Frambusia

Frambusia
Nodul pada siku karena infeksi bakteri Treponema pallidum pertenue
Informasi umum
Nama lainframbesia tropica, thymosis, polypapilloma tropicum, parangi, bouba, frambösie,[1] pian[2]
SpesialisasiInfectious disease
Seorang dokter Eropa menangani frambusia pada seorang wanita Indonesia.

Frambusia, patek atau puru[3] (bahasa Inggris: yaws) adalah infeksi tropis pada kulit, tulang dan sendi yang disebabkan oleh bakteri spiroket Treponema pallidum pertenue.[4][5] Penyakit ini berawal dengan pembengkakan keras dan bundar pada kulit, dengan diameter 2 sampai 5 cm.[5] Bagian tengah dari pembengkakan bisa pecah dan membentuk ulkus.[5] Luka kulit awal ini biasanya sembuh setelah tiga sampai enam bulan.[6] Setelah beberapa minggu sampai beberapa tahun, sendi dan tulang dapat terasa sakit, kelelahan dapat berkembang, dan luka kulit baru mungkin muncul.[5] Kulit telapak tangan dan telapak kaki dapat menjadi tebal dan membuka.[6] Tulang (terutama pada hidung) dapat berubah bentuk.[6] Setelah lima tahun atau lebih daerah yang luas dari kulit bisa mati, meninggalkan bekas luka.[5]

Frambusia menyebar melalui kontak langsung dengan cairan dari luka orang yang terinfeksi.[6] Kontak biasanya bersifat non-seksual.[6] Penyakit ini paling umum pada anak-anak, yang menyebarkannya dengan bermain bersama-sama.[5] Penyakit treponema terkait lainnya adalah bejel (Treponema pallidum endemicum), pinta (Treponema pallidum caratium), dan sifilis (Treponema pallidum pallidum).[6] Frambusia sering didiagnosis dengan munculnya luka.[6] Tes antibodi darah mungkin berguna tetapi tidak dapat memisahkan infeksi sebelumnya dari infeksi saat ini.[6] Reaksi berantai polimerase (polymerase chain reaction, PCR) adalah metode yang paling akurat dari diagnosis.[6]

Salah satu cara pencegahan adalah dengan menyembuhkan mereka yang menderita penyakit sehingga mengurangi risiko penularan.[6] Di mana penyakit ini umum, memberikan pengobatan kepada seluruh masyarakat efektif untuk mengatasi frambusia.[6] Meningkatkan kebersihan dan sanitasi juga akan menurunkan penyebarannya.[6] Pengobatan biasanya dengan antibiotik termasuk azitromisin melalui mulut atau benzatin penisilin melalui injeksi.[6] Tanpa pengobatan, cacat fisik terjadi pada 10% kasus.[6]

Frambusia umum di setidaknya 14 negara tropis pada tahun 2012.[5][6] Penyakit ini hanya menginfeksi manusia.[6] Pada tahun 1950-an dan 1960-an Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hampir memusnahkan frambusia.[6] Sejak itu jumlah kasus telah meningkat dan ada upaya baru untuk memusnahkan penyakit ini secara global pada tahun 2020.[6] Perkiraan terakhir dari jumlah orang yang terinfeksi lebih dari 500.000 pada tahun 1995.[4] Meskipun salah satu deskripsi pertama dari penyakit ini dibuat pada tahun 1679 oleh Willem Piso, bukti arkeologi menunjukkan bahwa frambusia mungkin telah ada di antara manusia sejauh 1,6 juta tahun yang lalu.[5]

Referensi

  1. ^ Rapini RP, Bolognia JL, Jorizzo JL (2007). Dermatology: 2-Volume Set. St. Louis: Mosby. ISBN 1-4160-2999-0. 
  2. ^ James WD, Berger TG, et al. (2006). Andrews' Diseases of the Skin: clinical Dermatology. Saunders Elsevier. ISBN 0-7216-2921-0. OCLC 62736861. 
  3. ^ "frambusia". Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-23. Diakses tanggal 24 Maret 2017. 
  4. ^ a b Mitjà O; Hays R; Rinaldi AC; McDermott R; Bassat Q (2012). "New treatment schemes for yaws: the path toward eradication" (pdf). Clinical Infectious Diseases. 55 (3): 406–412. doi:10.1093/cid/cis444. PMID 22610931. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-18. Diakses tanggal 2017-03-24. 
  5. ^ a b c d e f g h Mitjà O; Asiedu K; Mabey D (2013). "Yaws". Lancet. 381 (9868): 763–73. doi:10.1016/S0140-6736(12)62130-8. PMID 23415015. 
  6. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r "Yaws Fact sheet N°316". World Health Organization. February 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-03-03. Diakses tanggal 27 February 2014. 

Pranala luar