Imaduddin Usman Al-BantaniKiai Imaduddin Utsman al-Bantani, lahir di Kresek, Tangerang, Ahad, 15 Agustus 1976 (19 Sya’ban 1396 Hijriah). Beliau adalah pengasuh dan pendiri Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum yang berlokasi di Kampung Cempaka Desa Kresek Kecamatan Kresek Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Beliau menuliskan namanya dalam karya-karya beliau yang berbahasa Arab dengan nama “Imaduddin al-Bantani”, sementara dalam karya yang berbahasa Indonesia dengan nama “Imaduddin Utsman” atau “Imaduddin Utsman al-Bantani”. Utsman sendiri adalah nama kakek dari ibu beliau yang hidup ditengah-tengah keluarga Bani Utsman di Kresek, Tangerang. Sementara “al-Bantani” adalah menunjukan asal daerahnya.. Kyai Imaduddin Ustman al-Bantani yang juga merupakan keturunan dari Aria Wangsakara ini dijuluki sebagai Mujaddid pada abad ini. Mujaddid ( مجدد ) dalam etimologi Islam, berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah orang yang membawa pembaruan atau seorang pembaru. Dalam budaya muslim, Mujaddid adalah orang yang memperbaiki kerusakan yang ada pada urusan atau praktik agama Islam yang dilakukan oleh umat muslim. Begitu pula Kyai Imaduddin yang telah menjadi pionir dengan mengkritisi dan membongkar secara kajian pustaka soal kesimpangsiuaran nasab Ba'alwi yang mengaku sebagai dzuriyyah nabi Muhammad Saw di Indonesia.[1] Nasab[2]Hj. Su'arah, binti Hj. Aminah, binti Hj. Armunah, binti Ki Usman, bin Ki Bendo, bin Ki Alim, bin Ki Abdullah, bin Ki Ibrahim, bin Syaikh Hasan Basri, bin Raden ayu Fatimah, binti Raden Wiranegara (Syaikh Ciliwulung), bin Pangeran Wiraraja, bin Prabu Geusan Ulun, bin Pangeran Soleh, bin Pangeran Muhammad Pamelakaran, bin Pangeran Abdurahman Panjunan, bin Syaikh Dzatuk Kahfi, bin Syaikh Dzatuk Ahmad, bin Syaikh Dzatuk Isa bin Syaikh Sayyid Abdul Qodir Kailani, bin Sayyid Junaid bin Sayyid Abdul Qodir, bin Sayyid Syu'aib, bin Sayyid Abdul Jabbar, bin Sayyid Abdul Rozaq, bin Sayyid Abdul Aziz bin Sayyid Ahmad bin Sayyid Sholih, bin Syaikh Sayyid Abdul Qodir Jillani, bin Sayyid Janki Dausat, bin Sayyid Abdulloh bin Sayyid Yahya Azzahid, bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Daud bin Sayyid Musa al-Tsani, bin Sayyid Abdullah al-Tsani, bin Sayyid Musa al-Jun, bin Sayyid Abdullah al-Kamil, bin Sayyid Hasan al-Mutsanna, bin Sayyid Hasan al-Mujtaba, bin Sayyidah Fatimah Az-Zahra, binti Sayidina Muhammad Rosulillah Saw Silsilah di atas jalur dari ibunya yakni Ibu Hj. Syu'arah, sementara dari jalur ayahnya tersambung ke Pangeran Jayakarta Wijayakrama, penguasa Jakarta dulu di abad 17 masehi. Pendidikan[3]Kiai Imaduddin Usman tercatat sebagai siswa di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kresek III, dilanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Kresek, kemudian belajar di Madrasah Aliyah (MA) Ashhabul Maimanah di Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang. Ia lalu melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten di Serang (sekarang UIN Banten, Sarjana Agama) serta Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ), Jakarta dan memperoleh gelar Magister Agama. Sanad Keilmuan[4]
Organisasi[5]
Karya[6]
Referensi
|