François Bozizé Yangouvonda (lahir 14 Oktober 1946) adalah Presiden Republik Afrika Tengah saat ini. Ia memperoleh kekuasaan pada Maret 2003 setelah memimpin pemberontakan terhadap Presiden Ange-Félix Patassé dan mengantarkan masa transisi dalam pemerintahan negera itu. Ia menang dalam pemilu presiden 2005 dengan memperoleh suara terbanyak pada babak pertama, Maret 2005. Namun perolehan suaranya masih kurang, sehingga ia harus maju ke babak kedua yang dimenangkannya pada Mei 2005.
Masa muda dan pemerintahan Kolingba
Bozizé dilahirkan di Gabon dan menempuh pendidikan untuk perwira militer di provinsi Bouar, Afrika Tengah dan menjadi kapten pada 1975. Ia diangkat menjadi brigadir jenderal oleh Kaisar Jean-Bédel Bokassa pada 1978. Setelah Bokassa digulingkan oleh David Dacko pada 1979, Bozizé diangkat menjadi menteri pertahanan. Pada masa pemerintahan militer André Kolingba (1981–1993), Bozizé diangkat menjadi menteri komunikasi, tetapi belakangan dituduh merancang usaha kudeta pada Maret 1982. Setelah ditangkap di Cotonou, Benin pada Juli 1989, Bozizé dipenjarakan dan disiksa, tetapi kemudian dilepaskan pada akhir 1991.1
Kolingba menyelenggarakan pemilihan umum pada 1993, dan Bozizé menjadi salah seorang kandidat. Ia dikalahkan oleh Patassé, yang terpilih menjadi presiden.
Mendukung Patassé
Selama bertahun-tahun, Bozizé diangap sebagai pendukung Patassé dan menolongnya menindas pemberontakan militer pada 1996 dan 1997. Bozizé kemudian diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Bersenjata.
Bozizé tidak memperlihatkan aktivitas melawan Patassé dan sering kali ia menghancurkan pemberontakan melawan presiden.
Melawan Patassé
Namun pada Mei 2001, kesetiaan Bozizé dipertanyakan setelah sebuah kudeta yang gagal terhadap Patassé. Kudeta itu dikalahkan dengan bantuan pasukan Libya, tetapi Bozizé menolak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai keterlibatannya, dan pada November ia melarikan diri ke Chad dengan 300 orang pendukung.
Dari Chad, Bozizé sering kali melakukan serangan-serangan ke Republik Afrika Tengah sepanjang tahun 2002. Pada Oktober, ia melancarkan sebuah serangan ke ibu kota, Bangui. Dengan bantuan Libya dan Gerakan untuk Pembebasan Kongo (sebuah kelompok pemberontak dari Republik Demokratik Kongo), Patassé mampu menghentikan serangan itu.
Patassé menuduh Presiden Idriss Déby dari Chad menolong para pemberontak, tetapi tuduhan itu disangkal oleh Déby.
Kudeta terakhir
Pada 15 Maret 2003, Bozizé akhirnya berhasil merebut kekuasaan. Patassé sedang menghadiri sebuah pertemuan di Niger dan tidak mampu kembali. Bozizé dan pasukan-pasukannya telah menguasai Bangui dan bandaranya. Patassé berlindung di Kamerun dan belakangan di Togo.
Bozizé membekukan konstitusi 1995 negara itu setelah merebut kekuasaan, dan sebuah konstitusi baru, yang konon serupa dengan yang lama, disetujui oleh para pemilih dalam sebuah referendum pada 5 Desember 2004. [1] Diarsipkan 2006-11-22 di Wayback Machine.
Setelah merebut kekuasaan, Bozizé mula-mula mengatakan bahwa ia tidak akan mencalonkan diri dalam pemilu kepresidenan yang akan datang, tetapi setelah referendum konstitusional yang sukses, ia mengumumkan niatnya untuk mencalonkan diri sebagai seorang kandidat:
- Setelah memikirkan masak-masak, dan setelah diyakinkan dengan mendalam, sambil mempertimbangkan kepentingan bangsa, saya memahami panggilan rakyat saya. Sebagai seorang warga negara, saya akan mengambil tanggung jawab saya.
- Saya akan bertarung dalam pemilu untuk mencapai tugas untuk membangun kembali negara ini, yang sangat saya cintai dan sesuai dengan kehendak seluruh rakyat.1
Pada akhir Desember 2004, Bozizé merupakan satu di antara lima kandidat yang disetujui untuk ikut serta dalam pemilu kepresidenan yang dijadwalkan untuk awal 2005. [2] Diarsipkan 2006-11-22 di Wayback Machine. Pada awal Januari 2005, Bozizé mengumumkan bahwa tiga calon yang tadinya ditolak juga akan akan diizinkan bertarung, meskipun bekas presiden Patassé tidak termasuk di dalamnya. pada akhir Januari, diumumkan bahwa lebih banyak kandidat akan diizinkan ikut serta dalam pemilu, sehingga jumlah keseluruhannya 11 orang, dan hanya Patassé saja yang dilarang. Pemilu juga ditunda sebulan dari tanggal rencana semula 13 Februari menjadi 13 Maret [3] Diarsipkan 2006-11-22 di Wayback Machine. (lihat Pemilu Republik Afrika Tengah, 2005).
Pada pemilu 13 Maret, Bozizé memperoleh suara terbanyak, hanya kurang sedikit dari 43% suara, menurut hasil resmi. Ia menghadapi perdana menteri terakhir Patassé, Martin Ziguélé, dalam putaran kedua pemilu yang diadakan pada 8 Mei dan menurut hasil resmi yang diumumkan pada 24 Mei, ia menang dengan 64,6% suara. Ia disumpah pada 11 Juni.
Pada awal Maret 2004, Republik Afrika Tengah muncul dalam berita internasional ketika Bozizé mengizinkan presiden Haiti yang terguling, Jean-Bertrand Aristide untuk tinggal di pembuangan di negara itu, meskipun Aristide hanya sebentar tinggal di sana.
Rujukan
- Integrated Regional Information Networks (IRIN), "Bozize to contest presidency as an independent candidate", Diarsipkan 2006-11-22 di Wayback Machine. December 13, 2004.
Referensi