Johanis Amping Situru, S.H. (lahir 16 Juli 1943) adalah semula merupakan pegawai mahkamah agung RI yang terakhir bertugas sebagai panitera pengganti di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Setelah pensiun, ia lalu kembali ke kampung halamannya menjadi politisi. Sebelum memasuki periode pemilihan langsung, ia telah menjabat sebagai Bupati Tana Toraja untuk periode yakni 2000—2005, kemudian terpilih dalam pemilihan langsung untuk periode 2005—2010. Terakhir ia masuk ke legislatif dan menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tana Toraja periode 2014—2016.
Riwayat Jabatan
Kasus Korupsi
Semasa menjabat Bupati, Amping pernah dihukum karena kasus korupsi. Kasus bermula saat Amping menambah anggaran tak tersangka pada APBD 2003, yaitu dari Rp382 juta menjadi Rp932 juta. Setahun kemudian, Amping membuat anggaran Bantuan Keuangan Penghubung sebesar Rp1,4 miliar. Anggaran-anggaran itu ternyata tidak digunakan sesuai peruntukannya. Hal itu membuat jaksa curiga dan memproses Amping ke meja hijau.
Pada 24 Januari 2011, Pengadilan Negeri (PN) Makassar menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara ke Amping. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Makassar pada 21 Juli 2011. Di tingkat kasasi, hukuman Amping diperberat menjadi 6 tahun penjara. Pada 7 April 2011, MA memutuskan Amping terbukti bersalah melakukan korupsi yang dilakukan bersama-sama dan berlanjut. Amping juga diwajibkan mengembalikan uang yang dikorupsi sebesar Rp895 juta. Meskipun pada tahun 2016 dirinya mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung, namun majelis hakim agung PK yang terdiri atas ketua majelis Syarifuddin dengan anggota Andi Samsan Nganro dan Syamsul Rakan Chaniago tetap menguatkan putusan kasasi. Ketiganya menyatakan alasan PK telah dipertimbangkan dalam putusan sebelumnya dan tidak terdapat suatu kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata sebagaimana didalilkan Amping selaku pemohon PK.[1]
Setelah permohonan PK dirinya ditolak, tampaknya belum ada upaya hukum untuk mengeksekusinya. Tiba-tiba saat akan berangkat ke Lombok, NTB, Amping lalu ditangkap pada 15 Januari 2016 di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar di Maros. Tim penyidik Kejaksaan Negeri Makassar mengeksekusinya dengan menjebloskan ke sel tahanan Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Makassar.[2] Saat di Lapas Makassar, dirinya sempat mengalami depresi, semacam penyakit evisolder depresi soematic (depresi ringan).
Tahun 2020, Amping kembali dipanggil tim penyidik dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan dalam tahap awal pemeriksaan kasus pengalihan lahan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Mapongka, Kecamatan Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja. Ia diperiksa selama empat jam. Usai diperiksa, dirinya langsung memberikan keterangan kepada wartawan bahwa pada masa ia menjabat sebagai Bupati Tana Toraja, ia telah menyurati pihak Kantor Pertanahan Tana Toraja sebanyak dua kali untuk menyampaikan bahwa hutan Mapongka adalah kawasan produksi terbatas dan seharusnya tetap jadi hutan lestari. Ia berharap kasus ini diproses tuntas apalagi disekitar kawasan ada aset negara.[3] Belakangan, kasus ini malah tidak jelas penyelesaiannya. Pada tahun 2021, memang ada beberapa orang yang ditetapkan tersangka, namun tidak jelas apakah berlanjut sampai ke pengadilan atau kasusnya mengendap begitu saja.[4] Seperti awan di Lolai - To' Tombi yang perlahan menghilang saat matahari makin terik.[5]
Referensi