Gereja Santo Paulus adalah sebuah bangunan gereja bersejarah di Melaka, Malaysia yang menurut aslinya dibangun pada tahun 1521, menjadikannya bangunan gereja tertua di Malaysia dan Asia Tenggara. Gereja ini terletak di puncak Bukit Santo Paulus dan saat ini merupakan bagian dari Kompleks Museum Melaka yang terdiri dari reruntuhan A Famosa, Stadthuys, dan bangunan-bangunan bersejarah lainnya.
Sejarah
Bangunan aslinya adalah sebuah kapel sederhana yang dibangun pada tahun 1521 yang didedikasikan untuk Bunda Maria dan dikenal sebagai Nossa Senhora da Annunciada (Bunda Maria Menerima Kabar Gembira). Kapel tersebut dibangun oleh seorang fidalgo atau bangsawan Portugis, Duarte Coelho, sebagai perbuatan syukur setelah pelariannya dari badai di Laut China Selatan.[1]
Kapel tersebut diserahkan dengan akta resmi kepada Yesuit pada tahun 1548 oleh Uskup Goa, João Afonso de Albuquerque, di mana sertifikat tanahnya diterima oleh Fransiskus Xaverius. Kapel ini kemudian diperbesar lagi pada tahun 1556 dengan penambahan lantai dua, dan menara lonceng ditambahkan pada tahun 1590. Kapel ini kemudian berganti nama menjadi Igreja de Madre de Deus (Gereja Bunda Allah).
Sebuah tempat permakaman dibuka pada tahun 1592 dan banyak tokoh penting yang dimakamkan di sana, termasuk Pedro Martins, Uskup Funay, Jepang yang kedua.[2]
Hubungan dengan Fransiskus Xaverius
Pada tahun 1548, Fransiskus Xaverius dengan bantuan dengan bantuan rekan-rekan Yesuit, Fr. Francisco Peres dan Bruder Roque de Oliveira, mendirikan sebuah sekolah di tempat kapel yang dikenal sebagai Kolese Santo Paulus. Ini mungkin merupakan sekolah pertama dalam pengertian modern yang didirikan di Semenanjung Malaya.[3]
Xaverius menggunakan gereja tersebut sebagai pangkalannya untuk perjalanan misionarisnya ke Tiongkok dan Jepang. Dalam salah satu perjalanan tersebut, Xaverius jatuh sakit dan pada tahun 1552 di Pulau Shangchuan, Tiongkok dia meninggal.
Pada tahun 1553, jenazah Xaverius digali dari kuburan di Pulau Shangchuan dan sementara dikuburkan di gereja ini sebelum akhirnya dikirim ke Goa. Sebuah kuburan terbuka di gereja ini masih ada sampai sekarang yang menandai tempat penguburan Xaverius.
Konsekrasi ulang dan telantar
Bersamaan dengan penaklukan Melaka oleh Belanda pada tahun 1641, gereja ini dikonsekrasi ulang untuk penggunaan Gereja Reformasi Belanda sebagai Gereja Santo Paulus juga dikenala sebagai Bovenkerk atau Gereja Tinggi. Gereja ini tetap digunakan sebagai gereja utama komunitas Belanda sampai Bovenkerk yang baru (lebih dikenal saat ini sebagai Gereja Kristus Melaka) selesai pada tahun 1753.[2]
Gereja tua ini kemudian dialihkan untuk penggunaan sekuler dan bangunannya dimodifikasi dan diperkuat sebagai bagian dari benteng Melaka. Bagian tengah bangunan gereja kemudian digunakan sebagai halaman gereja.
Ketika Britania menduduki Melaka pada tahun 1824, gereja tersebut digunakan sebagai gudang mesiu dan dibiarkan memburuk lebih lanjut.
Ekskavasi dan penambahan kemudian
Upaya-upaya untuk melestarikan catatan monumen dari masa lampau seperti batu nisan yang ditemukan di Gereja Santo Paulus difoto oleh Resident Councilor Melaka, Robert Norman Bland dan menerbitkannya dalam karyanya pada tahun 1905, Historical Tombstones of Malacca (Batu Nisan Bersejarah Melaka).[4]
Pada tahun 1924, tempat permakaman Portugis kuno di mimbar gereja sebagian ditemukan. Penggalian lebih lanjut dilakukan pada tahun 1930 oleh presiden Perkumpulan Melaka Bersejarah yang baru terbentuk, Mayor C. E. Bone. Pada periode inilah batu-batu nisan yang tersebar di sekitar gereja dilekatkan ke dinding.[2]
Pada tahun 1952, sebuah patung Fransiskus Xaverius didirikan di depan reruntuhan gereja dalam rangka memperingati ulang tahun ke 400 persinggahannya di Melaka. Sehari setelah patung itu dikuduskan, sebuah pohon casuarina besar jatuh menimpanya, memutuskan lengan kanannya.[5] Kebetulan, lengan bawah kanan Xaverius tersebut dipotong pada tahun 1614 sebagai sebuah relik.[6]
^Nunn, Bernard. "Some Account of Our Governors and Civil Service." One Hundred Years of Singapore, Being Some Account of the Capital of the Straits Settlements from Its Foundation by Sir Stamford Raffles on 6 February 1819 to 6 February 1919. Ed. Walter Makepeace, Gilbert E. Brroke, and Ronald St. John Braddell. Vol. I (1). London: John Murray, 1911. [140] 69-148. Print.