Hujan es merupakan kejadian atau fenomena perubahan cuaca yang signifikan dimana hujan yang jatuh bukan berupa air atau fluid melainkan berupa bongkahan kecil es[1]. Fenomena ini biasa terjadi saat proses peralihan musim atau disebut musim pancaroba dan umumnya terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Hujan es tidak hanya terjadi di negara subtropis, tetapi bisa juga terjadi di daerah ekuator.
Proses Terjadinya Hujan Es
Pembentukan awan cumolonimbus. Cumolonimbus merupakan awan paling tebal dan berada di lapisan troposfer atas. Disebut sebagai awan hujan atau badai.
Pengangkatan udara hangat dan lembap. Melalui proses konveksi, udara yang hangat dan lembap di permukaan bumi akan terangkat sehingga akan terbentuk butiran air.
Pembekuan tetesan air pada ketinggian tertentu sehingga terbentuk kristal es.
Proses bergeron ialah proses penyatuan kristal es dan butiran air (fluid) sehingga terbentuklah bongkahan es yang berukuran besar.
Pembentukan pelet es, dimana bongkahan akan semakin besar selama masih ada sumber air yang sangat dingin.
Proses jatuh ke bumi, dipengaruhi oleh gaya gravitasi dimana bongkahan es sudah berukuran besar dan berat. Inilah saat dimana hujan es dapat terlihat[2].
Hujan es disertai puting beliung berasal dari jenis awan bersel tunggal berlapis-lapis (CB) di dekat permukaan bumi, dapat juga berasal dari awan multisel, dan pertumbuhannya secara vertikal, dengan luasan area horizontalnya sekitar 3 – 5 km dan kejadiannya singkat berkisar antara 3 - 5 menit atau bisa juga 10 menit tetapi jarang, oleh karena itu peristiwa ini hanya bersifat lokal dan tidak merata, jenis awan berlapis-lapis ini menjulang kearah vertikal sampai dengan ketinggian 30.000 kaki lebih. Jenis awan berlapis-lapis ini biasa berbentuk bunga kol dan disebut Awan Cumulonimbus (CB).