Crossplay

Seorang cosplayer wanita memerankan Akira, tokoh laki-laki dari permainan video Togainu no Chi.

Lakon lintas busana (bahasa Inggris: crossplay, lakuran dari cross-dressing dan cosplay) adalah cosplay di saat seseorang berpakaian seperti tokoh yang berbeda gender dari dirinya.[1] Orang yang melakukan crossplay disebut dengan crossplayer. Crossplay ditemukan seiring dengan berjalannya konvensi anime. Sama seperti cosplay, crossplay tidak lagi eksklusif bagi genre tertentu saja.

Beberapa keterampilan diperlukan dalam bercrossplay, misalnya saja keterampilan laki-laki untuk terlihat seperti perempuan. Hal ini cukup mirip dengan opera travesti, di mana mereka berpakaian yang berbeda gender dari diri mereka hanya pada saat pertunjukan, bukan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Crossplay female-to-male

Dua cosplayer (sebagai Sora dan Roxas dari permainan video Kingdom Hearts) sedang berpose yaoi di Yaoi-Con 2008.

Di sebagian besar negara yang menjadi tuan rumah dari para penggemar yang menyebut diri mereka sendiri sebagai cosplayer, crossplayer female-to-male (perempuan yang memerankan tokoh laki-laki, terkadang disingkat "FtM") jauh lebih umum dijumpai, dikarenakan berbagai faktor sosial dan budaya.[2]

Banyak (atau bahkan hampir semua) perempuan yang ingin melakukan crossplay memiliki alasan yang sama ketika mereka ingin melakukan cosplay, yaitu karena mereka menyukai tokoh dan/atau kostum tersebut dan ingin menunjukkannya.[1]

Di Jepang, cosplayer perempuan cenderung mendominasi dunia cosplay secara umum dalam hal jumlah. Mereka sering kali memerankan berbagai macam tokoh, tanpa memedulikan gender. Dalam anime dan manga, bishōnen digambarkan sebagai makhluk liminal, karena itu lah seorang perempuan dianggap "lebih mudah" untuk melakukan crossplay sebagai bishōnen daripada sebagai tokoh laki-laki dari seri Barat.[3]

Stigma sosial

Di beberapa negara, crossplayer FtM tidak terkesan lebih aneh di mata publik dibandingkan dengan sesamanya tidak bercrossplay. Namun, di beberapa negara lainnya, ada stigma sosial yang melekat pada crossplay FtM: beberapa orang, terutama yang berada di luar komunitas cosplay, mencurigai bahwa crossplayer FtM sebagai seorang transgender, lesbian, atau memiliki penis envy. Di sisi lain, di dalam komunitas cosplay, hanya ada sedikit sekali stigma yang melekat pada crossplayer FtM.

Bertolak belakang dengan beberapa stigma sosial ini, hampir semua perempuan yang melakukan crossplay bukan lah seorang lesbian atau transgender. Mereka hanya menikmati seni berpakaian sebagai tokoh favorit mereka. Bagi crossplayer tersebut, hal ini tidak lah berbeda dengan seorang aktris yang memerankan peran laki-laki.

Crossplay male-to-female

Empat orang pria sedang berpose seperti Pasukan Ginyu dari Dragon Ball Z di Sogen Con, yang terlibat dalam crossplay genderplay.
Dua orang yang memerankan Hizaki (kiri) dan Kamijo (kanan) dari grup band Versailles Philharmonic Quintet di Anime Festival Asia Indonesia 2012, yang terlibat dalam crossplay masquerade. Pemeran Hizaki adalah pria, sedangkan pemeran Kamijo adalah perempuan.

Crossplayer male-to-female (laki-laki yang memerankan tokoh perempuan, terkadang disingkat "MtF") lebih umum dijumpai di luar Jepang.

Awalnya, seri anime yang populer untuk para crossplayer MtF di Amerika adalah Sailor Moon, yang menciptakan "efek lucu dan kesembronoan sosial".[4] Karena sifat sebagian besar kostum dari seri tersebut (atasan yang ketat dan rok yang sangat pendek) itu lah yang menjadi penyebab utama munculnya stereotip negatif yang masih ada baik di dalam maupun di luar komunitas anime: Sailor Soldier yang kegemukan dengan kaki yang berbulu. Ini adalah stereotip yang amat menghina namun telah sering kali diparodikan, terkadang melalui crossplay genderplay yang sengaja dibuat ironis. Misalnya saja seperti Sailor Bubba dan Man-Faye.[5]

Namun, pada konvensi anime beberapa tahun terakhir terlihat peningkatan jumlah crossplayer MtF yang melakukan persiapan dan usaha yang luar biasa untuk dapat menggambarkan kepribadian perempuan. Beberapa laki-laki, terutama para remaja, sering kali berhasil menciptakan sebuah citra feminim yang mencolok sehingga dapat mengecoh kebanyakan penonton.

Crossplay MTF biasanya dapat dipisahkan ke dalam dua kelompok: mereka yang terlibat dalam genderplay dan mereka yang mencoba untuk tampil sebagai perempuan. Adanya perbedaan mencolok antara dua kelompok ini disebabkan oleh konteks sosial yang ada mengenai crossdressing laki-laki. Bagi kebanyakan laki-laki, mengenakan pakaian wanita bukan lah sesuatu yang bisa dianggap remeh, sehingga kebanyakan crossplayer harus memilih apakah akan mengambil pendekatan humor yang ironis (sengaja menggagalkan diri dalam tampil sebagai perempuan), atau sebagai tindakan masquerade (mencoba untuk tampil sebagai perempuan).

Stigma sosial

Meskipun beberapa stigma yang melekat pada crossplay MtF begitu beragam, mulai dari anggapan bahwa mereka diharapkan untuk lahir sebagai gender yang berbeda hingga homofobia, crossplay MtF telah diterima dengan sangat baik di tengah-tengah kebanyakan komunitas konvensi. Dalam konvensi anime, penonton biasanya mendukung crossplay MtF, meskipun cara mereka mengungkapkannya dapat bervariasi.

Kebanyakan crossplayer MtF bukan lah seorang homoseksual atau transgender, meskipun rasio homoseksual dan transgender dalam kalangan crossplayer MTF sedikit lebih tinggi daripada dalam kalangan masyarakat umum. Sebagian besar komunitas konvensi anime tampaknya menerima pengaburan peran gender ini dan dapat mendorong beberapa penggemar laki-laki untuk bereksperimen dengan peran gender yang tidak konvensional, seperti hal-hal yang tidak mungkin dicoba di luar lingkungan konvensi.

Crossplay genderplay

Crossplay genderplay adalah pertunjukan kostum yang mempermainkan atau memparodikan peran, persepsi dan hal-hal yang berhubungan dengan gender tradisional. Hal ini dilakukan dengan cara menghadirkan identitas gender yang membingungkan dengan sengaja.

Istilah crossplay genderplay dapat disebut juga dengan istilah yang lebih tepat yaitu crossplay genderfuck. Namun karena ada cukup banyak anak-anak yang ikut bercrossplay, maka ada konsensus di mana istilah crossplay genderplay lebih dapat diterima.

Dalam komunitas konvensi cosplay, ada beberapa orang dengan liputan media yang luas sering kali salah merepresentasikan komunitas crossplay umum, dengan menunjukkan sisi genderplay yang berlebihan.

Referensi

  1. ^ a b "FAQ: "What is CROSSPLAY"? and related word definitions". Cosplay.com. August 15, 2003. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-02-07. Diakses tanggal 2013-01-27. 
  2. ^ Palmer, Ada (March 29, 2007). "Let's Cosplay: Crossplay". TokyoPop. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-10-13. Diakses tanggal 2013-01-27. 
  3. ^ Craig Norris and Jason Bainbridge (20 April 2009). "Selling Otaku? Mapping the Relationship between Industry and Fandom in the Australian Cosplay Scene". Intersections: Gender and Sexuality in Asia and the Pacific. Diakses tanggal 2013-01-27. 
  4. ^ Winge, Theresa (2006). "Costuming the Imagination: Origins of Anime and Manga Cosplay". Mechademia. 1: 65.  Hapus pranala luar di parameter |title= (bantuan)
  5. ^ "Man-Faye | Know Your Meme". Diakses tanggal 2013-01-27. 

Pranala luar