Dewan Presidium Nasional
Dewan Presidium Nasional (DPN) adalah sebuah lembaga transisional yang digagas para aktivis FKSMJ dan HMI MPO pasca jatuhnya rezim Soeharto pada 21 Mei 1998. Dewan ini bertugas memimpin pemerintahan transisi, mengadili Soeharto beserta kroninya, dan mengadakan pemilu untuk memilih pemerintahan definitif. Dewan ini adalah dewan independen dan harus bebas dari pengaruh rezim Orde Baru. Mereka yang menjadi anggota DPN adalah orang-orang bersih yang dipilih oleh organ gerakan mahasiswa beserta elemen masyarakat mewakili geopolitik dan geoetnis yang pro demokrasi dan diseleksi berdasarkan track record-nya masing-masing. Dasar Gagasan DPNGagasan DPN ini sama sekali berbeda dengan SLORC (State committee for the establishment of Law and Order)-nya Jenderal Saw Maung yang dibentuk pada 18 September 1988 di Burma yang membatalkan kemenangan Aung San Suu Kyi dalam pemilu 1990. Berbeda juga dengan konsep Dewan Nasional di Indonesia yang pernah dibentuk Presiden Soekarno berdasar Undang-Undang Darurat Nomor 7 tahun 1957 hingga Dewan ini kemudian berakhir ketika dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959. Gagasan DPN yang muncul pasca jatuhnya Soeharto ini merujuk pada prinsip hukum salus populi suprema lex (keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi), di mana pada saat itu terjadi kekacauan politik maka kelompok-kelompok masyarakat pro perubahan harus menyatukan diri dalam sebuah Dewan Presidium Nasional untuk memimpin perubahan menyeluruh di Indonesia. Kemenangan MoralGagasan DPN ini telah memiliki kemenangan moral di zamannya bahwa mengubah Indonesia memang harus total tidak setengah-setengah, namun gagasan ini kini tertelan euphoria politik hasil pemilu 2004.[butuh rujukan] |