Geofagia
Geofagia pada hewanGeofagia telah didokumentasikan pada berbagai spesies mamalia, burung, reptil, kupu-kupu dan isopoda, terutama pada herbivora.[3] Konsumsi tanah oleh hewan umumnya tidak berdampak buruk dan kadang kala malah menguntungkan. Misalnya, sejumlah jenis burung memakan kerikil atau tanah kasar untuk membantu mencerna makanannya karena burung tidak memiliki gigi. Sementara itu, ungulata, kelinci, dan kupu-kupu melakukan geofagia diduga untuk mendapatkan mineral esensial. Dampak kesehatan pada manusiaSebuah studi menyebutkan bahwa ternyata tanah liat atau lempung yang steril memiliki efek menyamankan perut dan membantu melindungi dari serangan virus dan bakteri.[2][4] Tanah liat juga bisa mengikat hal yang berbahaya seperti mikrob, patogen dan virus. Dengan demikian, lempung yang dimakan bisa menjadi semacam pelindung, semacam masker lumpur untuk usus.[2] Ada risiko yang jelas dalam konsumsi tanah liat yang terkontaminasi oleh kotoran hewan atau manusia, khususnya risiko dari telur parasit, seperti cacing gelang yang dapat tinggal selama bertahun-tahun di dalam tanah dan dapat menimbulkan masalah. Juga dapat meningkatkan risiko terjangkit tetanus. Namun, risiko ini umumnya sudah dipahami oleh sebagian besar masyarakat atau suku yang mengonsumsi tanah liat. Kegemaran anak-anak untuk terlibat dalam mengonsumsi tanah membuat mereka lebih rentan terhadap infeksi cacing. Bahaya lain yang terkait dengan mengonsumsi tanah liat mencakup kerusakan enamel gigi, menelan berbagai bakteri, berbagai bentuk pencemaran tanah, dan obstruksi usus. Namun proses pengolahan tanah liat yang cukup bagus dengan cara memasak atau dipanggang dapat mengurangi risiko tersebut.[5] Lihat pulaReferensi
Pranala luar
|