Ukuran badannya sedang (17 cm),[2] ia merupakan anggota dengan ukuran tubuh terkecil di antara jenis kutilang lain. Walaupun demikian, cucak kuricang mempunyai bulu yang penuh warna.[3] Walau demikian, bulu cucak kuricang kekurangan karotenoid yang menyebabkan warnanya kurang terang.[4]
Berwarna kekuningan dengan kepala hitam berkilau dan tenggorokan hitam. Tubuh bagian atas zaitun-kekuningan, sayap kehitaman, ekor juga kehitaman namun terdapat warna kekuningan yang mencolok pada ujung-ujungnya. Tubuh bagian bawah kuning-kehijauan. Iris berwarna biru-pucat, paruhnya hitam, dan kakinya coklat.[2][5]
Namun, perbedaannya dengan cucak kuning pada bulunya, cucak kuricang mempunyai bulu lebih sedikit daripada cucak kuning dan berwarna kuning zaitun. Sedangkan, cucak kuning selain punya bulu yang lebih banyak daripada cucak kuricang, matanya berwarna putih sedangkan perutnya berwarna kuning terang.[6]
Suaranya amat baik, walaupun tidak sebesar suara kutilang biasa, atau crocok dan cucak jenggot. Suaranya hanyalah siulan kecil dan terdengar tajam,[7] yakni "cip” yang ramai tajam. Kicauan khas yang terdiri dari sederet “ciip” dan “ciik” serta variasinya.[2]
Ia dapat ditemukan di tepi hutan, hutan hujan sekunder yang terbuka dan terpencil, serta di semak belukar di tepi pantai. Ia dapat ditemukan di ketinggian 900 mdpl.[2][3] Namun, kalau di Sumatra, ia dapat ditemukan di ketinggian hingga mencapai 1200 mdpl.[6]
Taksonomi
Cucak kuricang dideskripsikan oleh Temnick dari koleksi van Hasselt yang mendapatkan spesimen jenis ini dari Banten pada tahun 1822. Pada 1892, Vorderman mengidentifikasikan burung yang identik dari Pulau Bawean dan menganggap spesies ini sebagai Ixos (Microtarsus) chalcocephalus; barulah pada tahun 1929, hewan di atas dianggap sebagai salah satu ras dari Pycnonotus (Brachypodius) atriceps.[4] Salah satu anak jenisnya, atriceps, dahulu dianggap Lanius melanocephalus. Namun, Baker tidak mau mengambil nama ini. Anak jenis atriceps yang dahulu dinamakan pula Brachypodius cinereoventris dikarenakan dadanya yang berwarna abu-abu. Menurut Sclater (1892), Spesimen tunggal atriceps didapati dari Kolkata dan kelak baru didonasikan oleh M.F. Courjon pada 1901. Anak jenis baweanus umum di Pulau Bawean dengan morfologi berwarna abu-abu.[9]
Berikut ini adalah subspesies dari cucak kuricang:[2]
atriceps (Temminck, 1822): Bangladesh bagian timur (Sylhet dan Chittagongs), India bagian timur laut, Myanmar (kecuali bagian utara) dan China bagian selatan (Yunnan bagian barat daya) sampai Thailand bagian selatan, Kamboja bagian barat daya, Laos bagian selatan, Vietnam bagian selatan, Semenanjung Malaya dan Sunda Besar, dan Filipina bagian barat (Calauit, Dumaran, Palawan).
Cucak kuricang biasa terbang bergerak di dekat pohon yang tinggi, walaupun ia sering turun ke dasar pohon.[10] Ia sering kelihatan bersama cucak lain untuk mencari makan bersama dan makanannya adalah buah dan memangsa hewan kecil.[6] Terkadang pula, ia sendirian atau membuat kelompok kecil.[11][3][2]
Sarangnya berbentuk cawan yang tidak rapi, dari batang paku-pakuan, seratrumput, daun, dan bahan lain, direkatkan dengan sarang laba-laba, pada dahan bercabang tak jauh dari permukaan tanah. Telur berwarna agak merah-jambu, berbintik ungu, dan jumlahnya 2-3 butir. Ia berkembangbiak pada bulan Oktober, Januari dan Maret-Mei.[5]
Status konservasi
Menurut BirdLife International, cucak kuricang memilki persebaran yang amat lebar yakni 2,410,000 km2 Jumlah individunya stabil, tidak mendekati VU (Vulnerable; Rentan) sehingga masuk digolongkan dalam LC (Least Concern). Alasan lain adalah individu yang melebihi 10.000 ekor jumlahnya, sehingga diyakini penurunan spesies diperkirakan hanyalah >10% dalam 10 tahun atau 3 generasi.[12]
Turut, Rusli (2010). Memelihara 42 Burung Ocehan Populer (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Penebar Swadaya. ISBN979-002-442-8.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)