Artikel ini memberikan informasi dasar tentang topik kesehatan. Informasi dalam artikel ini hanya boleh digunakan untuk penjelasan ilmiah; bukan untuk diagnosis diri dan tidak dapat menggantikan diagnosis medis. Wikipedia tidak memberikan konsultasi medis. Jika Anda perlu bantuan atau hendak berobat, berkonsultasilah dengan tenaga kesehatan profesional.
Dermatitis Kontak Iritan (DKI) adalah penyakit iritasi (kerusakan) pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan iritan dari luar. Dermatitis Kontak Iritan merupakan reaksi imunologis kulit terhadap gesekan atau paparan bahan asing penyebab iritasi kepada kulit[1].
Gejala
DKI dapat dicirikan dengan kemerahan pada area kulit yang terkena, panas, gatal, dan terkadang nyeri. Pada beberapa kasus tertentu ditemukan juga fisura (kerusakan) pada area kulit yang terpapar[1]. Paparan iritan secara terus-menerus dapat memicu kulit kering, pecah-pecah hingga infeksi[2].
Faktor penyebab
Faktor penyebab dermatitis kontak iritan (DKI) dapat dibedakan menjadi faktor endogen dan faktor eksogen. Faktor endogen penyebab DKI berupa fungsi imunitas kulit dan riwayat dermatitis. Adapun faktor eksogen penyebab DKI dapat dipicu oleh bahan kimia, fisik dan biologi.[2]
Segala jenis bahan kimia maupun larutan rumah tangga dapat menyebabkan DKI, apabila terpapar secara rutin dalam jangka panjang, contohnya air, sabun, minyak, oli, detergen dan lain sebagainya. Cuci tangan secara rutin menggunakan sabun dapat menjadi faktor penyebab dermatitis kontak iritan.
Secara fisik, DKI dapat disebabkan oleh faktor berupa suhu dan kelembaban. Kekeringan dan kondisi kulit yang kering dapat menjadi faktor yang memperbesar kerentanan seseorang terhadap DKI.
Adapun, secara biologi yang dapat memicu DKI adalah mikroorganisme seperti jamur
Pencegahan dan penanganan
Pencegahan DKI secara umum pada tingkat dasar adalah dengan menjauhkan bahan iritan yang diketahui telah menyebabkan DKI dari seseorang[2]. Pencegahan tingkat pertama dapat dilakukan dengan melakukan pengontrolan bahan iritan, penggunaan alat pelindung diri, promosi kesehatan, melakukan dukungan motivasi pencegahan, dan menerapkan peraturan yang jelas terkai bahan-bahan yang berpotensi sebagai iritan. Pencegahan tingkat kedua dilakukan dengan diagnosis awal dan pemberian pengobatan yang tepat[2]. Pemberian kortikosteroid topikal telah menjadi standar dalam penanganan beberapa kasus DKI.