K. H. Ting, salah satu pemimpin utama TSPM dan CCC selama bertahun-tahun, tidak menyukai istilah "gereja rumah" dan lebih suka menggunakan istilah "pertemuan rumah" atau "pertemuan keluarga" (Hanzi: 家庭聚会; Pinyin: jiātíng jùhuì). Ini karena dia menemukan sebutan seperti "gereja rumah" dan "gereja resmi" menjadi kembali ke praktik denominasionalisme pra-Revolusi Kebudayaan.[1]
Beberapa akademikus lebih suka menggunakan istilah-istilah seperti "gereja tidak terdaftar" untuk berbicara mengenai fenomena Protestan, karena kelompok-kelompok ini dapat mencapai beberapa ratus dan tidak selalu benar-benar mengadakan pertemuan di rumah seseorang.[2] Yang lain menyarankan perlunya membuang dikotomi "gereja rumah" versus "gereja TSPM" karena ada banyak hal yang mengaburkan pembagian ini, termasuk hubungan antara kedua kelompok itu sendiri.[3][4]
Selain itu, sebagai akibat dari urbanisasi yang cepat di Tiongkok sejak tahun 1990-an, telah terjadi perkembangan yang semakin besar dalam Kekristenan urban. Beberapa jemaat lebih suka mengidentifikasi diri sebagai bagian dari sebuah "gereja ketiga" untuk membedakan dari gereja rumah tradisional dan gereja TSPM.[5]
Sejarah
Pada tahun 1949, Partai Komunis Tiongkok (PKT) menguasai Tiongkok daratan dan mendirikan Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Segera setelahnya, pemimpin Kristen yang terkenal Y. T. Wu menulis dan menerbitkan “Manifesto Kristen,” yang secara publik mendukung kebijakan PKT untuk mengawasi gereja atas alasan persatuan dan kemajuan nasional dan menyerukan agar semua orang Kristen Protestan mengikuti. Pada tahun 1950-an, Wu berhasil mengawasi penandatanganan "Manifesto Kristen" oleh hampir setengah populasi Protestan di seluruh Tiongkok. Ia juga berperan penting dalam mendirikan dan memimpin Gerakan Patriotik Tiga Pendirian (TSPM), sebuah badan pemerintahan yang disetujui negara bagi Kekristenan Protestan di Tiongkok.
Namun, gereja-gereja independen di Tiongkok, dengan Wang Mingdao sebagai salah satu pendukung utamanya, dengan keras menentang TPSM baik untuk pengabdiannya terhadap entitas politik tertentu maupun atas pandangan-pandangan teologisnya yang cenderung liberal. Sebagai akibat dari penolakan mereka untuk bergabung dengan TSPM, sebuah generasi pendeta-pendeta independen Tiongkok dianiaya dengan kejam dan gereja-gerejanya terpaksa ditutup. Gereja-gereja yang bertahan ini sering mulai bertemu di tempat yang dirahasiakan, seperti rumah atau lapangan pribadi, sehingga mendapat julukan “gereja rumah.” Meskipun TPSM berupaya untuk menjalin hubungan yang baik dengan PKT, mereka juga akhirnya dibubarkan dan dianiaya selama Revolusi Kebudayaan (1966–1976) sehingga semua praktik keagamaan publik berakhir dan menjadi tersembunyi. Selama periode 1950-1970-an, jaringan gereja rumah terkuat dapat ditemukan di pedesaan Tiongkok.[6]
Karena perubahan dalam kebijakan agama setelah berakhirnya Revolusi Kebudayaan, pada tahun 1980, Gerakan Patriotik Tiga Pendirian dibentuk kembali dan Dewan Kristen Tiongkok dibentuk. Jemaat Protestan yang ingin beribadah secara terbuka mendaftar bersama TSPM, tetapi mereka yang tidak mendaftar, pada akhirnya akan disebut gereja rumah.[2]
Referensi
^Wickeri, Philip L. (2007). Reconstructing Christianity in China: K. H. Ting and the Chinese Church. Maryknoll, NY: Orbis. hlm. 237. ISBN978-1570757518.
^Chow, Alexander (2014). "Calvinist Public Theology in Urban China Today". International Journal of Public Theology. 8 (2): 163. doi:10.1163/15697320-12341340.