Jamalul D. Kiram III (16 Juli 1938 – 20 Oktober 2013; memerintah 1974 - 1981, 2012 - 2013) adalah salah seorang pengklaim Sultan Sulu di Sulu, di selatan Filipina selama era Marcos. Ia merupakan kandidat senator pada Pemilihan umum Filipina 2007.[1] Dengan pensiun, hak suksesi kesultanan diperdebatkan di kalangan ahli warisnya seperti Mohammad Akijal Atti. Sengketa hak suksesi berakhir pada tangga 11 November 2012 ketika semua penggugat dari keluarga Kiram bertemu bersama di Sulu, mengakhiri perseteruan panjang mereka selama beberapa dekade.
Kebuntuan Lahad Datu 2013
Dimulai pada tanggal 9 Februari 2013, sekitar 235 orang bersenjata yang dipimpin oleh Raja Muda Agbimuddin Kiram saudara Sultan Sulu Jamalul Kiram mendarat secara ilegal di Lahad Datu, sebuah provinsi dari negara bagian Sabah, Malaysia, menuntut pengakuan dari Malaysia sebagai pemilik sah kawasan timur Sabah serta melakukan negosiasi ulang persyaratan sewa, yang sebelumnya dilakukan dengan perusahaan perdagangan Inggris. Jamalul Kiram III dilaporkan telah mengarahkan orang tersebut untuk tidak pergi, karena menganggap Malaysia "hanya menyewa" Sabah dari pewaris Kesultanan.
Meninggal
Pada 20 Oktober 2013 Kiram III meninggal karena kegagalan multi organ. Dia membuat permintaan untuk dimakamkan di ibu kota Kesultanan di Maimbung, Sulu. Dia meninggalkan delapan anak dengan dua istri.[2] Banyak tokoh-tokoh politik memberikan penghormatan terakhir mereka kepada Sultan termasuk gubernur Daerah Otonomi Muslim Mindanao saat ini, Mujiv Sabbihi Hataman dan wakil gubernur Sulu, Abdusakur Mahail Tan,[3] Mantan Ibu Negara Filipina, Imelda Marcos,[4] dan dari Istana Malacanang.[5]
Polisi Diraja Malaysia di Sabah bereaksi terhadap kematian Kiram dengan mengatakan bahwa mereka "akan terus waspada terhadap gangguan apapun."[6] Juru bicaranya mengatakan bahwa Keluarga Kerajaan Kiram akan terus melakukan persengketaan Sabah.[7]
Referensi
Pranala luar