Gajah putih (idiom)

Seekor gajah putih di Yangon, Myanmar, 2013

Sebuah gajah putih adalah sebuah idiom yang bermakna sebuah kepunyaan yang, oleh pemiliknya, tidak dapat atau tidak ingin ia buang, lepaskan, atau singkirkan. Namun biayanya, terutama pemeliharaannya, tidak sebanding dengan kegunaannya. Dalam penggunaan modern, ia adalah objek, proyek bangunan/infrastruktur, skema, usaha bisnis, fasilitas, dll., yang dianggap mahal namun tidak memiliki kegunaan atau nilai.[1]

Latar belakang

Seekor gajah putih di Istana Amarapura, 1855
Perusahaan Kerajaan Britania Afrika Timur menganggap Uganda sebagai gajah putih ketika konflik internal di sana membuat administrasi di wilayah tersebut tidak mungkin dilaksanakan
Bandara Internasional Kertajati di Jawa Barat, salah satu contoh gajah putih di Indonesia[butuh rujukan]

Istilah ini berasal dari gajah putih suci yang dipelihara oleh raja-raja Asia Tenggara di Burma, Thailand, Laos, dan Kamboja.[2] Memiliki gajah putih dianggap (dan masih dianggap di Thailand) sebagai tanda bahwa sang raja bertakhta dengan penuh keadilan dan kekuasaan, dan bahwa kerajaan diberkati dengan kedamaian dan kemakmuran. Kemewahan yang diharapkan dari siapa pun yang memiliki binatang sebesar ini sangatlah luar biasa. Para raja sering menunjukkan kepemilikan gajah putih dalam gelar resminya (misalnya, Hsinbyushin, har. 'Penguasa Gajah Putih', raja ketiga dari dinasti Konbaung).[3] Karena hewan ini dianggap suci dan undang-undang melindungi mereka dari penderitaan, menerima gajah putih sebagai hadiah dari seorang raja dapat berarti menerima berkah sekaligus kutukan. Ia adalah berkah karena hewan ini suci dan merupakan tanda kemurahan hati sang raja, dan juga kutukan karena si penerima sekarang memiliki hewan yang mahal untuk dipelihara yang tidak dapat ia berikan kepada orang lain dengan mudah dan tidak dapat ia gunakan secara praktis.

Di dunia Barat, istilah "gajah putih", yang berkaitan dengan beban mahal yang kegunaannya tidak memenuhi harapan, pertama kali digunakan pada tahun 1600-an dan tersebar luas pada tahun 1800-an.[4] Menurut salah satu sumber, ia dipopulerkan menyusul pengalaman Phineas Taylor Barnum bersama seekor gajah bernama Toung Taloung yang ia juluki sebagai "Gajah Putih Suci Burma". Setelah banyak berusaha dan mengeluarkan biaya besar, Barnum akhirnya memperoleh hewan ini dari Raja Siam hanya untuk mengetahui bahwa "gajah putih" nya sebenarnya berwarna abu-abu kotor dan memiliki beberapa bintik merah muda.[5]

Ungkapan "gajah putih" dan "hadiah gajah putih" mulai umum digunakan pada pertengahan abad kesembilan belas.[6] Frasa itu melekat pada "penukaran gajah putih" dan "penjualan gajah putih" di awal abad kedua puluh.[7] Banyak bazar gereja mengadakan "penjualan gajah putih" di mana para penyumbang dapat membongkar bric-à-brac yang tidak diinginkan, menghasilkan keuntungan dari fenomena bahwa "sampah satu orang adalah harta bagi orang lain" dan istilah ini terus digunakan dalam konteks ini.[8]

Dalam penggunaan modern, istilah ini sekarang sering merujuk pada proyek bangunan yang sangat mahal namun gagal memenuhi fungsinya atau menjadi sangat mahal untuk dirawat.[9][10] Contohnya termasuk proyek infrastruktur yang prestisius namun tidak ekonomis seperti bandar udara,[11] bendungan,[12] jembatan,[13][14] pusat perbelanjaan[15] dan stadion sepak bola yang dibangun untuk menyelenggarakan Piala Dunia FIFA.[16][17] Tim bisbol Oakland Athletics telah menggunakan gajah putih sebagai simbolnya dan biasanya logo utamanya atau alternatifnya sejak tahun 1902, yang awalnya merupakan penyangkalan sarkastik terhadap karakterisasi tim baru John McGraw pada tahun 1902 sebagai "gajah putih".[18]

Istilah ini juga diterapkan pada proyek militer yang sudah ketinggalan zaman atau berkinerja buruk seperti kapal penjelajah kelas Alaska milik Angkatan Laut Amerika Serikat.[19][20] Di Austria, istilah "gajah putih" bermakna pekerja yang hanya sedikit atau malah tidak berguna sama sekali, namun tidak dapat diberhentikan.

Lihat juga

Referensi

  1. ^ "Home : Oxford English Dictionary". oxforddictionaries.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-05-02. Diakses tanggal 2021-05-24. 
  2. ^ "Royal Elephant Stable" Diarsipkan 2021-03-09 di Wayback Machine.. Pusat Konservasi Gajah Thailand.
  3. ^ Leider, Jacques P. (Desember 2011). "A Kingship by Merit and Cosmic Investiture". Journal of Burma Studies. 15 (2). doi:10.1353/jbs.2011.0012. 
  4. ^ Ammer, Christine (2013). The American Heritage Dictionary of Idioms, Second Edition. Houghton Mifflin Harcourt. ISBN 978-0547677538. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-28. Diakses tanggal 2021-05-24. 
  5. ^ Harding, Les (1999). Elephant Story: Jumbo and P.T. Barnum Under the Big Top. Jefferson, N.C.: McFarland. hlm. 110. ISBN 0786406321. 
  6. ^ Brown, Peter Jensen. "Two-and-a-half Idioms – the History and Etymology of 'White Elephants'". Early Sports 'n' Pop-Culture History Blog. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-03-01. Diakses tanggal 2021-05-24. 
  7. ^ Brown, Peter Jensen. "Two-and-a-Half More Idioms – "White Elephants" and Yankee Swaps". Early Sports 'n' Pop-Culture History Blog. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-11-08. Diakses tanggal 2021-05-24. 
  8. ^ Roberta Jeeves, White Elephant Rules Diarsipkan 2017-10-04 di Wayback Machine.
  9. ^ "White elephants and worthwhile causes". 5 Juni 2003. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-23. Diakses tanggal 2021-05-24 – via news.bbc.co.uk. 
  10. ^ Shariatmadari, David (18 Juli 2013). "The 10 greatest white elephants | David Shariatmadari". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-28. Diakses tanggal 2021-05-24 – via www.theguardian.com. 
  11. ^ Govan, Fiona (5 Oktober 2011). "Spain's white elephants – how country's airports lie empty". The Daily Telegraph. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-08-25. Diakses tanggal 2021-05-24. 
  12. ^ "Dams as white elephants" (PDF). Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2011-10-02. Diakses tanggal 2021-05-24. 
  13. ^ Tim Ellis (8 November 2013). "State's Longest Bridge Nears Completion, But Budget Cuts May Limit Army's Ability to Use It". KUAC. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-10-04. Diakses tanggal 2021-05-24. 
  14. ^ "Russian bridge of trouble opens to world". The New Zealand Herald. 
  15. ^ Taylor, Adam (5 Maret 2013). "New South China Mall: Tour A Ghost Mall". Business Insider. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-03-09. Diakses tanggal 2021-05-24. 
  16. ^ Guardian Online Diarsipkan 2007-08-06 di Wayback Machine. – Guardian Article regarding Stadio delle Alpi March 2006
  17. ^ "World Cup: Are South Africa's stadiums white elephants? – The Sentinel". Tucsonsentinel.com. 7 Juli 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-11-08. Diakses tanggal 2021-05-24. 
  18. ^ John Odell. "The Elephant in the Room". Baseball Hall of Fame. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-04-18. Diakses tanggal 2021-05-24. 
  19. ^ Morison, Samuel Loring; Morison, Samuel Eliot; Polmar, Norman (2005). Illustrated Directory of Warships of the World: From 1860 to the Present. ABC-CLIO. hlm. 85. ISBN 1-85109-857-7. 
  20. ^ "Looking more like white elephant". Agence France-Presse. 14 Januari 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-03-17. Diakses tanggal 2021-05-24. 

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Trying to get property of non-object

Filename: wikipedia/wikipediareadmore.php

Line Number: 5

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Trying to get property of non-object

Filename: wikipedia/wikipediareadmore.php

Line Number: 70

 

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Undefined index: HTTP_REFERER

Filename: controllers/ensiklopedia.php

Line Number: 41