Kabupaten Changnyeong

Changnyeong

Changnyeong (창녕군) adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi Gyeongsang Selatan, Korea Selatan.[1] Kabupaten ini memiliki wilayah perlindungan alam liar yang masih alami dan situs-situs kuno bersejarah.[1] Nakdong-gang, sungai terpanjang di Korea Selatan, mengaliri melewati wilayah ini sebelum bermuara ke Selat Korea.[1]

Rawa Upo

Rawa Upo (우포늪) adalah sebuah rawa yang terletak di wilayah Kabupaten Changnyeong.[2] Rawa ini merupakan bagian dari dataran basah dan rawa alami terluas di Korea yang berfungsi sebagai tempat pelestarian ekologi.[3] Rawa Upo bersama daerah rawa lainnya di kawasan ini, seperti Mokpo, Sajipo, dan Jjokjibeol dinamakan dengan sistem Rawa Upo .[2] Luas keseluruhan Rawa Upo mencapai 2 juta m².[1]

Peninggalan sejarah

Seokbinggo
Situs Makam Gaya

Changnyeong kaya akan peninggalan sejarah, antara lain:

  • Changnyeong Seokbinggo atau Rumah Es Changnyeong adalah jenis gudang di bawah tanah yang digunakan untuk menyimpan batu es.[1] Seokbinggo dibangun pada masa Dinasti Joseon (1392-1910) dan merupakan Harta Nasional Korea Selatan No.310.[1]
  • Cheok-gyeongbi (monumen batu) adalah prasasti yang didirikan oleh Raja Jinheung dari Silla.[1] Monumen ini merupakan harta nasional nomor 33 dan terletak di taman Manokjeong, kota Changnyeong.[1] Cheok-gyeongbi didirikan pada tahun 561 untuk memperingati penaklukkan Silla atas kerajaan Bihwa Gaya.[1]
  • Changnyeong cheok-hwabi adalah salah satu monumen yang didirikan oleh Heungseon Daewongun (ayah Kaisar Gojong) pada tahun 1871 di seluruh negeri sebagai lambang penentangan terhadap imperialisme barat.[1]
  • Changnyeong-gaeksa adalah bangunan penginapan tua yang didirikan sekitar 300 tahun yang lalu.[1] Bangunan yang dibuat tanpa menggunakan paku ini telah beberapa kali dipindahkan dan diperbaiki, namun masih menampilkan arsitektur yang asli.[1]
  • Pagoda tiga tingkat di desa Suljeong. Pagoda ini konon dianggap sama cantiknya dengan Pagoda Seokga di Kuil Bulguk di Gyeongju dan dibangun pada saat yang bersamaan, namun bagian puncaknya tidak lagi tersisa. Julukannya adalah Pagoda Timur.
  • Kompleks Gundukan Makam Gyodong.[4] Situs makam ini merupakan Situs Bersejarah Korea Selatan No.80 yang membentuk gundukan-gundukan bukit kecil yang merupakan peninggalan Kerajaan Bihwa Gaya.[4]
  • Museum Changnyeong adalah museum yang menampilkan 1.012 buah artefak peninggalan Kerajaan Bihwa Gaya.[1]
  • Gwallyongsa atau Kuil Gwallyong adalah kuil yang terletak di kaki Gunung Hwawang.[1] Kuil ini didirkan pada masa kerajaan Silla.[5] Aula utama kuil, Yaksa-jeon beserta patung Buddhanya merupakan harta nasional.[5]

Hwawangsan

Gunung Hwawang

Hwawangsan atau Gunung Hwawang adalah gunung yang memiliki ketinggian 2.600 meter dan populer sebagai objek wisata sepanjang tahun dikarenakan keindahannya.[1] Pada musim semi Hwawangsan dipenuhi oleh bunga azalea yang berwarna ungu.[6] Sementara pada musim panas, dari celah-celah bebatuannya mengalir mata air.[1] Pada musim gugur, dedaunan di gunung ini menjadi berwarna dan padang rumputnya menjadi kuning keemasan serta dipenuhi bunga eulalia.[1][6] Di gunung ini setiap tahun diselenggarakan festival kembang api.[1]

Di Hwawangsan terdapat Benteng Hwawangsan yang dibangun oleh Jenderal Gwak Jae-u pada masa Dinasti Joseon sebagai perlindungan pada masa Invasi Jepang ke Korea pada tahun 1592.[6]

Desa Yeongsan

Di kaki gunung Hwawang terdapat desa Yeongsan yang dikenal sebagai desa pertama di Korea yang memulai Pergerakan Satu Maret menentang penjajahan Jepang pada tahun 1919.[1] Masyarakat desa Yeongsan menyelenggarakan permainan Yeongsan Seomeorigi yang merupakan Warisan Budaya Nonbendawi Korea Selatan No.25.[1] Permainan ini dilakukan dengan kompetisi dua kelompok yang terdiri dari beberapa orang yang memanggul ranting-ranting pohon pinus yang dibuat membentuk seekor sapi.[1] Kedua kelompok ini diwakili oleh seorang jenderal, letnan jenderal dan mayor jenderal yang menduduki miniatur sapi itu dan berperang dengan kelompok lain.[1] Kelompok yang jatuh dianggap kalah.[1] Jenis permainan tradisional lainnya yang terkenal adalah Yeongsan Juldarigi, yang merupakan warisan budaya nomor 26.[1]

Mata air panas Bugok

Mata air panas Bugok adalah sumber air panas yang dikenal sebagai tempat berendam.[7] Mata air Bugok dikenal berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit kulit karena kaya akan kandungan mineral dan sulfur.[7]

Pranala luar

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x (Inggris) Bae Han-Bong (2007). "Changnyeong—Reminders of the Past Offer Hope for the Future" (PDF). Koreana. 21: 65–73. Diakses tanggal 16 Juli 2010.  [pranala nonaktif permanen]
  2. ^ a b Lee, Yong-su (2000). "Upo Wetlands" (PDF). Koreana. 14.  [pranala nonaktif permanen]
  3. ^ (Indonesia)Telur burung ibis berjambul berhasil ditetaskan di rawa Upo[pranala nonaktif permanen], kbs. Diakses pada 2 Juni 2010.
  4. ^ a b (Inggris)Changnyeonggyodonggobungun (Ancient Tombs in Gyo-dong, Changnyeong)[pranala nonaktif permanen], ocp.go.kr. Diakses pada 19 Juli 2010.
  5. ^ a b (Inggris)Gwallyongsaseokjoyeoraejwasang (Seated stone buddha statue of Gwallyongsa Temple)[pranala nonaktif permanen], jikimi.cha.go.kr. Diakses pada 19 Juli 2010.
  6. ^ a b c (Inggris)Mt. Hwawangsan[pranala nonaktif permanen], san.go.kr. Diakses pada 19 Juli 2010.
  7. ^ a b (Inggris)Bugok Hot Springs-Bugok Hawaii Diarsipkan 2009-10-24 di Wayback Machine., visitkorea. Diakses pada 19 Juli 2010.