Karandja Lemba atau Toma I Dompo, adalah Raja Sigi yang memimpin Perang Sigi-Dolo pada periode awal tahun 1900-an di lembah Palu. Bersama rakyatnya, ia melakukan perang terbuka melawan Hindia Belanda hingga penangkapannya pada tahun 1905 dan diasingkan ke Kabupaten Sukabumi pada tahun 1915. Karanjalembah lahir di Biromaru pada tahun 1852. Wafat di Kabupaten Sukabumi pada tahun 1922.
Perlawanan
Merah darah tertumpah, putih tulang ditebas, kumati demi negeriku.[a]
Karanjalembah
Sebagai raja muda Sigi, Karanjalembah bergelar Toma I Dompo. Ia menentang secara terbuka aturan Hindia Belanda tentang Plakat Pendek (Koerte Varklaring), yang berisi pengakuan raja-raja di Nusantara untuk mengakui kekuasaan mereka atas wilayahnya. Sifat tegas dan keras kepala yang dimiliki Karanjalembah membuat pihak Hindia Belanda mencari cara lain. Belanda memfitnahnya dengan tuduhan mencuri seekor kuda kesayangan seorang bangsawan Belanda. Perangkap ini sengaja dipasang untuk menangkapnya sebagai panglima perang, sebab ialah penghalang utama bagi pihak Belanda dalam rangka memuluskan rencana mereka untuk menguasai Lembah Kaili.[1]
Kematian
Karanjalembah wafat pada tahun 1922 dalam pengasingannya di Sukabumi dan dimakamkan di Desa Cisaat, Kecamatan Cisaat. Pada tahun 2006, di masa pemerintahan GubernurBandjela Paliudju, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah memindahkan jenazah Karanjalembah dari Sukabumi ke Desa Watunonju, Kabupaten Sigi.[2] Pemindahan ini menelan biaya sekitar Rp 250 juta, dengan tujuan untuk memudahkan perawatan sekaligus upaya memperjuangkan Raja Sigi Karanjalembah sebagai pahlawan nasional.[3]
Warisan
Makam Karanjalembah ditetapkan sebagai salah satu Cagar Budaya di Provinsi Sulawesi Tengah.[4] Untuk mengenangnya, banyak jalan raya di kota-kota Sulawesi Tengah seperti Palu dan Sigi Biromaru yang dinamakan Jalan Karanjalembah.
Catatan
^Dalam bahasa Kaili, berarti Malei raa mabubu mabula buku ratimbe kana kupomate ngataku.