Daerah Daxi diduduki selama beberapa ribu tahun oleh suku Atayal. Orang Atayal menyebut sungai setempat (sekarang Sungai Dahan) dengan nama Takoham dalam penutur mereka, yaitu bahasa Austronesia. Hal ini memunculkan nama-nama yang mirip seperti Toa-kho-ham[2] (Hanzi: 大嵙陷; Pe̍h-ōe-jī: Tōa-kho͘-hām; also 大嵙崁; Tōa-kho͘-khàm)[3] di Bahasa Hokkien dan Taikokan[4] di Jepang via transliteration.
Pemukiman Han pada abad ke-18 di Cekungan Taipei membuat banyak keluarga Atayal pindah ke hulu sungai, meskipun beberapa orang Atayal tetap tinggal dan berbaur dengan para pendatang. Pemukiman ini kemudian menjadi pos perdagangan penting pada abad ke-19.
Pada tahun 1803, pertempuran terbuka terjadi antara dua faksi pemukim Han yang saling bersaing di Taipei, dan banyak pengungsi yang melarikan diri ke selatan untuk menyelamatkan diri. Di antara para pengungsi tersebut terdapat Keluarga Lin Ben Yuan, salah satu klan terkaya di Taiwan pada saat itu. Keluarga ini menetap di Takoham, menginvestasikan kekayaannya di pemukiman tersebut dan membawa kemakmuran ke seluruh wilayah. Karena lokasinya yang strategis dan investasi yang dilakukan oleh klan Lin, Takoham menjadi pusat perdagangan dan transportasi antara Taipei dan selatan. Barang-barang akan tiba di sini untuk diangkut ke Taipei melalui sungai Dahan, dan banyak pedagang membuka toko mereka di daerah tersebut; beberapa toko masih ada sampai sekarang di bagian kota tua.
Ketika Jalur Kereta Api Utara-Selatan yang melewati pemukiman Takoham selesai dibangun pada tahun 1909, pentingnya perdagangan sungai menurun. Takoham kehilangan signifikansinya dalam transportasi Utara-Selatan, dan tidak lagi menjadi pelabuhan perdagangan yang signifikan. Di sisi lain, kota ini menjadi terkenal dengan produksi mebel kayu. Pada tahun 1920, pemerintah Jepang mengganti nama daerah ini 大溪 ("sungai besar"), diucapkan Daikei dalam bahasa Jepang dan Dàxī dalam bahasa Mandarin, yang dikelola di bawah Prefektur Shinchiku.