Garam dapur

Garam dapur

Garam dapur adalah sejenis mineral yang dapat membuat rasa asin. Biasanya garam dapur yang tersedia secara umum adalah Natrium klorida (NaCl) yang dihasilkan oleh air laut. Garam dalam bentuk alaminya adalah mineral kristal yang dikenal sebagai batu garam atau halite.

Garam sangat diperlukan tubuh, tetapi bila dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan berbagai penyakit, termasuk tekanan darah tinggi (hipertensi).[1] Selain itu garam juga digunakan untuk mengawetkan makanan dan sebagai bumbu. Untuk mencegah penyakit gondok, garam dapur juga sering ditambahi yodium.[2]

Sejarah

Garam telah digunakan sejak zaman purba kala. Manusia pemburu pada zaman purba kala mengisi kembali garam yang mereka butuhkan dengan memakan daging hewan. Beberapa bangsa yang sumber makanan utamanya hewan umumnya tidak menggunakan garam lagi karena kandungan garam pada daging yang sudah cukup. Namun bangsa yang bergantung pada agrikultur menggunakan garam dalam kehidupannya.

Garam memiliki pengaruh yang sangat besar pada sejarah; seperti menjadi sebuah alat tukar, sumber dari sebuah revolusi, dan lain-lain.

Beberapa pemerintahan menaruh pajak yang sangat besar pada penjualan garam, contohnya adalah pemerintahan Tiongkok. Garam juga digunakan oleh pedagang Yunani untuk membeli seorang budak. Para golongan pekerja juga dulunya dibayar menggunakan garam. Garam memilki dampak yang sangat tinggi, bahkan terjadi kehebohan ketika garam dipajak secara paksa oleh Prancis. Kehebohan ini juga menjadi bara dalam api yang nantinya berubah menjadi Revolusi Prancis.[3][4]

Cara mendapatkan garam telah berubah seiring berkembangnya teknologi. Secara umum, terdapat dua cara mendapatkan garam yang masih dilakukan hingga zaman sekarang. Dua cara itu adalah dengan mengeringkan air yang mengandung garam atau menambangnya dari gua.[3]

Mengeringkan air adalah cara paling populer. Air yang mengandung garam dikeringkan dengan berbagai cara, seperti dijemur atau direbus. Setelah semua air menguap, hanya akan ada kristal garam yang tersisa. Air garam dapat didapatkan dari air laut, danau, atau dari sebuah sumber mata air.

Penggunaan dalam makanan

Garam umumnya digunakan untuk menambahkan rasa asin pada makanan. Meskipun begitu, rasa yang diberikan oleh garam tidak sepenuhnya asin. Garam memiliki kemampuan untuk memperkuat rasa pada makanan, contohnya penambahan garam pada makanan manis. Garam disini digunakan bukan untuk mengasinkan makanan, tetapi untuk meningkatkan rasa lain, seperti rasa manis, pada makanan tersebut.[5] Pengaruh garam juga dirasakan pada dunia kuliner, seperti kata salad yang berasal dari kata salt. Kata ini bermula dari rakyat Romawi kuno yang memberi garam kepada sayur-sayuran mereka. Selain sebagai penambah rasa, garam juga digunakan sebagai pemberi tekstur kepada makanan, mendinginkan es, dan juga sebagai pengawet.[6]

Sebagai pendingin es, garam digunakan untuk merendahkan suhu beku pada air. Menambahkan garam pada gula akan membuat air asin yang memiliki suhu beku yang lebih rendah daripada air biasa.[7] Air yang lebih dingin ini lalu dapat digunakan untuk membuat makanan yang memerlukan temperatur dingin, contohnya adalah es krim.[8]

Garam sebagai pengawet bekerja dengan cara mengurangi "aktivitas air" pada makanan. Garam akan mengeringkan makanan dengan menghisap airnya. Lingkungan yang kering ini mempersulit perkembangan bakteri. Selain itu, garam juga membunuh bakteri dengan cara menarik air dari dalam bakteri ke lingkungan yang kering.[9]

Meskipun makhluk hidup memerlukan garam dalam tubuhnya, garam hendaknya digunakan dengan bijak. Mengkonsumsi garam terlalu banyak dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi, meningkatkan kemungkinan terkena serangan jantung, osteoporosis, stroke, dan masalah ginjal.[10][11] Dianjurkan mengkonsumsi sekitar 5 gram garam untuk orang dewasa setiap harinya.[10][12]

Di Amerika Serikat, makanan yang mengandung banyak garam meliputi:[13]

  • Roti
  • Daging
  • Makanan ringan
  • Keju
  • Hidangan pencuci mulut
  • Sup

Pengaruh garam dalam agama

Garam memiliki pengaruh yang sangat besar, bahkan dalam agama.

Pada "The Last Supper", salah satu lukisan terkenal Leonardo Da Vinci, digambarkan bahwa Yudas telah menumpahkan semangkuk garam. Menumpahkan garam dikenal sebagai sebuah pertanda buruk. Hingga saat ini, masih terdapat tradisi dimana seseorang hendaknya melemparkan sejumput garam pada pundak kiri mereka untuk mengusir Iblis atau Setan yang mungkin sedang menempel.[3][14]

Pada Agama Buddha, garam digunakan sebagai penangkal roh jahat. Buddha juga memiliki tradisi untuk melempar garam ke pundak kiri untuk mengusir makhluk jahat yang menempel.[15] Agama Shinto juga melakukan praktek dimana garam digunakan untuk memurnikan sebuah area.[16][17]

Bangsa Mesir, Yunani, dan Romawi kuno memanggil tuhan mereka menggunakan sesajen berupa air dan garam. Beberapa orang mengganggap ini adalah asal muasal frasa air suci.[18]

Referensi

  1. ^ Kurangi Asupan Garam, Cegah Hipertensi Diarsipkan 2022-05-28 di Wayback Machine., Kompas.com, diakses 24 Agustus 2011.
  2. ^ Tiroid, Pengatur Metabolisme Tubuh Diarsipkan 2022-09-26 di Wayback Machine., Kompas.com, diakses 24 Agustus 2011.
  3. ^ a b c "A Brief History of Salt". time.com. 15 Maret 1982. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-01. Diakses tanggal 24 Januari 2022. 
  4. ^ Cowen, Richard (1 May 1999). "The Importance of Salt". Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 May 2016. Diakses tanggal 24 January 2022. 
  5. ^ Y. Masibay, Kimberly. "Salt makes everything taste better". finecooking.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-01-26. Diakses tanggal 26 Januari 2022. 
  6. ^ Butler, Stephanie (22 Agustus 2022). "Off the Spice Rack: The Story of Salt". history.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-30. Diakses tanggal 24 Januari 2022. 
  7. ^ "The science behind how salt works". engagewr.ca. 28 November 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-01-26. Diakses tanggal 26 Januari 2022. 
  8. ^ Abraham, Lena (29 Maret 2019). "Ice Cream In A Bag". delish.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-21. Diakses tanggal 26 Januari 2022. 
  9. ^ Beckett, Emma (6 Mei 2016). "Kitchen Science: A salt on the senses". theconversation.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-06. Diakses tanggal 26 Januari 2022. 
  10. ^ a b "Is salt really bad for you? 6 myths and facts about salt". health.qld.gov.au. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-24. Diakses tanggal 26 Januari 2022. 
  11. ^ "Salt and Sodium". hsph.harvard.edu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-22. Diakses tanggal 26 Januari 2022. 
  12. ^ "Salt reduction". who.int. 29 April 2020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-20. Diakses tanggal 24 Januari 2022. 
  13. ^ Palsdottir, Hrefna; McPherson, Gabrielle. "Salt: Is It Healthy or Unhealthy?". healthline.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-28. Diakses tanggal 26 Januari 2022. 
  14. ^ Ottermann, Birgit (23 Mei 2011). "13 food superstitions". news24.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-29. Diakses tanggal 5 Februari 2022. 
  15. ^ Wigington, Patti. "Salt Folklore and Magic". learnreligions.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-27. Diakses tanggal 5 Februari 2022. 
  16. ^ "Salt and Shinto". nihonbunka.com. 26 Mei 2003. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-07. Diakses tanggal 5 Februari 2022. 
  17. ^ "The Importance Of Salt In Japanese Culture And Cuisine". kobejones.com.au. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-27. Diakses tanggal 5 Februari 2022. 
  18. ^ "10+1 Things you may not know about Salt". Epikouria. Fall/Winter (3). 2006. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Juli 2008. Diakses tanggal 24 Januari 2022. 
Buku
Publikasi lainnya

Pranala luar