Fam Tek Fong alias Hadi Mulyadi alias Mulyadi (19 September 1943 – 30 Januari 2011) adalah seorang pemain sepak bola Indonesia pada era tahun 1960-an. Pada masanya, Ia dikenal sebagai pemain belakang yang andal. Ia pernah memperkuat tim nasional PSSI, UMS, Persija, Pardedetex, dan Warna Agung.
Masa Kejayaan
Tek Fong, demikian ia biasa dipanggil, mulai mengenal sepak bola saat berusia 10 tahun. Ketika itu, ia hampir setiap hari datang ke Petak Sinkian untuk melihat Thio Him Tjiang, Djamiaat Dhalhar, Kwee Kiat Sek, Chris Ong, dan Van der Vin berlatih di bawah pimpinan pelatih Drg. Endang Witarsa (Liem Sun Yu). Pada tahun 1960 Tek Fong diterima masuk Union Makes Strength (UMS) setelah Dokter Endang melihat ada kelebihan di kakinya. Hampir bersamaan dengannya, masuk pula Surya Lesmana, Reni Salaki, Kwee Tik Liong, dan Yudo Hadianto.
Tek Fong adalah satu dari sekian banyak murid terbaik Endang Witarsa. Endang tak hanya menjadikannya sebagai libero andal di masanya, tapi juga mengajarkan bagaimana menjalani hidup di luar lapangan. Ketika Endang dipercaya menjadi pelatih Persija Jakarta pada tahun 1963, Ia juga membawa Tek Fong untuk bergabung. Tek Fong bersama dengan Soetjipto Suntoro, Taher Yusuf, dan Domingus Wawayae berhasil membawa Persija menjadi juara Perserikatan 1963. Tek Fong kemudian pindah ke klub Pardedetex Medan pada tahun 1969.
Saat Dokter Endang dipercaya sebagai pelatih tim nasional, Ia juga meminta Tek Fong untuk bergabung. Pretasinya di tim nasional semakin cemerlang. Tek Fong bersama dengan Soetjipto Soentoro, Abdul Kadir, Risdianto, Surya Lesmana, Yakob Sihasale, Reni Salaki, Yuswardi, serta Anwar Udjang berhasil membawa berbagai gelar juara ke Indonesia.
Tek Fong kemudian memperkuat Klub Warna Agung pada tahun 1972. Benny Mulyono, pemilik klub, memintanya untuk menarik sejumlah pemain nasional memperkuat klub pabrik cat yang bermarkas di Jalan Pangeran Jayakarta. Di bawah pelatih drg. Endang Witarsa, Tek Fong bersama dengan Risdianto, Rully Nere, M. Basri, Yakob Sihasale, Timo Kapissa, dan Robby Binur mengantar klub Warna Agung ke puncak kejayaan.
Tek Fong memang tak tergeserkan selama delapan tahun di tim nasional. Ia tidak hanya membawa Persija Jakarta menjadi juara Perserikatan pada tahun 1963 tetapi juga ikut mempersembahkan empat gelar juara bagi tim nasional Indonesia, yaitu; King's Cup 1968, Merdeka Games 1969, Anniversary Cup 1972, dan Pesta Sukan 1972.
Dokter Endang sebagai Guru Besar
Tek Fong menganggap drg Endang Witarsa sebagai guru besarnya. Dokter Endang adalah pelatih ketika Tek Fong memperkuat UMS, Persija Jakarta, Warna Agung, dan tim nasional PSSI. Baginya, dokter Endang adalah sumber inspirasi karena hidupnya benar-benar dibaktikan pada sepak bola.
Tek Fong tidak jauh dari Dokter Endang ketika sang legenda tersebut menjalani perawatan hingga akhirnya mengembuskan napas terakhir. Ia menangis ketika ikut merasakan apa yang dirasakan Dokter. Ketika Dokter Endang sedang menahan kesakitan, Ia masih sempat-sempatnya menanyakan kondisi lapangan Petak Sinkian.
Tek Fong masih teringat ajaran-ajaran yang diberikan Dokter Endang. Dokter Endang selalu mengingatkan agar Tek Fong bersikap jujur, tidak berbohong, dan memelihara pertemanan dengan baik. Ia baru menyadari pertemanan yang dimaksud ketika Dokter memindahkannya dari Persija ke Pardedetex Medan pada 1969. Ternyata Dokter sudah berteman dengan T.D. Pardede ketika pengusaha Medan itu mendirikan klub Pardedetex.
Berkarier menjadi Pelatih
Setelah 12 tahun menjadi pemain sepak bola, Tek Fong kini menjadi salah satu pelatih Sekolah Sepak Bola Union Makes Strength (UMS), klub sepak bola yang sudah berusia lebih dari 100 tahun. "Saya ingin menghabiskan masa tua di sini," katanya. Ia adalah sedikit dari banyak pemain nasional etnis Tionghoa yang masih tersisa.
Sebagian mimpi lelaki dengan dua anak ini kini terwujud. Tek Fong sangat bangga ketika memperkenalkan Robo Solissa, yang bermain untuk klub UMS, anggota Divisi Utama Persija Jakarta. Nyong Ambon itu adalah hasil didikannya selama tiga tahun di Sekolah Sepak Bola UMS di Petak Sinkian.
Tek Fong tidak terlalu peduli walau dia tak mendapatkan apa-apa kecuali kebanggaan saat membesarkan meteor bola baru. "Jangan tanya saya punya apa dari sepak bola," katanya. Kebanggaan baginya tak bisa dikalahkan dengan apa pun, bahkan dengan uang. Lelaki yang hampir setiap hari berada di lapangan Petak Sinkian itu memang tak punya apa-apa. Hidupnya jauh dari mentereng. Lelaki itu cukup puas hidup dengan kebanggaan.
Karier Pemain
Prestasi
Pranala luar