Islam Abduganiyevich Karimov (bahasa Rusia: Ислам Абдуганиевич Каримов; 30 Januari 1938 – 2 September 2016) adalah Presiden Uzbekistan pertama yang menjabat dari tahun 1991 hingga kematiannya pada tahun 2016.
Ia mendeklarasikan Uzbekistan sebagai negara merdeka pada 31 Agustus 1991 dan kemudian memenangkan pemilihan presiden pertama pada 29 Desember 1991, dengan 86% suara. Kelompok internasional dan partai oposisi mengatakan bahwa terdapat penyimpangan dalam pemilihan umum tersebut,[3] dengan adanya propaganda yang dikelola negara dan penghitungan suara palsu, meskipun begitu, kandidat lawan dan pemimpin Partai Erk, Muhammad Salih, memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemilu.
Pada 29 Agustus 2016 ia dilaporkan berada di perawatan intensif, setelah menderita strok.[4][5][6] Kematiannya secara resmi dikonfirmasi pada 2 September 2016.[7]
Mulai berkuasa
Karimov menjadi pejabat di Partai Komunis Uni Soviet, menjadi Sekretaris Pertamanya di Uzbekistan pada 1989. Pada 24 Maret1990 ia menjadi Presiden Republik Sosialis Soviet Uzbek. Ia mendeklarasikan kemerdekaan Uzbekistan pada 31 Agustus 1991 dan menang dalam pemilihan presiden pertama Uzbekistan pada 29 Desember pada tahun itu dengan 86% suara. Pemilihan itu dituduh tidak adil, dengan propaganda yang diselenggarakan oleh negara, dan manipulasi penghitungan suara, meski kandidat dan pemimpin oposisi Partai Erk (Kebebasan), Muhammad Solih, memiliki kesempatan berpartisipasi. Segera setelah pemilihan, diambil tindakan politik yang keras memaksa para pemimpin oposisi mengasingkan diri, sementara banyak lagi yang lainnya dijatuhkan hukuman penjara dalam jangka panjang dan beberapa lagi hilang.[butuh rujukan]
Menjadi presiden
Pada 1995, Karimov memperpanjang masa jabatannya sampai 2000 melalui suatu referendum yang banyak dikritik. Ia terpilih kembali dengan 91,9% suara pada 9 Januari2000. AS mengatakan bahwa pemilihan ini "tak bebas dan tak wajar dan tidak memberikan pilihan yang sebenarnya kepada para pemilih Uzbekistan".[8]
Kandidat oposisi tunggal Abdulhasiz Dzhalalov mengakui bahwa ia hanya ikut dalam pemilihan umum itu hanya sekadar membuatnya tampak demokratis, dan bahwa ia sendiri memilih Karimov. Pada 27 Januari2002, Karimov memenangkan referendum lain untuk memperpanjang masa jabatan kepresidenan dari 5 tahun menjadi 7 tahun. Masa jabatan Karimov yang sekarang, yang mestinya berakhir pada 2005, telah diperpanjang parlemen, yang menjadwalkan pemilihan berikutnya pada Desember 2007.[butuh rujukan]
Catatan Karimov pada hak-hak sipil dan kebebasan pers telah bertemu dengan kritik sungguh-sungguh pada komunitas internasional. Secara khusus, terang-terangan Duta Besar Inggris di Uzbekistan Craig Murray telah telah berkata pada rezim Karimov mendidihkan orang sampai mati, dan PBB telah menemukan siksaan "dilembagakan, sistematis, dan menjadi-jadi" dalam sistem peradilan Uzbekistan. Karimov tetap kawan karib dan setia sebagai sekutu George Walker Bush, yang mengundang tiada jalan mengkritik atau melawan pelanggaran HAM-nya yang kurang ajar.[butuh rujukan]
Setelah Serangan 11 September 2001 Uzbekistan dianggap sebagai sekutu strategis dalam kampanye AS untuk Perang melawan Terorisme karena sama-sama menentang Taliban. Uzbekistan menjadi tuan rumah bagi kehadiran pasukan AS sebanyak 800 orang di pangkalan Karshi-Khanabad, yang juga dikenal sebagai "K2", yang mendukung upaya yang dipimpin AS dalam invasi Afghanistan 2001.[10] Langkah ini dikritik oleh Human Rights Watch yang mengatakan bahwa pemerintah AS menomorduakan promosi hak-hak asasi manusia dibandingkan bantuan dalam Perang di Afghanistan. Hubungan AS-Uzbek memburuk pada Mei 2005 ketika pemerintah AS mengkritik reaksi pemerintah Uzbek terhadap protes di Andijan. Pada Juli 2005 pasukan AS meninggalkan Karshi-Khanabad.[11]
Presiden Karimov baru-baru ini menyatakan di Axborot News bahwa ia akan mempertimbangkan untuk tetap berkuasa setelah 2007 dengan persetujuan lewat pemilihan umum untuk menyelamatkan Uzbekistan dari kelompok-kelompok ekstremis yang kini siap mengambil alih negara itu. Pemilihan umum akan diselenggarakan pada Januari 2008.
Di Uzbekistan, puluhan ribu Muslim dan Muslimah telah ditahan tanpa diadili, ribuan lainnya disiksa, dan ratusan telah dibunuh di luar pengadilan. Muslimahnya selalu terancam tindak pelecahan seksual selama interogasi. Mereka yang dipenjara melaporkan bahwa mereka menjadi sasaran pemukulan, kurungan di ruang bawah tanah dalam kondisi yang tak tertahankan untuk manusia, serta suntikan dengan darah terinveksi HIV karena mereka tetap salat dan menolak memohon ampunan kepada Karimov [butuh rujukan].
Diktator Karimov tidak merasa cukup dengan memberikan hukuman penjara yang lama dan dengan memperpanjang masa hukuman setiap kali masa tahanan berakhir. “Tapi dia memerintahkan kaki tangannya, para sipir penjara untuk menyiksa para tahanan dan melarang mereka shalat. Tidak hanya itu, dia juga merekomendasikan pembersihan para tahanan dengan bermacam-macam siksaan, termasuk memberikan narkotik yang menyebabkan penyakit yang tidak bisa disembuhkan.[butuh rujukan]
Kritik
Komunitas internasional telah berulang-ulang mengkritik catatan pemerintahan Karimov dalam segi hak asasi manusia dan kebebasan pers. Secara khusus, Craig Murray, duta besar Britania dari 2002 hingga 2004, menulis tentang korupsi keuangan dan pelanggaran hak asasi manusia selama ia menjabat sebagai duta besar dan belakangan ia menulis dalam memoarnya Murder in Samarkand,[15] menunjuk kepada laporan tentang orang-orang yang direbus hingga mati. PBB menemukan bahwa penyiksaan "dilembagakan, dilakukan secara sistematis, dan meluas" dalam sistem peradiilan Uzbekistan.[16]
Steve Crawshaw, Direktur Human Rights Watch London menyatakan,”Polisi di Uzbekistan menggunakan sengatan listrik, pukulan, dan perkosaan untuk memaksa pengakuan. Mereka membuat sesak napas tahanan dengan tas plastik, menyiram dengan gas klor, atau mematikan ventilasi udara di sel bawah tanahnya. Mereka menggantung lelaki secara telanjang pada pergelangan tangan dan kaki. Dalam sebuah kasus tahun lalu (2003), dokter menemukan bahwa luka bakar pada tubuh seorang tahanan yang mati di tahanan ialah akibat dicelupkan ke dalam air mendidih. Tangannya tak lagi berkuku. Inilah gaya dari rezim Karimov.”
Kehidupan keluarga
Karimov menikah dengan seorang ekonom bernama Tatyana Akbarovna Karimova. Mereka memiliki 2 putri dan 3 cucu. Putri tertuanya Gulnara Karimova menjabat sebagai Penasihat Kedutaan Besar Uzbekistan di Rusia dan dipercaya untuk membangun kerajaan bisnis yang luas yang termasuk operator telepon nirkabel di Uzbekistan, kelab malam dan pabrik semen besar.[butuh rujukan]
Kematian
Karimov meninggal pada Jumat, 2 September 2016 di sebuah rumah sakit di ibu kota Tashkent. Penyebab kematian Karimov diawali oleh stroke yang kemudian disertai pendarahan pada otaknya selama hampir seminggu sebelum kematiannya.[butuh rujukan]