Iwao Hakamada |
---|
Lahir | 10 Maret 1936 (umur 88) Shizuoka, Shizuoka, Jepang |
---|
Kebangsaan | Jepang |
---|
Pekerjaan | Petinju |
---|
Dikenal atas | Orang yang menunggu hukuman mati paling lama di dunia (46 tahun) |
---|
|
|
Iwao Hakamada (袴田 巖, Hakamada Iwao, kelahiran 10 Maret 1936) adalah seorang mantan petinju profesional Jepang yang dikenai hukuman mati pada 11 September 1968, atas tuduhan pembunuhan 1966 yang dikenal sebagai Insiden Hakamada. Pada 10 Maret 2011, Guinness World Records mensertifikasikan Hakamada sebagai orang yang menunggu hukuman mati paling lama di dunia.
Kehidupan awal dan karier tinju
Iwao Hakamada lahir pada 10 Maret 1936 di Shizuoka, Shizuoka, Jepang.[1] Ia memiliki kakak perempuan, Hideko; kakak laki-lakinya Shigeji meninggal pada 2001.[2] Dari 1959 sampai 1961, Hakamada bertarung dalam 29 pertandingan tinju profesional.[1] Ia berada di peringkat keenam dalam kelas bulu.[3] Ia menyelesaikan kariernya dengan rekor 16–11–2, termasuk satu kemenangan TKO.[1] Setelah berkarier sebagai petinju, ia bekerja di sebuah perusahaan miso yang berbasis di Shizuoka.[4]
Insiden dan pengadilan
Iwao Hakamada dinyatakan terbukti bersalah membakar kediaman pemilik sebuah perusahaan miso di Prefektur Shizuoka pada Juni 1966. Dalam kebakaran itu, pemilik rumah dan tiga kerabatnya tewas.
Hakamada, yang pernah menjadi juara tinju, pernah bekerja di perusahaan itu dan diperiksa secara intensif selama 23 hari sebelum akhirnya mengakui perbuatannya. Padahal, pakaian yang ditemukan di lokasi kejadian tidak cocok dengan tubuh Hakamada. Senjata yang diduga digunakan Hakamada pun tidak sesuai dengan luka para korban.
Di pengadilan, Hakamada menarik pengakuannya dan mengatakan, selama diperiksa polisi, dia tidak diberi makan dan minum, dipukuli, serta hanya diperkenankan berbicara dengan pengacaranya sebanyak tiga kali. Namun, pengadilan tetap menjatuhkan hukuman mati kepada Hakamada.
Dua hakim di pengadilan dengan yakin menjatuhkan hukuman mati kepada Hakamada. Sementara itu, hakim ketiga merasakan ada yang salah dengan keputusan itu dan memutuskan mundur dari pekerjaannya lalu menjadi pengacara.
Sang mantan hakim, Norimichi Kumamato, sejak saat itu membantu berbagai upaya banding yang dilakukan tim kuasa hukum Hakamada hingga ke Mahkamah Agung. Sayangnya, semua upaya itu gagal.
Satu permintaan agar kasus itu diperiksa kembali saat ini tengah dipertimbangkan berdasarkan bukti DNA, meski kuasa hukum Hakamada mengakui kondisi mental kliennya menurun drastis. Sejak Agustus 2010, Hakamada menolak bertemu dengan keluarganya.
Kasus Hakamada ini memperkuat kritik Amnesti Internasional kepada Jepang, yang melaksanakan kembali hukuman mati setelah sempat menghentikannya selama 20 bulan. Saat ini terdapat 130 terpidana mati yang menunggu eksekusi.[5]
Lihat pula
Referensi
Pranala luar