Djamaluddin Tamim
Djamaluddin Tamim (18 Desember 1900 – 1 April 1977) adalah seorang wartawan dan pejuang kemerdekaan Indonesia.[1] Kehidupan awalDjamaluddin Tamim mengeyam pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) dan Sumatra Thawalib, Padang Panjang. Begitu tamat, ia sempat mengajar di almamaternya, Sumatra Thawalib. AktivismePada 1923, bersama Ahmad Khatib Datuk Batuah, ia mendirikan Sarekat Islam (SI) Seksi Padang Panjang (yang condong ke SI Merah) dan dipercaya menjadi sekretaris merangkap bendahara.[2] Pada Desember 1923, ia menulis di koran Pemandangan Islam atas penangkapan para aktivis kemerdekaan Indonesia. Atas tulisan tersebut, enam bulan kemudian, ia dijatuhi hukuman dan masuk penjara Cipinang selama lima belas bulan. Pada Agustus 1924, ia dipindahkan ke penjara di Padang.[3] Ia menghirup udara bebas pada September 1925.[4] Setelah pemberontakan komunis di Silungkang pada 1927, ia melarikan diiri ke Singapura. Di sana, ia menjadi pengikut Tan Malaka. Selama pelariannya, Djamaluddin Tamim dibantu oleh Syekh Abdul Wahab, yang memberinya pekerjaan dan penginapan. Ia juga menjalin hubungan dengan Tahir Jalaluddin di Perak. Ketika Belanda menangkap Tahir selama kunjungannya tahun 1927 ke Sumatra dan mengancam akan mengasingkannya ke Digul, Tamim dengan nama samaran Tunarman menulis serangkaian artikel di Bintang Timur menuntut pembebasannya. Pada Mei 1927, Djamaluddin Tamim berangkat menuju Bangkok, Thailand. Pada 2 Juni 1927 bersama Tan Malaka dan Subakat, ia mendirikan Partai Republik Indonesia (PARI). Partai ini bertujuan untuk membentuk jaringan proletar se-Asia Tenggara dan Australia. Tamim bertanggung jawab atas kegiatan PARI di Hindia Belanda, Malaysia, dan Singapura. Ia merekrut dan membina sejumlah kader lewat kursus-kursus "tingkat tinggiā€¯. Pengikutnya yang terkemuka adalah Djamaluddin lbrahim dan Kandur Sutan Rangkayo Basa. Ia juga mengirim sejumlah orang ke persembunyian Tan Malaka di Bangkok untuk memperoleh pendidikan politik.[5][6] Pengasingan ke DigulKarena dianggap menentang pemerintahan Inggris, tanggal 13 September 1932 ia ditahan di Singapura, dan kemudian dibawa ke Batavia untuk diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Disini dia dipenjara beberapa bulan, sebelum akhirnya dibuang ke Boven Digul.[4] Setelah Jepang mendarat di Indonesia, Tamim beserta tahanan Digul lainnya dipindahkan ke Brisbane, Australia. Di sini pada tanggal 21 September 1945, mereka membentuk Central Komite Indonesia Merdeka (Cenkim), dengan Tamim sebagai ketuanya.[7] Djamaluddin Tamim dipulangkan ke Indonesia pada tahun 1946. Pada 1957, dalam keadaan sakit, ia menulis buku peringatan sewindu kematian Tan Malaka. Pranala luarReferensi
|