Gamelan BungbangNama Bungbang atau Gamelan Bumbang adalah sebuah barungan (satu set) gamelan bambu yang diklasifikasikan dalam seni karawitan Bali sebagai gamelan anyar (seni tabuh baru). Hal ini dikarenakan gamelan bungbang diciptakan setelah abad ke-20 dan merupakan pengembangan dari gamelan yang sudah ada sebelumnya, terutama pada teknik permainan dan lagu-lagu yang dimainkan. Penciptanya berasal dari Banjar Tengah Desa Pakraman Sesetan, I Nyoman Rembang. Gamelan bungbang diciptakan pada tahun 1985 dan dipentaskan untuk umum pertama kali pada tanggal 16 November 1988 pada saat pawai pembukaan lomba desa di Desa Sesetan, Denpasar, Bali. SejarahPada awalnya gamelan bungbang dinamakan gamelan timbung. Baru setelah dua tahun, tepatnya 15 Juni 1987, nama timbung diubah menjadi bungbang setelah penciptanya mengutip kakawin Bharatayuda yang menyebut istilah salunding wayang seperti yang ditulis oleh Jaap Kunt (1968:77) sebagai berikut;
Gamelan bungbang awalnya diciptakan untuk mengiringi tari ikan hias. Warna dan gerak-gerik ikan hias dalam akuarium di Hotel Tanjung Sari, Sanur, menarik perhatian I Nyoman Rembang untuk menciptakan tarian ikan hias, kemudian ia mencoba memikirkan instrumen apa yang tepat untuk mengiringi tarian ikan hias tersebut. Gamelan bungbang tercipta setelah ia mendengarkan suara air yang jatuh dari mulut keran di bak air dalam kamar mandi. InstrumenUntuk memainkan satu lagu dengan gamelan ini diperlukan banyak penabuh, sekitar 35 hingga 40 orang. Instrumen pokok dari gamelan bungbang adalah alat-alat musik pukul berbentuk setengah kulkul (kentongan) yang terbuat dari bambu yang ukurannya bervariasi mulai dari 90 cm untuk yang paling panjang dan 10 cm untuk yang paling pendek. Bambu yang digunakan adalah bambu petung untuk nada-nada rendah (jegogan) serta bambu jajang untuk nada-nada madya dan tinggi (pemade dan kantil). Dalam memainkan gamelan bungbang, teknik yang digunakan hampir sama dengan teknik memainkan gamelan pada umumnya di Bali yaitu menonjolkan permainan melodi dan kekotekan (terjalin). Dalam memainkan gamelan bungbang semua pemain atau penabuh dituntut untuk menguasai atau menghafal lagu secara keseluruhan, dikarenakan setiap penabuh hanya membawa atau memainkan satu buah instrumen bungbang sehingga antara penabuh yang satu dengan yang lain akan saling melengkapi dan saling ketergantungan. Seiring berjalannya waktu, sekaa gong atau kelompok yang masih mempertahankan dan dapat memainkan gamelan bungbang hanya dapat ditemui di Banjar Tengah Sesetan yaitu Sekaa Gong Wirama Duta.[2][3][4] Referensi
|