Cristina Calderón Harban[1] (24 Mei 1928 – 16 Februari 2022) adalah seorang perempuan Chile yang merupakan penutur asli terakhir dari bahasa Yagán serta orang Yagán terakhir yang tidak memiliki silsilah orang tua berdarah campuran (totok). Ia menyandang status tersebut setelah kematian saudara iparnya Emelinda Acuña tahun 2005.[2] Sebelumnya pada tahun 2004, Calderón dan Acuña merupakan dua penutur asli terakhir dari bahasa Yagán.[3]
Kehidupan
Calderón lahir di Robalo, sebuah permukiman di Pulau Navarino, Antártica Chilena, pada 24 Mei 1928.[4] Calderón merupakan anak dari pasangan Juan Calderón (nama Yagán: Akačexaninčis) dan Carmen Harban (nama Yagán: Lanixweliskipa). Juan dan Carmen merupakan generasi Yagán terakhir yang menjalani ritual kedewasaan Čiáxaus yang didokumentasikan oleh etnografer Martin Gusinde pada paruh awal abad ke-20.[5] Juan meninggal pada tahun 1931 sedangkan Carmen meninggal pada tahun 1934. Calderón beserta kakak perempuannya, Úrsula, pun menjadi yatim piatu sehingga mereka kemudian diasuh oleh kakek-nenek dari pihak ibunya yaitu Williams Harban (nama Yagán: Halnpenš) dan Julia Harban (nama Yagán: Karpakolikipa). Cucu Calderón, Cristina Zarraga, menyebutkan bahwa Calderón tumbuh dalam kemisikinan. Williams meninggal juga pada tahun 1934 dan Calderón pun diasuh oleh bibinya, Gertie, yang juga merupakan ibu baptisnya. Gertie kemudian pindah ke Remolino, Argentina, sehingga Calderón diasuh oleh kakak sepupunya, Clara.[6] Calderón mengatakan bahwa saat diasuh kakeknya, mereka hidup berlayar dan berpindah-pindah di wilayah Cabo de Hornos untuk berburu. Pada saat musim panas, orang-orang Yagán berkumpul di permukiman-permukiman peternakan seperti di Remolino dan Harberton, Argentina atau di Robalo untuk bekerja memangkas bulu domba.[5]
Calderón hanya berbicara dalam bahasa Yagán sebelum baru pada saat ia berusia 9 tahun, ia belajar bahasa Spanyol (bahasa nasional di Chile) dari teman bermainnya, Ema Lawrence dari keluarga Lawrence pemilik peternakan di Robalo, serta dari Chacón, suami Gertie. Calderón juga belajar sedikit kosakata dialek Yagán lain dari Julia yang berasal dari Kepulauan Wollaston. Ia juga belajar sedikit bahasa Inggris dari Gertie yang tinggal di permukiman misionaris Anglikan. Anak-anak Yagán kala itu rentan untuk meninggal sebelum dewasa akibat tuberkulosis atau pneumonia. Di sisi lain, diskriminasi oleh pendatang yang tidak berbahasa pribumi di Antártica Chilena membuat banyak orang tua Yagán tidak mengajarkan bahasa Yagán ke anak-anaknya. Kondisi ini kemudian membuat penutur bahasa Yagán semakin sedikit.[5][6]
Saat ia berusia 15 tahun, kondisi ekonomi keluarga Calderón yang memburuk membuatnya terpaksa menikahi seorang pria bernama Felipe Garay yang lebih tua 50 tahun darinya saat itu. Ketika Garay meninggal, Calderón tidak mendapat harta warisannya karena Garay masih berstatus menikah dengan wanita lain dan belum bercerai saat menikahi Calderón. Calderón memiliki tiga anak dari pernikahannya dengan Garay. Pada tahun 1949, Calderón bertemu dengan Lucho Zárrraga, orang Selk'nam yang bekerja di peternakan keluarga Bridges di Harberton. Calderón dan Zárraga tinggal bersama di Harberton sembari sesekali tinggal di Mejillones selama 10 tahun hingga 1959 dan memiliki 3 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Pada tahun 1960, Angkatan Laut Chile membantu Calderón untuk mendirikan sebuah rumah di Ukika yang saat itu juga merupakan sebuah pangkalan angkatan laut. Calderón menginginkan anak-anaknya untuk dapat menerima pendidikan di sekolah yang ada di Ukika. Kerabat-kerabat Calderón kemudian juga ikut pindah ke Ukika dan pemerintah Chile juga ikut memindahkan orang-orang Yagán ke sana yang menjadi akhir dari pola hidup nomaden masyarakat Yagán. Zárraga meninggal pada tahun 1962. Calderón kemudian memulai hubungan dengan Teodosio González dan dari hubungan tersebut mereka memiliki satu orang anak, Lidia. Calderón tetap bersama González hingga kematian González tahun 2009.[5][6]
Jurnalis dan penulis Amerika Serikat, Jack Hitt, di dalam artikelnya di The New York Times Magazine tahun 2004 menyebutkan bahwa Calderón terkenal sebagai "penutur terakhir" bahasa Yagán. Hitt menyebutkan bahwa Calderón menerima bayaran dari wisatawan yang datang ke Ukika untuk bisa memfotonya dan mendengarkannya berbicara bahasa Yagán. Hitt yang kesulitan untuk mewawancarai Calderón atas tarif yang diminta mendengar kabar mengenai Emelinda Acuña dan mewawancarainya. Oscar Aguilera, linguis dari Universidad Arcis Magallanes, yang saat itu menemani Hitt mengatakan bahwa bahasa Yagán yang dituturkan Acuña merupakan bahasa Yagán yang "otentik". Acuña mengatakan bahwa ia dan Calderón tidak berbicara satu sama lain.[3]
Pada tahun 2008, Calderón beserta cucunya, Cristina Zárraga, diberitakan telah menulis sebuah buku berjudul Hai Kur Mamasu Shis ("Aku Ingin Bercerita Kepadamu") yang berisi tentang kisah-kisah alam dan kepercayaan orang Yagán.[7] Pada tahun 2017, Zárraga menulis sebuah buku berjudul Cristina Calderón: Memorias de mi abuela Yagan ("Cristina Calderón: Ingatan Nenek Yaganku") yang berisi tentang budaya Yagán dan juga ditulis sebagai sebuah biografi Calderón.[8] Anaknya, Lidia González, terpilih sebagai salah satu anggota Konvensi Konstitusi Chile pada tahun 2021.[9]
Surat kabar lokal El Pengüino melaporkan bahwa Calderón meninggal pada 16 Februari 2022 di Hospital Clínico de Magallanes, Punta Arenas, akibat COVID-19.[10] Calderón meninggalkan 7 anak, 14 cucu, dan beberapa cicit.[11]