Etemenanki sering dianggap sebagai ispirasi untuk kisah Alkitab tentang Menara Babel.
Konstruksi
Belum diketahui secara pasti kapan tepatnya Etemenanki pertama kali dibangun. Review artikel oleh Andrew R. George mengatakan bahwa pembangunnya mungkin "memerintah di abad keempat belas, kedua belas, kesebelas atau kesembilan [SM]", tapi ia berpendapat bahwa
Referensi untuk sebuah ziqqurat di Babel dalam Epik Penciptaan (Enûma Eliš· VI 63: George 1992: 301-2) adalah bukti yang lebih kuat, tetapi karena sepotong puisi Assyira Tengah masih ada untuk membuktikan teori yang sejak dulu dipertahankan, bahwa ziggurat ini telah ada di abad kedua SM. Tak ada alasan untuk meragukan bahwa ziqqurat ini, yang digambarkan sebagai ziqqurrat apsî elite, 'ziggurat atas Apsû, adalah E-temenanki.[1]
Kota Babel sudah dihancurkan pada tahun 689 SM oleh Sanherib, yang mengaku telah menghancurkan Etemenanki. Kota Babel ini kemudian dibangkitkan lagi oleh Nabopolassar dan putranya Nebukadnezar II. Perlu waktu 88 tahun untuk membangun kembali Kota Babel. Keistimewaan kota tersebut adalah Kuil Marduk (Esagila), yang dihubungkan dengan ziggurat Etemenanki. Ziggurat ini dibangun kembali oleh Nebukadnezar II. Tujuh lantai ziggurat mencapai tinggi 91 meter, berdasarkan dari sebuah tablet dari Uruk (lihat di bawah) dan memiliki sebuah kuil pemujaan di puncak.
Kata-kata Nebukadnezar:
Menara ini, sebuah rumah abadi, yang aku temukan dan bangun. Aku telah melengkapi keistimewaannya dengan perak, emas, logam lain, batu, bata yang berlapis porselen, cemara dan pinus. Yang pertama adalah rumah dari .pusat bumi, monumen paling kuno Babilon, kubangun dan kuselesaikan ia. Telah kutinggikan puncaknya dengan bata berlapis tembaga. Kita katakan pada yang lain, bahwa, bagunan ini, rumah tujuh cahaya bumi sebagai monumen paling kuno Borsippa. Raja sebelumnya membangunnya (mereka memperkirakannya 42 masa), tetapi dia tak melengkapi puncaknya. Sejak dulu kala, orang-orang mengabaikannya, tanpa perintah untuk mengungkapkan kata-kata mereka. Sejak saat itu gempa bumi dan petir telah memencarkan tanah liatnya yang dikeringkan matahari. Batu bata yang melingkupinya pecah, dan lantai bagian dalam terhambur-hambur; menjadi onggokan. Marduk, sang dewa agung, menggugah pikiranku untuk memperbaiki bangunan ini. Aku tidak mengubah situs ini, juga menyingkirkan fondasinya. Di bulan keberuntungan, di suatu hari penuh harapan, aku menjalankan pembangunan serambi bertiang di sekitar bata-bata sederhana, dan bagian luar bata yang terbakar. Aku menyelaraskan area melingkarnya, kutuliskan namaku di Kitir di teras bertiang itu. Kugunakan tanganku untuk menyelesaikannya. Dan mengagunkan puncaknya. Karena itu telah dilakukan di masa lampau, maka aku mengagungkan puncaknya.
Pada tahun 331 SM, Alexander Agung berhasil menaklukkan Babel dan memerintahkan perbaikan Etemenanki; ketika ia kembali ke kota kuno ini pada tahun 323 SM, dia mencatat bahwa tidak ada kemajuan yang dibuat, dan memerintahkan pasukannya untuk menghancurkan seluruh bangunan, dan mempersiapkan pembangunan kembali.[3] Akan tetapi, kematiannya, menghalangi pembangunan kembali tersebut.[4] Kronika Babilonia dan Buku Harian Astronomi mencatat beberapa usaha untuk membangun Etemenanki kembali, yang selalu dimulai dengan menyingkirkan puing-puing ziggurat yang asli. Kronika Reruntuhan Esagila menyebutkan bahwa putra mahkota Seleukia, Antiokhos I, memutuskan untuk membangunnya kembali, berkorban, terantuk dan jatuh, dan dengan murka meminta penunggang gajahnya untuk menghancurkan sisa reruntuhan.[5] Tidak ada referensi selanjutnya dari Etemenanki.
Catatan
^George, Andrew (2007) "The Tower of Babel: Archaeology, history and cuneiform texts" Archiv für Orientforschung, 51 (2005/2006). pp. 75-95. pdf document.