Empire of the Sultans: Ottoman Art of the Khalili Collection adalah sebuah pameran keliling dimulai dari tahun 1995 hingga 2004 yang menampilkan benda-benda dari Koleksi Seni Islam Khalili. Sekitar dua ratus koleksi benda, termasuk kaligrafi, hasil tenun, tembikar, senjata, dan kerajinan logam, dipamerkan untuk menggambarkan seni serta kehidupan sehari-hari pada masa Kesultanan Utsmaniyah. Pameran ini turut memamerkan sejumlah benda yang dibuat khusus untuk pemimpin kesultanan, yakni sultan. Dua koleksi kaligrafi bahkan merupakan karya sultan itu sendiri.
Pada dekade 1990-an, pameran ini diselenggarakan oleh beberapa institusi di Swiss, Britania Raya, dan Israel. Pameran ini kemudian diselenggarakan di tiga belas kota Amerika Serikat mulai dari tahun 2000 hingga 2004, ketika Islam menjadi sangat kontroversial karena serangan 11 September dan perang berkelanjutan di Timur Tengah. Para kritikus memuji pameran ini karena menampilkan karya-karya seni yang indah dan menyajikan pandangan baru tentang Islam. Katalog-katalog dari pameran ini diterbitkan dalam bahasa Inggris dan Prancis.
Latar belakang
Kesultanan Utsmaniyah eksis mulai dari abad ke-13 hingga tahun 1922, dan pada puncak kejayaannya, memiliki wilayah di tiga benua, yakni Asia, Eropa, dan Afrika.[1] Pada tahun 1516 dan 1517, kesultanan Utsmaniyah berhasil merebut tiga kota suci dalam agama Islam, yaitu Makkah, Madinah, dan Yerusalem.[2] Walaupun berstatus sebagai kesultanan Islam, kesultanan Utsmaniyah memiliki beragam budaya dan bahasa, baik budaya Islam, Kristen, maupun Yahudi.[3]
Sepanjang sejarah Kesultanan Utsmaniyah, pemimpinnya, yang bergelar sultan, merupakan pemerhati seni. Di ibu kota Konstantinopel, para sultan membentuk institusi untuk melatih dan mengorganisasi arsitek dan seniman, sehingga menciptakan gaya arsitektur, manuskrip, ilustrasi, dan rancangan yang khas.[4] Utsmaniyah juga mengembangkan gaya kaligrafi Islam yang khas.[5] Pada abad ke-19, para sultan sendiri rutin berlatih dalam membuat kaligrafi.[6] Kesultanan Utsmaniyah mencapai puncak kejayaannya di masa pemerintahan Suleiman I pada abad ke-16. Suleiman dan para penerusnya pun menggunakan kekayaan mereka untuk membangun Istana Topkapı dan bangunan-bangunan lain di Konstantinopel, termasuk kompleks-kompleks masjid besar yang interiornya dihias dengan tulisan-tulisan arsitektural.[7][8]
Sepanjang sejarahnya, seni religi Islam dicirikan oleh anikonisme, yakni larangan terhadap penggambaran makhluk hidup. Kebudayaan Islam menginterpretasikan anikonisme secara berbeda, baik dalam penerapannya secara sempit pada seni religi maupun pada seni secara umum.[9][10][11] Seniman Islam pun menyiasati batasan tersebut dengan menggunakan kaligrafi dekoratif, pola geometri, dan gaya dedaunan yang dikenal sebagai arabesque.[11]
Sir Nasser David Khalili adalah seorang cendekiawan, kolektor, dan dermawan Inggris-Iran yang memiliki koleksi seni Islam pribadi terbesar di dunia.[12][13]Koleksi Seni Islam Khalili mencakup benda koleksi yang berasal mulai dari tahun 700 hingga 2000.[14] Koleksi tersebut terdiri dari karya seni religi, benda hiasan serta karya non-religi.[15]Empire of the Sultans menjadi pameran pertama yang memamerkan Koleksi Seni Islam Khalili[16] sekaligus pameran berskala besar pertama di Brunei Gallery dari School of Oriental and African Studies.[17][18] Sejumlah benda yang ada di pameran ini bahkan belum pernah dipamerkan untuk umum sebelumnya.[19]
Isi
Para kurator pameran ini adalah J. M. Rogers, yang menjadi kurator kehormatan koleksi ini, dan Nahla Nassar, pelaksana tugas kurator dan pendaftar.[20] Lebih dari 200 benda dipamerkan, mencakup benda dari enam abad berdirinya Kesultanan Utsmaniyah.[21] Benda-benda yang dipamerkan dibagi ke dalam empat bagian. "Dalam pengabdian kepada Tuhan" berisi teks seperti al-Qur'an serta perabotan dan ornamen untuk mendekorasi masjid. "Sultan, prajurit dan juru tulis" berisi zirah, panji, dan dokumen terkait pemerintahan kesultanan. "Kesenian dan kerajinan" berisi logam, hasil tenun, kaca, dan keramik. Terakhir, "kitab, lukisan dan naskah" berisi lukisan manuskrip, kaligrafi, alat yang berkaitan dengan kaligrafi, dan penjilidan buku.[22] Sebagian besar benda di pameran ini dilengkapi dengan semacam kaligrafi.[23]
Sejumlah lokasi juga memiliki stasiun audio yang memungkinkan para pengunjung untuk mendengar musik dari masa Turki Utsmaniyah dan mendengar cerita dalam bahasa Arab dan Inggris.[24] Di Universitas Brigham Young, tukang kayu membuat ulang replika fasad dari masjid-masjid Turki.[25]
Dalam pengabdian kepada Tuhan
Manuskrip religi mencakup koleksi tiga puluh kaligrafi ayat al-Qur'an[26][21] dan karya sastra lainnya seperti Masnavi karya Rumi[27] dan kumpulan selawat Dala'il al-Khayrat.[28] Koleksi kaligrafi terdiri dari karya kaligrafer terkenal seperti Ahmed Karahisari, Sheikh Hamdullah,[29]Hâfiz Osman,[30] dan Mustafa Izzet Efendi.[31] Kaligrafi tersebut dilukiskan di potongan kayu bulat dan berisi kutipan ayat al-Qur'an atau nama nabi Muhammad serta empat khalifah pertama. Potongan kayu bulat ini sebelumnya digunakan sebagai dekorasi masjid.[8] Kaligrafi dekoratif serupa juga dibordir pada sutra atau satin, termasuk panel satin hitam dari penutup pintu Ka'bah.[32] Perabotan masjid yang dipamerkan mencakup lilin dan perlengkapan pintu dekoratif yang dibuat dari kuningan atau tembaga.[33] Terdapat juga kompas kiblat yang digunakan untuk mencari arah Makkah untuk salat[34] dan kuadran astrolab untuk menentukan waktu salat dari terbitnya bintang.[35]
Sultan, prajurit dan juru tulis
Zirah yang dipamerkan mencakup ketopong, busana zirah rantai, dan topeng perang dari abad ke-15. Benda-benda tersebut biasanya dibuat dari besi atau baja.[36] Sebuah busana azimat dari katun, yang dirajahi dengan ayat-ayat al-Qur'an, doa, serta 99 nama Allah, menunjukkan bagaimana para prajurit menggunakan pertahanan spiritual di balik zirah logam mereka.[37] Sejumlah zirah juga dibuat untuk kuda, seperti chamfron yang digunakan untuk melindungi wajah kuda dan juga difungsikan sebagai hiasan.[37] Senjata yang dipamerkan mencakup belati, pedang, dan pistol flintlock, yang sebagian besar dilengkapi dengan tulisan dan pola dekoratif murni yang dibuat dengan melapisi emas dan perak ke permukaannya.[38] Belati dan pedang yang dipamerkan merupakan contoh terawal yang masih ada dari pedang lengkung Islam[21] yang mencantumkan nama Baibars, seorang sultan Mamluk abad ke-13. Utsmaniyah merebut pedang tersebut dari Mesir dan kemudian menambahkannya dengan lapisan emas.[39][40] Panji-panji militer mencantumkan nama-nama Allah dan Nabi Muhammad beserta doa.[41] Kekhasan dari panji Utsmaniyah adalah Zulfiqar, pedang bermata dua yang dikatakan direbut oleh Nabi Muhammad pada Pertempuran Badar. Sepotong panji semacam itu pun ditampilkan dalam pameran ini.[42]
Manuskrip yang dipamerkan mencakup dokumen hibah tanah dan pendapatan. Karena merupakan dokumen resmi dari sultan, dokumen tersebut pun menggunakan kaligrafi yang bergaya dan penuh hiasan serta dilengkapi dengan tughra sultan, sebuah monogram rumit yang menjadi stempel resmi dari sultan. Benda yang dipamerkan mencakup tughra dari Suleiman I, Selim II, Murad III, Ahmed I, Mehmed IV, Abdul Hamid I, dan Abdul Majid I.[43] Dua manuskrip juga menceritakan sejarah dari para sultan, diilustrasikan dengan lukisan potret.[44]
Kesenian dan kerajinan
Bagian ketiga menampilkan logam, tembikar, akik, dan hasil tenun. Benda logam domestik dibuat dari perak, kuningan, atau tembaga.[45] Hasil tenun, dari abad ke-16 dan ke-17, mencakup permadani dan panel lampas sutra tenun dari sejumlah lokasi di seantero Kesultanan Utsmaniyah.[46]
Pada akhir abad ke-16, Utsmaniyah menggunakan tembikar Iznik, dengan warna putih yang tebal, untuk mendekorasi istana kesultanan dan masjid.[47] Sejumlah contoh dari Iznik pun ditampilkan dalam pameran ini, termasuk ubin, alat makan, dan vas.[48] Tembikar lain yang ditampilkan adalah alat makan fritware dari Suriah dan dua belas mangkuk fritware yang dibuat pada tahun 1860, yang masing-masing tertulis "Majelis Kesultanan" dan "sebuah hadiah untuk yang mulia Abraham Lincoln" dalam bahasa Arab. Para kurator belum dapat mengetahui mengapa atau di mana hadiah tersebut dibuat, selain bahwa tulisannya mengindikasikan mangkuk tersebut dibuat di Turki.[49] Sebuah panel ubin dari abad ke-16 atau ke-17, berukuran 207 x 1.125 sentimeter (6,79 ft × 36,91 ft), mencantumkan dua kalimat Syahadat terkaligrafi, mengindikasikan bahwa panel tersebut dibuat untuk mendekorasi sebuah masjid.[49]
Kitab, lukisan dan naskah
Bagian terakhir dari pameran ini menampilkan karya kaligrafi, lukisan manuskrip, jilidan buku dekoratif, dan alat yang digunakan oleh para kaligrafer.[50] Karya kaligrafi terdiri dari kaligrafi yang dilukis di panel tunggal, album, dan dedaunan. Sejumlah karya dibuat oleh kaligrafer terkenal seperti Sheikh Hamdullah, Mahmud Celaleddin Efendi, dan Mehmed Şevkî Efendi.[51] Pameran ini juga menampilkan panel kaligrafi karya dua sultan, yakni Abdulmejid I dan Mahmud II.[6] Salah satu jenis karya kaligrafi khas Islam adalah hilye, yang berisi penjelasan mengenai sifat-sifat nabi Muhammad atau nabi Islam lainnya.[52] Sejumlah hilye yang dipamerkan memiliki pola umum dimana teks utama diletakkan di tengah, sementara nama dan kutipan tambahan diletakkan di pinggir panel. Sedangkan hilye yang lain memiliki tata letak atau penulisan teks yang tidak biasa.[53]
Di antara lukisan dan gambar, juga terdapat potret dari manuskrip puisi, yang dilukis di dalam tepi dekoratif yang rumit, serta dua contoh dari gaya saz yang memadukan dedaunan dan makhluk fantasi.[54]
Zirah rantai dan busana pelat, akhir abad ke-15 atau awal abad ke-16
Permadani Niche, akhir abad ke-16 atau awal abad ke-17
Lokasi
Pameran ini diselenggarakan di enam belas lokasi di empat negara.[55] Sejumlah lokasi juga mengadakan acara khusus, seperti pertunjukan musik Turki, penayangan film, kuliah, dan demonstrasi kaligrafi ketika pameran berlangsung.[23][56][24][19]
Kritikus mendeskripsikan Empire of the Sultans sebagai pameran yang komprehensif dan informatif. Mengulas pameran di Jenewa untuk Financial Times, Susan Moore mengamati bahwa "tidak ada koleksi tunggal lain di luar Istanbul yang memiliki beragam benda" yang dapat memberi gambaran luas mengenai budaya Utsmaniyah. Ia mengidentifikasi bahwa pencapaian utama dari pameran ini adalah menunjukkan bagaimana Utsmaniyah terdampak oleh penaklukan yang mereka lakukan terhadap wilayah lain.[58] Majalah The Middle East menyatakan bahwa Brunei Gallery mengadakan pameran yang "terkurasi secara indah" yang "dengan cerdik menggambarkan bagaimana seni menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari Utsmaniyah".[59]The Columbian menyimpulkan dari pameran di Portland bahwa "koleksi khazanah seni Islam milik Nasser D. Khalili begitu luas sehingga hampir menghidupkan kembali Kesultanan Utsmaniyah."[19]The New York Times juga mendeskripsikan "pameran harta karun" di Bruce Museum sebagai "sebuah daya tarik yang mengesankan".[21]
Kritikus memuji keindahan dari karya seni yang dipamerkan. The Albuquerque Tribune mendeskripsikan Empire of the Sultans sebagai sebuah "pameran khazanah Kesultanan Utsmaniyah yang memukau" yang mana 225 objeknya "sungguh mempesona".[60] Mengulas untuk San Francisco Chronicle, David Bonetti mendapati bahwa semua objek "setidaknya menarik" namun beberapa "indah", dengan menyebut karpet dan keramik sebagai sorotan utama.[61] Untuk The Capital Times, Kevin Lynch mendeskripsikan pameran di Milwaukee sebagai sebuah "pertunjukan yang sangat indah" dan "harus disaksikan oleh orang-orang yang menginginkan pencerahan mengenai Islam di masa ini."[62] Dalam ulasannya pada tahun 2002, Lynch menyebut Empire of the Sultans sebagai acara seni rupa terbaik keempat.[63] Mengulas pameran di London untuk The Times, John Russell Taylor menyayangkan bahwa sejumlah objek paling menarik yang dipamerkan di Jenewa tidak ikut dipamerkan di Brunei Gallery (biasanya karena kekurangan ruang), namun ia menyatakan bahwa pameran di London tetap menampilkan "banyak permata yang nyata dari seni yang signifikan".[64]
Kaligrafi yang ditampilkan di pameran ini juga mendapat pujian. Associated Press menulis bahwa keindahannya dapat diapresiasi bahkan oleh pengunjung yang tidak memahami bahasa Arab.[65]Alan Riding di The New York Times mendeskripsikan kaligrafi dari tahun-tahun terakhir Kesultanan Utsmaniyah sebagai "karya yang luar biasa indah".[66] Di The Oklahoman, John Brandenburg menyebut bahwa bagian kaligrafi menjadi bagian terkuat dari pameran ini, dengan menyatakan bahwa "perpaduan luar biasa dari seni dan ilmu serta sejarah militer dan budaya" mungkin memerlukan lebih dari satu kali kunjungan untuk memahaminya.[39]The Atlanta Journal-Constitution menyoroti kaligrafi yang "hebat" serta lukisan miniatur yang "luar biasa".[56]
Empire of the Sultans menggambarkan Islam dengan cara yang kontras dengan prasangka dan liputan media yang ada pada saat itu. Mendeskripsikan pameran di Universitas Brigham Young sebagai sebuah "ekstravaganza seni dekoratif sekaligus pelajaran sejarah budaya", The Salt Lake Tribune memuji pameran ini karena menunjukkan budaya artistik dari dunia Islam pada saat berita yang menyebut Islam didominasi oleh perang di Timur Tengah.[25] Senator Amerika Serikat John Edwards berujar tentang pameran di Carolina Utara pada tahun 2002, "Sejak Peristiwa 11 September, masyarakat Amerika mengajukan lebih banyak pertanyaan mengenai Islam dan budaya Islam secara umum. Pameran di Museum of Art pun menyediakan kesempatan untuk meningkatkan pemahaman kita mengenai sejarah budaya Islam yang kaya dan beragam, serta peristiwa yang terjadi saat ini."[57]New Statesman menyatakan bahwa pameran ini adalah "sebuah pameran tidak dapat dilewatkan" yang menunjukkan budaya Utsmaniyah dengan caranya sendiri, bukan dengan mengikuti persepsi dari dunia Barat.[67]Pittsburgh Post-Gazette melihat pameran ini sebagai sebuah alternatif terhadap cara Islam digambarkan dalam berita dan terhadap pandangan teromantisasi dari dunia Arab sebagai sesuatu yang misterius dan jauh.[23]
Cangkir dengan pegangan naga, batu akik dilapisi dengan emas, akhir abad ke-15
Sebuah katalog karya J. M. Rogers pertama kali diterbitkan dalam bahasa Inggris dan Prancis pada tahun 1995 bersamaan dengan pameran di Musée Rath, Jenewa. Katalog tersebut mencakup foto berwarna dari 203 objek yang dipamerkan.[16] Edisi bahasa Inggris yang diperbarui pun menyertai pameran di Brunei Gallery pada tahun 1996.[68] Edisi keempat dan kelima dari katalog tersebut dibuat untuk pameran di Amerika Serikat, yang mencakup 226 barang.[69][70][71]
Rogers, J. M. (1995). Empire of the Sultans: Ottoman Art from the Collection of Nasser D. Khalili. Geneva: Musée d'Art et d'Histoire. ISBN1-898592-04-7. OCLC34380041.
Rogers, J. M. (1995). L'empire des sultans: l'art ottoman dans la collection de Nasser D. Khalili (dalam bahasa Prancis). Geneva: Musée d'Art et d'Histoire. ISBN9782830601190. OCLC716306659.
Rogers, J. M. (1996). Empire of the Sultans : Ottoman art from the collection of Nasser D. Khalili. London: Azimuth Ed. ISBN9781898592075. OCLC475490537.
Rogers, J. M. (2000). Empire of the Sultans: Ottoman art of the Khalili Collection (edisi ke-4). London: Nour Foundation. ISBN9780883971321. OCLC471619620.
^ abGriggs, Brandon (11 Agustus 2002). "A Dynasty's Treasures". The Salt Lake Tribune. hlm. D1. Factiva sltr000020020812dy8b0005u. Diakses tanggal 2023-09-07.
Rogers, J. M. (2000). Empire of the Sultans: Ottoman art of the Khalili Collection (edisi ke-4). London: Nour Foundation. ISBN9780883971321. OCLC471619620.