung terjatuh dan miring ke kanan. Saksi mata menyebutkan bahwa KRL berhenti mendadak dan lampu kereta mati. Penumpang di gerbong 1 & 2 berhamburan ke belakang karena di depan hawanya terasa panas.
Korban
Masinis, Asisten Masinis, Teknisi Kereta meninggal karena posisi mereka terjepit. Sementara 2 penumpang wanita yang bernama Ny. Rosa meninggal di Rumah Sakit Suyoto Veteran. Masinis 1131, Darman Prasetyo dimakamkan di Purworejo.[butuh rujukan]
Pasca-kejadian
Kecelakaan ini membuat lalu lintas kereta api antara Kebayoran dan Pondok Ranji terhambat, sehingga kereta dari arah Merak maupun Tanah Abang tidak bisa melintas. Butuh beberapa waktu sampai jalur bisa dilewati, dan kereta api yang pertama melewati jalur ini pasca-kecelakaan adalah kereta api Krakatau Express dari arah Kediri pada dini hari esok harinya. Tapi KRL belum bisa melintas karena aliran Listrik Aliran Atas (LAA) belum selesai diperbaiki. Setelah beberapa hari, akhirnya KRL pun bisa melintas. Pada beberapa hari pasca-kecelakaan, kecepatan di tempat kejadian perkara dibatasi 5 km/jam.
Meskipun korban jiwa dari kecelakaan ini tidak sebanyak kecelakaan-kecelakaan sebelumnya, tetapi ini membuat PT KAI Commuter Jabodetabek melakukan pembenahan, seperti penambahan petunjuk keadaan darurat pada KRL, mengingat pada saat kejadian, banyak penumpang yang kebingungan untuk membuka pintu saat darurat, juga jalan keluar lewat jendela.
Kecelakaan ini menyebabkan PT KCJ kehilangan 1 set KRL Tokyo Metro seri 7000, yaitu set 7121F. Meskipun kereta yang rusak berat hanya kereta 7121 dan sisanya tidak rusak atau rusak ringan, akibat kerusakan di kereta 7121 yang sudah sulit diperbaiki, khususnya bagian kabin masinis, maka KRL ini berhenti beroperasi dan menjadi bahan kanibalisasi komponen untuk kereta yang masih beroperasi. Kini, KRL Tokyo Metro 7000 set 7121F telah dirucat di Stasiun Cikaum, kecuali kereta yang bertabrakan (7121) yang disimpan di Depo Depok. Pada akhir tahun 2017, kereta 7121 pun dirucat di Depo Depok.
Prasasti ketiga petugas KRL yang tewas di tragedi ini telah dibuat di Stasiun Tanahabang untuk mengenang kejadian tersebut, dan perlintasan sebidang tempat terjadinya kecelakaan kini telah ditutup dan flyover pun telah dibangun untuk mencegah kecelakaan serupa terulang.