Hanaoka Seishū (華岡 青洲code: ja is deprecated , 23 Oktober 1760 – 21 November 1835) adalah seorang ahli bedah asal Jepang pada masa zaman Edo dengan pengetahuannya tentang obat herbal Tiongkok, serta teknik bedah Barat yang telah ia pelajari melalui Rangaku (secara harfiah "ilmu asal Belanda", dan secara luas "ilmu asal Barat"). Hanaoka merupakan orang yang pertama kali melakukan pembedahan menggunakan alat anestesi.
Sejarah
Hanaoka menyelesaikan studinya dengan mengambil jurusan ilmu kedokteran di Kyoto, dan menjadi seorang praktisi medis di wilayah prefektur Wakayama, di dekat Osaka, tempat dirinya dilahirkan. Seishū Hanaoka belajar pengobatan tradisional Jepang serta bedah ala Eropa. Karena pemaksaan diri dari bangsa Sakoku pada waktu itu,[7] beberapa istilah medis asing diizinkan masuk ke Jepang pada saat itu. Hal ini membatasi paparan dari Hanaoka dan dokter Jepang lainnya untuk mengembangkan gaya medis ala Barat.
Perumusan tsūsensan
Hanaoka merasa penasaran ketika ia belajar tentang ramuan mafeisan Hua Tuo. Dimulai pada sekitar tahun 1785, Hanaoka mencari tahu kembali untuk membuat senyawa yang akan memiliki sifat farmakologis mirip dengan mafeisan Hua Tuo.[1] Istrinya yang menjadi percobaan sebagai sukarelawan, dan kehilangan penglihatannya karena efek samping yang buruk. Setelah bertahun-tahun penelitian dan eksperimen, ia akhirnya mengembangkan formula yang ia beri nama tsūsensan (juga dikenal sebagai mafutsu-san). Mirip dengan Hua Tuo, senyawa ini terdiri dari beberapa ekstrak tanaman berbeda, seperti:[8][9][10]
8 bagian yang jin hua (Datura stramonium, Korean morning glory, thorn apple, jimson weed, devil's trumpet, stinkweed, or locoweed);
Penulis asal Jepang Sawako Ariyoshi menulis sebuah novel berjudul, The Doctor's Wife (berbahasa Jepang華岡青洲の妻), yang diangkat berdasarkan kehidupan nyata Hanaoka Seishū yang bercampur dengan konflik fiksi antara ibu dan istrinya. Novel ini kemudian difilmkan pada tahun 1967 dan disutradarai oleh Yasuzo Masumura, Hanaoka Seishū no tsuma (alias "Istri dari Seishu Hanaoka").
^Toby RP (1977). "Reopening the Question of Sakoku: Diplomacy in the Legitimation of the Tokugawa Bakufu". Journal of Japanese Studies. 3 (2): 323–63. doi:10.2307/132115. JSTOR132115.