Hikayat Sahrul Indra

Hikayat Sahrul Indra merupakan salah satu warisan kesustraan Indonesia lama. Berdasarkan isinya Hikayat Sahrul Indra digolongkan ke dalam kelompok cerita pelipur lara karena berfungsi menghibur hati yang duka. Di dalam hikayat ini juga ditemukan peristiwa-peristiwa yang sifatnya dapat menghibur [1].

Cerita Hikayat Syahrul Indra ini berasal dari Batavia, tetapi mendapat pengaruh Islam dan Hindu. Dalam hal ini unsur Islam dapat terlihat dari adanya kata-kata Arab [1]. Adanya unsur-unsur Hindu dapat terlihat dari adanya (1) cerita seorang raja yang dapat menjelma menjadi binatang, (2) cerita orang yang memakan bunga menjadi hamil, (3) cerita kemala hikmat yang dapat menimbulkan kesaktian, dan (4) cerita dewa yang dapat mencipta burung [1].

Naskah Hikayat Sahrul Indra

Naskah Hikayat Sahrul Indra saat ini disimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Naskah asli ditulis dengan bahasa Melayu menggunakan aksara Arab Melayu [1]. Hikayat ini ditulis oleh Hasannudin pada tanggal 20 Januari Tahun 1896 [1].

Isi Pembukaan Hikayat Sahrul Indra

Bismi l-Lahi r-rohmani r-rahim wa bihi nasta 'illtl bil-Lahi. lni Hikayat Raja Syahrul Afifin tela mashur habarnya, wartanya di tana manusia sampai ke tana jin dan peri, mambang dan dewa. Ialah kepada zaman itu terbilang di dalam medan peperangan, lagi gagah dan berani tambahan sakti lagi arif dan bijaksana. Syahrul Afifin lah yang membunu Raja Dewa Samsu Indra dan ialah bertemu dengan Dewa Prabu Sakti. Kepada Raja Dewa itulah Syahrul Afifin mendapat ilmu hikmat dan Raja Dewa Prabu Saktilah menukarkan nama Syahrul Arifin ialah Syahrul Indra. Dan Syahrul Indralah bertemu kepada raja ikan kedua bersaudara, dan satu yang tua bernama Wara Dugangga dan yang muda bernama raja Ganggawaradiya, di sanalah ia beroleh kemala hikmat dan ialah Syahrul Indra itu membunu raja raksasa yang bernama raja Bujak Udara. Di sanalah berperang besar, dialah mengalahkan raja-raja di muka bumi dan segala raja-raja membayar upeti tiap-tiap tahun kepadanya, wa lahu alam [1].

Penggalan Isi Hikayat Sahrul Indra

Adapun segala buahnya itu pun sedang lagi berbua masak seperti ia hendak menitah dia santap ole Syahrul Indra itu; dan lagi di dalam kolam itu terlalu amat banyak ikannya // dan berbagai-bagai warna rupanya, ada yang bersisikkan perak, matanya mera dan yang bersisikkan emas matanya jamrut dan ada yang bersisikkan suasana emas matanya intan. Adapun airnya kolam itu daripada air mawar maka terlalu amat heran tiada terkata-kata [1].

Isi Penutup Hikayat Sahrul Indra

Alkisah maka tersebut perkataan Raja Dewa Lila yang berperang kepada Bujangga Lila, rupanya seorang pun tiada yang berlahan karena sama beraninya dan sama gagahnya dan perkasanya dan saktinya, tetapi lebi juga Bujangga Lila Rupa itu saktinya itu. Seketika lagi maka // Raja Dewa Lila itu pun menjadikan dirinya waliman. Maka Bujangga Lila Rupa Raya tiada panjangla lagi kalam melainkan sebagaimana adanya yang tersebut di dalamnya [1]. Ini cerita cumala sampai di sini saja sebab putus kalimatnya, dan lagi saya kasi bertapa sama sekalian yang suka membaca barang siapa-siapa juga, dan ada yang kurang, saya harapla tolong kearsipkan saja, dan lagi jikalau ada yang sala, saya harap banyak-banyak tolong dibetulkan karena saya banyak khilaf, dan kedua saya ada kurang betul karena saya belajar lain-lain tiada melainkan maaf banyak-banyak jua adanya. Yang tersebut 1896 Batavia pada 20 lanuari saya yang empunya ini cerita tiada saya Hasannudin dikenang kasiwaranya [1].

Pantun di dalam Hikayat Sahrul Indra

Terdapat beberapa pantun di dalam Hikayat Sahrul Indra, diantaranya:

Bunga kemuning dari Malaka

Jingga karendang di Mandalika

Sembah takzim Seri Paduka

Mata memandang menjadi suka [1].


Sunggu dalam sumur di Padang

Anak bendara bermain gambang

Rindu dendam mata memandang

Sebagai Indra ada segunung kembang [1].

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k Hikayat Sahrul Indra (PDF). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. 1996.