Garam abu adalah berbagai macam garam tambang dan produksi yang mengandung kalium dalam bentuknya yang dapat larut dalam air.[1] Garam abu diproduksi di seluruh dunia dengan jumlah lebih dari 90 juta ton (sama dengan 40 juta ton K2O) tiap tahunnya; sebagian besar digunakan dalam produksi pupuk. Pupuk garam abu, apapun jenisnya, merupakan penggunaan unsur kalium dalam industri terbesar di dunia. Kalium pertama kali ditemukan pada 1807 dari elektrolisis kalium kaustik (kalium hidroksida).[2]
Istilah
Istilah garam abu merujuk pada senyawa kalium dan bahan yang mengandung kalium. Contohnya yang paling umum adalah kalium klorida (KCl). Sejarah istilah garam abu berasal dari cara lama membuat kalium karbonat (K2CO3), yakni dengan mengambil atau memproduksi abu kayu (pekerjaan ini dilakukan oleh pembakar abu), melindikan abu, lalu menguapkan hasil pelindian dalam belanga besi besar untuk menyisakan endapan yang disebut abu belanga atau garam abu.[3] Kira-kira 10% dari berat abu kayu biasa bisa dijadikan garam abu.[4][5] Nantinya, garam abu menjadi istilah yang digunakan secara luas untuk menyebut garam kalium yang terbentuk secara alami dan produk yang berasal darinya.[6]
Bahaya pekerjaan
Banyaknya kasus penyakit pernapasan telah menjadi perhatian bagi para penambang garam abu sepanjang sejarah. Hal ini disebabkan oleh bahaya linkungan seperti radon dan asbes. Penambang garam abu berkemungkinan besar mengidap penyakit silikosis. Berdasarkan studi yang dilakukan antara 1977 dan 1987, tingkat kematian pekerja garam abu dari penyakit kardiovaskular rendah, namun terdapat perbedaan kesehatan antara pekerja di atas dan bawah tanah.[7]
Konsumsi
Pupuk
Kalium adalah nutrien tanaman terbesar ketiga setelah nitrogen dan fosforus. Kalium telah digunakan sejak masa purba sebagai pupuktanah (90% penggunaan sekarang).[4] Unsur kalium tidak terbentuk di alam karena mudah beraksi dengan air.[8] Sebagai bagian dari berbagai senyawa, kalium menyusun sekitar 2,6% massa kerak bumi dan menempati peringkat kerujuh sebagai unsur paling berlimpah, keberlimpahannya berkisar sama dengan sodium yang menyusun 1,8% kerak bumi.[9] Garam abu penting bagi pertanian karena garam abu meningkatkan penyimpanan air, hasil, nilai gizi, rasa, warna, tekstur, dan ketahanan penyakit tanaman makanan. Garam abu sering digunakan untuk buah-buahan dan sayur-sayuran, beras, gandum dan gandum-gandum lainnya, tebu, jagung, kedelai, kelapa sawit, dan kapas karena keuntungannya dalam menambah gizi.[10]
Setelah bertahun-tahun mengalami peningkatan konsumsi, peningkatan penggunaan pupuk melambat pada 2008. Penurunan ekonomi dunia adalah penyebab utama menurunnya penggunaan pupuk, jatuhnya harga, dan penyimpanan menggunung.[11][12]
Konsumen garam abu terbesar dunia adalah Tiongkok, Amerika Serikat, Brasil, dan India.[13] Brasil mengimpor 90% garam abu yang dibutuhkan.[13] Konsumsi garam abu sebagai pupuk diperkirakan akan meningkat menjadi 37,7 juta ton pada 2022.[14]
^Wild, Pascal; Moulin, Jean-Jacques; Ley, François-Xavier; Schaffer, Paul (16 April 1995). "Mortality from Cardiovascular Diseases among Potash Miners Exposed to Heat". Epidemiology. 6 (3): 243–247. doi:10.1097/00001648-199505000-00009. JSTOR3702386.
^Arnold F. Holleman, Egon Wiberg and Nils Wiberg (1985). "Potassium". Lehrbuch der Anorganischen Chemie (dalam bahasa German) (edisi ke-91–100). Walter de Gruyter. ISBN978-3-11-007511-3.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)