Festival Meriam Karbit adalah sebuah festival yang dilaksanakan di Kalimantan Barat tepatnya di pesisir Sungai Kapuas, beberapa minggu sebelum perayaan hari raya Idul Fitri.
Sejarah
Alkisah menurut sebagian para ahli sejarah, Raja pertama Pontianak Syarif Abdurrahman Alkadrie ketika membuka lahan untuk bertempat tinggal di Pontianak sempat diganggu hantu-hantu. Ia kemudian memerintahan pasukannya mengusir hantu-hantu itu dengan meriam. Pontianak sebenarnya adalah sebuah kota yang memiliki hantu kuntilanak. Karena pada dasarnya nama "Pontianak" berasal dari kata "Bunting" dan "anak". atau dalam bahasa Melayu adalah "Buntinganak". Pada masa Orde Baru, perayaan Meriam Karbit dilarang dan baru kembali diadakan pada masa Reformasi.
Perayaan Festival
Ada satu momen menarik selama bulan Ramadan, terutama sepanjang tepi Sungai Kapuas. Pemandangan meriam berderet-deret sepanjang tepian. Meriam itu bukan meriam mesiu seperti gambar perang dengan VOC, pipa logam di atas gerobak/kereta. Yang ini meriam karbit, dibuat dari ruas-ruas bambu, batang kelapa. dan akhir-akhir ini langsung diambil dari batang pohon, diameternya bisa mencapai 60 cm. Ketika kita menyusuri Sungai Kapuas, seolah-olah moncong-moncongnya diarahkan ke kita.[1]
Rekor
Pada tahun 2007 meriam karbit kalbar telah memecah rekor oleh museum rekor indonesia.[2]Lalu terulang kembali pada tahun 2009.
Biaya
Perwakilan peserta dari Ikatan Kekeluargaan Remaja Kuantan, Aan Rahmatika, menyatakan bahwa untuk mengikuti kegiatan tersebut, panitia menyiapkan pakaian adat khas Melayu Pontianak untuk dikenakan para peserta. "Masing-masing kelompok peserta juga mendapatkan bantuan dana senilai Rp. 200.000,00 untuk melakukan persiapan," ujarnya. Untuk membuat sebuah meriam dengan kualitas suara yang baik, tiap-tiap kelompok memerlukan dana jutaan rupiah. Tradisi membunyikan meriam karbit saat puasa hingga lebaran, telah berlangsung berpuluh-puluh tahun lamanya. Tradisi tersebut tidak pernah putus di masyarakat yang bermukim di pinggiran Sungai Kapuas. Dalam lima tahun terakhir, Pemerintah setempat membuat peraturan, meriam karbit hanya dapat dibunyikan pada saat tiga hari sebelum lebaran dan tiga hari setelah lebaran.[3]
Referensi