Nama-nama tersebut sebelumnya sudah dikenal melalui beberapa grup musik yang sangat terkenal pada masa itu, seperti Buana Suara, The Disc, The Commets. Nama Eka Sapta sendiri muncul bersamaan dengan pembuatan projek rekaman di Singapura mengiringi penyanyi-penyanyi seperti Vivi Sumanti, Dicky Suprapto, Suzanna, Tanty Josepha, Inneke Kusumawati, Maya Sopha, dan Ernie Djohan. Di antara rekaman-rekaman yang mereka rampungkan selama 3 bulan, misalnya dengan label (EP Fontana Gold) untuk lagu "Menantikan Kasih", "Mimpi di Singapura" yang dinyanyikan oleh Vivi Sumanti (EP Canary Records) untuk lagu "Selalu Milikmu" dan "Salah Sangka" dinyanyikan secara duet oleh Dicky dan Suzanna.[1]
Pada tahun 1962 Eka Sapta tampil untuk yang pertama kalinya dalam sebuah acara di BandaraKemayoran, saat itu mereka mendampingi grup musik "Arulan", yang beraliran melayu. Kehadiran Bing Slamet dan kawan-kawan tentunya membuat banyak orang terperangah. Bukan saja karena penampilannya yang keren, tetapi juga dengan gaya musiknya yang unik dan beragam. Bisa dibayangkan jika mereka tampil membawakan semua jenis aliran musik, mulai dari pop, rock and roll, cha-cha, jazz, keroncong hingga orkes melayu (pada masa itu musik dangdut belum populer).
Selain tampil sebagai grup musik, Eka Sapta kerap kali mengiringi sejumlah artis dan penyanyi, diantaranya seperti Rima Melati, Suzanna, Vivi Sumanti, Lilis Suryani, Yanti Bersaudara, hingga Elly Kasim. Beberapa tembang yang sempat ngetop diantaranya; Putih-Putih Simelati, Modjang Priangan, Burung Kutjitja, Suling Bambu dan Tirtonadi.[2]
Eka Sapta sempat mengeluarkan beberapa album dalam bentuk piringan hitam yang berjudul: Varia Malam Eka Sapta (Bali Records). Piringan Hitam ini berisi sepuluh lagu, antara lain; Semalam di Kuala Lumpur dinyanyikan Tetty Kadi, Kau Pergi Tanpa Pesan (Elly M Harris), Bunga Nirwana (Munif) dan lain-lain. Produsernya, Amin Wijaya, tidak pernah membatasi kreativitas Bing Slamet, Idris Sardi, maupun personel Eka Sapta yang lain. Ia pernah merilis album The Best of Romantic Keronchong berisi 12 lagu instrumentalia Barat yang populer waktu itu, antara lain Nobody's Child dan I Can't Stop Loving You. Eka Sapta tidak hanya merilis lagu-lagu instrumentalia, namun banyak juga dari albumnya sebagai musik pengiring penyanyi-penyanyi populer pada masa itu.[1]
Dilihat dari komposisi pemainnya, kemampuan Eka Sapta tak perlu diragukan lagi. Tak heran bila perusahaan rekaman Bali Records, yang akhirnya berubah nama menjadi Musica Studios, tertarik merekam suara mereka. Menurut Idris Sardi, Bali Records mengurus banyak hal saat pagelaran Eka Sapta, mulai dari musik, kostum hingga jadwal konser. "Amin Wijaya saat itu menjadi produser kami, " tutur pemain biola kondang ini.[2]
Dalam ingatan Idris Sardi, Amin juga yang sering mencarikan order manggung Eka Sapta, hingga grup ini dipanggil Presiden Soekarno ke Istana Bogor untuk menyanyi. Presiden Soekarno sendiri menyukai aliran musik yang dibawakan Eka Sapta yang tidak asal-asalan. Sejalan dengan itu juga Soekarno mengundang grup musik ini untuk tampil menyanyi pada saat acara "Pro Ganefo Night", menjelang digelarnya acara Asian Games di Jakarta pada tahun 1963.[2] Nama Eka Sapta pun terkenal hingga ke luar negeri. Malaysia, Singapura hingga Italia pernah disinggahi band ini.
Pergantian Formasi
Di saat Eka Sapta merambah popularitas, secara bersamaan muncul problema. Satu persatu personel Eka Sapta, "lepas" dengan kesibukannya masing-masing. Ada yang bersolor karier, bisnis perhotelan hingga jadi pengusaha di luar negeri.[2] Beberapa personelnya, seperti Benny Mustapha Van Diest, Ireng Maulana, dan Idris Sardi disibukkan dalam kegitan di luar musik. Solusi pun dicari. Beberapa personel baru masuk ke dalam formasi Eka Sapta, diantaranya seperti drummer Eddy Tulis, bassisEnteng Tanamal, dan gitarisKiboud Maulana. Tanpa terasa, personel Eka Sapta semakin bertambah dengan masuknya Hengky Firmansyah (gitar) 1, Jopie Item (gitar) 2, Ariffin Z (terompet) dan Wiharto (saksofon dan flute).[3]
Kepergian Bing Slamet
Eka Sapta mulai goyah ketika satu per satu personelnya berpulang ke rahmatullah. Di awali dengan kepergian Bing Slamet sang inspirator pada tanggal 17 Desember tahun 1974 lalu disusul dengan kepergian Eddy Tulis. Lima tahun kemudian Amin Widjaja meninggal dunia pada Agustus tahun 1979. Ireng Maulana dan Benny Mustafa membentuk kelompok jazzIreng Maulana All Stars. Jopie Item membentuk grup jazz rock dengan nama Jopie Item Combo. Idris Sardi aktif sebagai penata musik film yang berkali kali meraih Piala Citra. Enteng Tanamal menjadi produser rekaman dan menggagas Yayasan Karya Cipta Indonesia. Secara resmi Eka Sapta memang tak pernah membubarkan diri.[3]
Beberapa hari setelah meninggalnya Bing Slamet, Bali Records sempat merekam tembang-tembang hasil karya musisi besar itu yang digabung dalam satu album bertajuk "Album kenang-kenangan terakhir Bing Slamet dengan Eka Sapta". Berisi 19 tembang cantik, diantaranya Sampai Akhir Hayat, Kasih Nan Abadi, Takdirku, Dewi Amor dan Bunga Piara.[2]