Greenpeace adalah Jejaring kampanye global independen yang didirikan di Kanada pada tahun 1971 oleh Irving Stowe dan Dorothy Stowe, aktivis lingkungan imigran dari Amerika Serikat.
Jaringan ini terdiri dari 26 organisasi nasional/regional independen di lebih dari 55 negara di seluruh Eropa, Amerika, Afrika, Asia, Australia, dan Pasifik, serta sebuah badan koordinasi, Greenpeace International, yang berbasis di Amsterdam, Belanda.[3]
Jaringan global ini tidak menerima dana dari pemerintah, perusahaan, atau partai politik, melainkan mengandalkan dukungan dari tiga juta individu dan hibah yayasan.[4][5] Greenpeace memiliki status konsultatif umum dengan Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa[6] dan merupakan anggota pendiri[7] dari Piagam Akuntabilitas INGO, sebuah organisasi non-pemerintah internasional yang bertujuan untuk mendorong akuntabilitas dan transparansi organisasi non-pemerintah.
Greenpeace dikenal karena aksi langsung non-kekerasannya dan telah digambarkan sebagai salah satu organisasi lingkungan yang paling terlihat di dunia.[8] Greenpeace telah meningkatkan pengetahuan publik mengenai isu-isu lingkungan,[9][10][11] dan mempengaruhi sektor swasta dan publik.[12][13] Organisasi ini telah menerima kritik; Greenpeace menjadi subjek dari surat terbuka lebih dari 100 peraih Nobel yang mendesak Greenpeace untuk mengakhiri kampanyenya melawan organisme hasil rekayasa genetika (GMO).[14] Aksi langsung Greenpeace telah memicu tindakan hukum terhadap aktivis Greenpeace,[15] seperti denda dan hukuman percobaan karena menghancurkan plot uji gandum hasil rekayasa genetika[16][17][18] dan, menurut Pemerintah Peru, merusak Garis Nazca, sebuah situs Warisan Dunia PBB.[19]
Sejarah
Di akhir tahun 1960an, Amerika Serikat memiliki rencana untuk melakukan pengujian senjata nuklir di wilayah yang memiliki lapisan tektonik tidak stabil, di pulau Amchitka, Alaska,[20] setelah sebelumnya terjadi gempa di Alaska tahun 1964. Rencana ini membawa kekhawatiran bahwa pengujian senjata nuklir mampu memicu gempa dan tsunami.
Pada tahun 1969, demonstran sebanyak 7.000 orang menghalangi jalur lintas perbatasan Amerika Serikat-Kanada di British Columbia dengan membawa slogan "Don't Make A Wave. It's Your Fault If Our Fault Goes"[21] (Jangan Membuat Gelombang. Ini Adalah Kesalahanmu Jika Patahan Kami Bergerak).
Terinspirasi dari Gerakan anti nuklir Albert Bigelow di 1958, mereka menggalang dana dengan konser amal pada tahun 1970 untuk menyewa kapal, yang kemudian diubah namanya menjadi Greenpeace.[22][23]
Struktur Organisasi
Struktur organisasi Greenpeace terdiri dari Greenpeace International yang berbasis di Amsterdam, Belanda, dan 28 cabang regional yang berada di 45 negara.[24] Cabang regional bekerja secara otonom di bawah pengawasan Greenpeace International.
Sumbangan dari perorangan maupun yayasan bisa mereka tolak jika sumbangan tersebut bersyarat sehingga menghalangi atau mengekang aktivitas dan kebebasan Greenpeace dalam mencapai tujuan.[26]
Jaringan
Jaringan Greenpeace terdiri dari 26 organisasi nasional/regional independen di lebih dari 55 negara di Eropa, Amerika, Afrika, Asia, Australia dan Pasifik, serta sebuah badan koordinasi, Greenpeace International, yang berpusat di Amsterdam, Belanda.
Jaringan global ini tidak menerima dana dari pemerintah, perusahaan, atau partai politik, tetapi beroperasi dengan mengandalkan tiga juta pendukung perorangan dan hibah yayasan.[27][28] Greenpeace memiliki status konsultatif umum dengan Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa dan merupakan anggota pendiri Piagam Akuntabilitas Organisasi Internasional Non Pemerintah (INGO).[29][30]
Aksi
Greenpeace dikenal dengan aksi-aksi langsung tanpa kekerasan dan telah digambarkan sebagai salah satu organisasi lingkungan yang paling terlihat di dunia.[31] Greenpeace telah mengangkat isu-isu lingkungan menjadi pengetahuan publik,[32][33][34] dan mempengaruhi sektor swasta dan publik.[35][36]
Organisasi ini telah menerima kritik dan menjadi subjek surat terbuka dari lebih dari 100 penerima Nobel yang mendesak untuk mengakhiri kampanyenya menentang organisme hasil rekayasa genetika (GMO).[37]
Tindakan langsung organisasi ini telah memicu tindakan hukum terhadap para aktivis Greenpeace,[38] seperti denda dan penangguhan hukuman karena menghancurkan plot uji coba gandum yang dimodifikasi secara genetik[39][40][41] dan, menurut Pemerintah Peru merusak Garis Nazca, sebuah situs Warisan Dunia PBB.[42]
Kapal
Greenpeace memiliki kapal yang terus berlayar dan menjadi simbol perjuangan mereka. Kapal yang paling terkenal adalah Rainbow Warrior. Selain Rainbow Warrior, Greenpeace juga memiliki kapal Arctic Sunrise, Esperanza, dan Inflatable.[43]
Rainbow Warrior pertama
Pada tahun 1978, Greenpeace meluncurkan Rainbow Warrior, kapal ex-trawler sepanjang 40 meter. Greenpeace membeli kapal tersebut dengan harga £40,000. Sukarelawan memperbaiki dan memodifikasi kapal tersebut.
Kapal ini dibangun pada tahun 1955 di Aberdeen, Skotlandia dengan nama Sir William Hardy dan melayani kementerian Pertanian, Perikanan, dan Pangan, dan digunakan hingga tahun 1977. Greenpeace meluncurkan Rainbow Warrior I pada tanggal 29 April 1978 untuk menghalangi perburuan paus oleh kapal Islandia
. Antara tahun 1978 hingga tahun 1985, kru Rainbow Warrior juga terlibat berbagai aktivitas, termasuk menghalangi perburuan Anjing Laut abu-abu di Orkney, Skotlandia dan uji coba nuklir di Samudera Pasifik oleh Amerika Serikat dan Prancis. Di bulan Mei 1985 kapal ini membantu evakuasi 300 warga atol Rongelap karena daerah tersebut telah terkontaminasi nuklir akibat uji coba senjata nuklir Amerika Serikat.[44]
Di bulan Juli 1985, Rainbow Warrior akan memimpin rombongan kapal pengunjuk rasa untuk mengelilingi atol Moruroa, lokasi pengujian nuklir pemerintahan Prancis. Sebelum hal itu terjadi, François Mitterrand, Presiden Prancis ketika itu, memerintahkan untuk mengebom Rainbow Warrior secara diam-diam di pelabuhan Auckland. Kejadian ini memakan satu korban, yaitu fotografer Belanda Fernando Pereira. Kejadian ini menjadi bencana bagi hubungan luar negeri pemerintahan Prancis setelah kepolisian Selandia Baru mengekspos kejadian tersebut.
Rainbow Warrior kedua
Kapal Rainbow Warrior kedua diresmikan pada tahun 1989 menggantikan Rainbow Warrior pertama. Kapal ini pernah mengalami kerusakan pada tahun 2005 setelah menabrak karang Tubbataha di Filipina ketika melakukan inspeksi pemutihan koral. Greenpeace didenda US$ 7000 karena merusak karang dan Greenpeace membayar denda tersebut. Manajer taman laut Tubbaha mengapresiasi reaksi cepat kru Greenpeace untuk memperbaiki karang yang rusak.[45] Kapal ini lalu dipensiunkan pada tahun 2011.
Rainbow Warrior ketiga
Kapal Rainbow Warrior ketiga merupakan kapal yang dipesan khusus untuk melakukan kampanye dan penelitian yang dilakukan oleh Greenpeace.[46] Kapal ini mulai berlayar pada 14 Oktober 2011. Sebagai kapal penelitian, kapal ini mampu mengangkut peralatan hingga 8 ton. Kapal ini juga dilengkapi dengan sistem komunikasi berbasis satelit, sehingga berbagai kejadian bisa disiarkan langsung dari kapal tersebut. Kapal ini bergerak dengan kombinasi energi angin dan motor untuk sebisa mungkin meminimalisasi penggunaan bahan bakar fosil.[47] Pada tanggal 6-9 Juni 2013 kapal ini bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, Indonesia.
Berikut adalah spesifikasi Rainbow Warrior III:[47]
Volunteer Greenpeace dari Manokwari yang mewarnai perjalanan Rainbow Warrior ketiga
Gubernur DKI JakartaJoko Widodo, bersama Direktur Eksekutif Greenpeace Kumi Naidoo, dan Kepala Greenpeace Indonesia Longgena Ginting, serta Direktur Eksekutif Greenpeace Asia Tenggara Von Hernandez di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta
Greenpeace di Asia Tenggara
Berbagai prestasi telah dilakukan oleh Greenpeace wilayah Asia Tenggara seperti legislasi (mendorong pemerintah Filipina untuk membuat undang-undang udara bersih tahun 1999), kampanye (mempromosikan solusi dari dampak perubahan iklim dari rencana pembangunan PLTU batu bara di Bo Nok dan Ban Krut in Prachuap Khiri, Thailand dan rencana pembangunan PLTU di Pulupandan, Provinsi Negros, Filipina tahun 2002), perlindungan hewan langka (Desakan perlindungan terhadap paus Minke, hiu putih, pohon merbau, dan lumba-lumba jenis Irrawaddy yang direalisasikan pada konvensi perdagangan internasional satwa dan tumbuhan langka (CITES) di Bangkok, Thailand tahun 2004), dan sebagainya.[48]
Greenpeace di Indonesia
Greenpeace hadir di Indonesia pada tahun 2005. Berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, Greenpeace Indonesia sudah terdaftar resmi di Departemen Kehakiman dan HAM sebagai sebuah perkumpulan dengan enam pendiri berdasarkan akta pendiriannya.
Greenpeace Indonesia memusatkan kampanyenya pada beberapa persoalan yakni persoalan kehutanan, energi, air dan kelautan. Kampanye kehutanan terutama hutan gambut terkait dengan pemanasan global/perubahan iklim. Kampanye hutan Greenpeace tidak hanya berlangsung di negara-negara berkembang seperti Indonesia atau Kongo saja, tetapi juga melakukan kampanye perlindungan hutan di negara-negara maju. Greenpeace berhasil menyelamatkan jutaan hektare hutan di Kanada, Brasil, Rusia dan lain-lain.
Kampanye mengenai revolusi energi sebagai hal yang krusial dalam menanggulangi bencana perubahan iklim, yakni menyerukan efisiensi energi dengan peningkatan besar-besaran penggunaan energi terbarukan dan meninggalkan penggunaan energi fosil kotor.
Air adalah sumber daya yang sangat penting bagi kehidupan namun juga menjadi sumber daya esensial yang paling terancam di dunia. Polusi limbah kimia industri mengontaminasi sumber-sumber air bersih sekitar. Pada tahun 2011, Greenpeace memulai kampanye Air Bersih Bebas Bahan Kimia Beracun di Indonesia dengan meluncurkan kampanye Penyelamatan Sungai CitarumDiarsipkan 2013-11-06 di Wayback Machine. bernama 'Citarum Nadiku, Mari Rebut Kembali'.
Kampanye Kelautan Greenpeace Indonesia[49] mulai berjalan sejak 2013. Pengakhiran penangkapan berlebih (overfishing) dan IUU fishing merupakan fokus dari kampanye Greenpeace Indonesia yang menjadi bagian dari kampanye global penyelamatan laut dari dampak perubahan iklim (climate change), pencemaran (pollution) dan penangkapan ikan merusak (destructive fishing). Greenpeace Indonesia bersama organisasi lainnya mendeklarasikan Visi Bersama Kelautan Indonesia 2025 pada 31 Mei 2013[50] yang menjadi landasan penyusunan Peta Jalan Pemulihan Laut Indonesia.[51]
Peluncuran secara resmi kampanye kelautan Greenpeace Indonesia ditandai dengan kehadiran Kapal Rainbow Warrior ketiga pada bulan Mei-Juni 2013 sebagai bagian dari Tur Ocean Defender di kawasan Asia Tenggara.[52] Greenpeace juga meluncurkan sebuah laporan terkait yang membeberkan keterancaman yang dihadapi oleh laut Indonesia saat ini, berjudul: Laut Indonesia dalam Krisis.[50]
Selain itu, Greepeace juga bekerja sama dengan Masyarakat Jepara untuk melakukan aksi penolakan daerah di jadikan salah satu tapak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) berhasil membuat NU Jawa Tengah memfatwakan haram untuk PLTN.[53]