Ibnu ParnaIbnu Parna (Surabaya, 26 September 1920 - meninggal 1965) adalah seorang politikus komunis Indonesia, pemimpin Partai Acoma[1], dan anggota serikat pekerja.[2] Terlibat dalam perjuangan anti-kolonial di Indonesia sebagai pemimpin pemuda di Semarang, Parna terpilih sebagai anggota DPR RI untuk Partai Acoma pada tahun 1955. Setelah itu, Parna dilecehkan oleh pemerintah otoriter Indonesia, ia ditangkap dan dibunuh oleh pihak berwenang Indonesia, bersama dengan ratusan ribu orang kiri lainnya, dalam peristiwa 1965-1966. Riwayat HidupMenurut buku Hasil Rakjat Memilih Tokoh-tokoh Parlemen: Hasil Pemilihan Umum Pertama, 1955 di Republik Indonesia(1956), Ibnu Parna “dilahirkan pada tanggal 26 September 1920 di Surabaya”. Pendidikan terakhirnya adalah setingkat SMP kolonial untuk anak petinggi pribumi yaitu Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).[3][4] Ibnu Parna mengambil bagian aktif dalam perjuangan anti-kolonial sebagai pemimpin pemuda di Semarang.[5] Pada bulan November 1945 ia menjadi wakil ketua Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia) yang mewakili Angkatan Muda Republik Indonesia, gerakan pemuda utama dari Semarang.[6] Kakaknya, Krissubanu, juga pernah menjadi tokoh pemuda.[7] Pada awal 1946 Ibnu Parna disertakan dalam subkomite Persatuan Perdjuangan mewakili Pesindo. Namun, pada tanggal 6 Maret 1946, pimpinan Pesindo memutuskan untuk menarik posisi Ibnu Parna sebagai perwakilan Pesindo di sub-komite PP.[8] Parna muncul sebagai pemimpin Angkatan Komunis Muda (Disingkat Acoma), sebuah gerakan pemuda yang terkait dengan Gerakan Revolusioner Rakyat Tan Malaka.[9] Acoma, didirikan pada bulan Juni tahun 1946, kemudian berkembang menjadi Partai Acoma.[10][11] Dalam Pemilihan umum legislatif Indonesia 1955, Ibnu Parna terpilih sebagai Anggota Parlemen. Ia adalah satu-satunya kandidat dari Partai Acoma yang memenangkan kursi.[1][12] Sekitar periode ini, Ibnu Parna menjabat sebagai sekretaris Sentral Organisasi Buruh Republik Indonesia (SOBRI).[13] Pada tahun 1956 Ibnu Parna mengambil bagian dalam kongres dunia dari International Keempat para Trotskyis.[14] Pada Februari 1959 Ibnu Parna ditangkap karena telah menerbitkan sebuah pamflet yang mengecam kekuasaan Jenderal Nasution, walaupun memiliki kekebalan parlemen sekalipun.[15] Partai Acoma dilarang pada tahun 1965 pasca peristiwa Gerakan 30 September.[14] Ibnu Parna kemudian ditangkap dan dibunuh dalam peristiwa Pembantaian di Indonesia 1965–1966.[1] Karya TulisSelain aktif dalam pergerakan, Ibnu Parna juga aktif menulis mengenai perjuangan kaum buruh dalam pandangan Komunisme Trotskisme serta perjuangan Indonesia dalam Masa Revolusi Nasional melawan Agresi Militer Belanda. Ibnu Parna pernah menjabat sebagai Penanggung Jawab Redaksi Majalah Pekerdja yang diterbitkan oleh Biro Penerbitan Jajasan "Puspa", Jakarta. Majalah tersebut merupakan majalah yang dikelola oleh organisasi buruh di Jakarta.[16] Beberapa karya yang ditulis oleh Ibnu Parna diantaranya:
Referensi
|