Efek Tyndall adalah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup besar. Efek Tyndall ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris.
Pada tahun 1869, Tyndall menemukan bahwa apabila suatu berkas cahaya dilewatkan pada sistem koloid maka berkas cahaya tadi akan tampak, tetapi apabila berkas cahaya yang sama dilewatkan pada larutan sejati, berkas cahaya tadi tidak akan tampak. Oleh karena itu, sifat tersebut dinamakan efek tyndall.[1]
Sejarah penemuan efek tyndall
John Tyndall adalah penemu efek Tyndall. John Tyndall adalah seorang ilmuwan fisika dari Irlandia yang lahir pada 2 Agustus 1820. Ia berasal dari keluarga kurang berada tetapi sangat peduli dan memandang penting ilmu pengetahuan dan pendidikan. Setelah lulus sekolah, John Tyndall bekerja sebagai surveyor, setelah beberapa waktu kemudian akhirnya ia berganti profesi menjadi profesor.
Sekitar tahun 1859, Tyndall mulai meneliti radiasi panas uap air yang membentuk awan, ozon, hidrokarbon, dan gas CO2. Dengan spektrofotometer rakitannya, ia mengukur daya serap gas-gas di udara. Dari hasil penelitiannya, Tyndall menemukan fakta bahwa ozon, hidrokarbon, dan karbondioksida menyerap panas lebih banyak dibandingkan gas lainnya. Namun, yang terbesar dari semuanya itu adalah uap air yang menyelimuti bumi. Melalui penelitian ini Tyndall menemukan gejala penghamburan sinar oleh partikel koloid yang kemudian di kenal dengan efek Tyndall. Pada peristiwa efek rumah kaca dan pada fenomena langit berwarna juga dapat ditelaah penyebabnya dari efek tyndall tersebut.
Efek rumah kaca menyebabkan bumi semakin lama semakin panas. Menurut hasil pengukuran spektrofotometer Tyndall, gas-gas yang berada di atmosfer memiliki kemampuan berbeda dalam menyerap panas. Gas-gas yang memiliki daya serap panas yang tinggi disebut gas-gas rumah kaca.
Efek Tyndall juga dapat menerangkan mengapa langit pada siang hari berwarna biru, sedangkan ketika matahari terbenam di ufuk barat berwarna jingga atau merah. Hal tersebut disebabkan penghamburan cahaya matahari oleh partikel-partikel koloid di angkasa, dan tidak semua frekuensi sinar matahari dihamburkan dengan intensitas yang sama. Hal inilah yang menjelaskan apa yang terjadi pada warna-warna pelangi.
John Tyndall meninggal pada 4 Desember 1893 usia 73 tahun karena kecelakaan overdosis obat.[2]
Efek tyndall dalam kehidupan sehari-hari
Di bioskop, jika ada asap mengepul maka cahaya proyektor akan terlihat lebih terang.
Di daerah berkabut, sorot lampu mobil terlihat lebih jelas
Saat langit mendung, cahaya matahari yang melalui lapisan awan tebal, menyebabkan cahaya bertaburan ke atas tanah. Ini tidak menunjukkan Efek Tyndall karena titisan awan yang lebih besar daripada panjang gelombang cahaya dan hamburkan semua warna lebih kurang sama. Dan pada suatu hari apabila langit awan cerah, warna langit adalah biru akibat penyebaran cahaya, ini tidak dipanggil penyebaran Efek Tyndall (sebaliknya ia adalah Efek Rayleigh) karena zarah yang berserak adalah molekul di udara, yang lebih lebih kecil daripada panjang gelombang cahaya. Pada hal lainnya, Efek Tyndall digunakan secara salah untuk penyebaran cahaya oleh (makroskopik) zarah dalam jumlah yang besar dalam udara.